Chapter 2

1593 Words
"Okay, but first get off your hands." "Lo denger enggak sih dia nyuruh lepas?" tiba-tiba suara bass seseorang terdengar. Dan bersamaan dengan itu, cengkeraman Esa dilepas. Ia memundurkan sedikit tubuhnya kala melihat Alka muncul dari pintu. Seisi ruangan langsung terdiam. Atmosfer di sekitar mereka langsung berubah. Pasalnya Alka bukanlah orang sembarang di SMA Pelita Indah ini. Dia dinobatkan sebagai cowok paling kaya dan paling famous di Pelita Indah. Baik dari kaum hawa maupun kaum adam, segan pada cowok bertubuh tinggi menjulang itu. Hanya dengan ditatap saja mereka tidak berani berkutik. Alka mendengus kemudian memapah Ibran keluar dengan sedikit tergesa. "Jesus Christ. What's wrong with you? Lo tau yang lo lakuin itu nggak baik buat kesehatan diri sendiri, dumbass." "Shut u ... I can't breathe ...." "Bran, you scared me. Please no, don't." Alka semakin khawatir saat mendengar napas Ibran yang mulai putus-putus. Alka tidak tahu harus berbuat apa lagi, selain menaikkan Ibran ke gendongannya sebelum cowok itu benar-benar kehilangan kesadaran. Ia segera memasukkan Ibran ke dalam mobilnya dan mengenakan safety belt pada cowok itu. "I swear to God, I won't talk to you anymore." "Ka ... drive me home." "No! You need to go to hospital––" "Alka ... please," rintih Ibran pelan. Alka mendengus keras kemudian memutar mobilnya ke arah apartemen Anta. "So stubborn." Tidak butuh waktu lama bagi seseorang seperti Alka untuk sampai di apartemen Anta yang jaraknya tidaklah jauh. Buru-buru ia menggendong Ibran ke unit milik Anta. Alka mendesah pelan karena tak kunjung dibukakan pintu. Keponakannya sedang sekarat dan bisa-bisanya lelaki itu malah tidur di dalam. Kalau saja bisa, Alka memilih untuk mendobrak pintu tersebut daripada menunggu dibukakan pintu. "Siapa–– the f**k! Ibran kenapa?" Mata Anta langsung melotot ketika Alka langsung menyerobot masuk sambil membawa Ibran di punggungnya. "Hey, I'm talking to you!" Alka menyerobot masuk ke kamar Ibran dan membuka dasi yang cowok itu kenakan. Ia melepaskan kancing teratas dari seragam. "Ibran, can you hear me?" Ibran lantas memberi anggukan lemah. "Lo bisa denger suara gue enggak sih, anjing? Gue ngomong sama lo, bukan sama tembok!" geram Anta. "Oh, sorry," balas Alka. "Ada oksigen portabel enggak?" "Ada, bentar." Anta berjalan ke lemari dan membukanya. Lalu membawa satu tabung yang cukup besar dengan masker oksigen. Alka tidak terlalu kaget melihat itu. Well, ia sudah tahu kalau Ibran adalah bagian dari keluarga Mahawira, biologically. Cowok itu kemudian membiarkan Anta yang memasang benda itu karena ia tidak mengerti, daripada salah-salah. Ibran mulai tenang ketika ia bisa bernapas lebih leluasa. Dan setelah itu Alka serta Anta memutuskan untuk keluar dari dalam kamar Ibran. Anta mempersilahkan Alka untuk duduk di sofa ruang tamu. Lalu Anta langsung bertanya. "Lo dari tadi belom jawab gue, Ibran kenapa?" "Ah ... Ibran ... kelahi sama temannya." "What? So, dia kelahi sama kamu?" "No, not me. Temen yang lain. Ketua OSIS, mereka memang sering debat sebelumnya. Tapi, enggak pernah sampe kelahi begini." "Yang salah Ibran atau si ketua OSIS itu?" tanya Anta dengan tatapan menyelidik. "I don't know. Mungkin dua-duanya salah. Yang gue tau Ibran gagal menjaga emosinya dan berakhir kayak gini," ujar Alka seraya menatap Ibran yang tengah berbaring di dalam. Pintu kamarnya terbuka dan Alka bisa melihat jelas bagaimana Ibran mencoba menguping. "I think, kita biarin aja dia jelasin sendiri." "Bisa ceritakan sedikit kronologisnya? Gue masih agak abu-abu kenapa orang yang sabar kayak Ibran gitu bisa sampe emosi," ucap Anta penasaran. "Gue sampe di sana karena banyak banget yang kumpul di depan ruangan OSIS, terus mereka bilang Ibran sama Esa berantem. Waktu sampe di dalem Ibran udah ada ditangan Esa dan keadaannya enggak baik karena mungkin dia emosi banget." Ia hendak kembali menjelaskan, tetapi ia langsung mendelik saat melihat Ibran hendak bangkit. "What the hell are you doing?" "Anta ngasihnya kekencengan," ujar Ibran seraya bergerak ke luar kamar. "I'm okay. Gue mau ikut gibah bareng kalian juga." "Okay gundulmu iku, Bran!" balas Anta jengah. Padahal jelas kalau cowok itu masih lemas dan napasnya juga masih terdengar berat. Namun, tidak ada yang bisa melawan kekeraskepalaan Ibran. "Ta, pinjem bahu lo ya. Masih lemes hayati," ujar Ibran seraya menaruh kepalanya di bahu lebar Anta. Anta tidak bisa menolak dan bergeming di tempat. "By the way, gue kuat lho Ta, enggak semaput padahal rasanya ini kayak mau mbledos." Ibran menyentuh d**a kirinya sambil terkekeh pelan. "Enggak usah ngomong seolah-olah kayak gitu tuh, lucu, Bran. It's not funny at all!" Alka menggeram rendah. Sahabatnya sejak kecilnya itu tak pernah berubah. "Why are you mad at me? Chill, bro. Lo kayak singa disenggol babi hutan ae," sahut Ibran mencoba mencairkan atmosfer mengintimidasi yang Alka bentuk. Alka itu sebenarnya b****k, tetapi menyeramkan jika sudah serius. Seperti saat ini contohnya. "Anta ... jangan diem aja deh, lo biasanya 'kan galak sama gue." Ibran menggoyang-goyangkan lengan Anta seperti anak kecil yang hendak meminta sesuatu pada orang tuanya. "Ta, ih! Gue aduin om Angkasa nih." "Lo juga, Ka, enggak usah merengut gitu. Jelek." "Jelekan lo, ya, bangsat." Alka mendengus. "So, explain what happened between you and Esa?" "Yea ... we just like usually we did. But, today, he said that gue miskin. Terus dia bilang gue enggak becus jadi wakil, sampah, menghambat kerja, and many more." Ibran berhenti sejenak saat melihat tangan Anta yang mengepal kuat. Ia kemudian menggenggam tangan itu. "Ta, ntar lo kena darah tinggi kalo marah-marah terus." "Did he hurt you?" "No, he didn't. Physically. But yah you know. Inside me is a mess." Ibran menghela napas sejenak. Kemudian menatap lurus sahabatnya yang betah sekali memasang wajah datar. "Tapi, enggak pa-pa. Seenggaknya gue bisa enak leha-leha di rumah tanpa ikut pelajarannya Bu Nindy, hehe." Beberapa detik kemudian tak kunjung ada jawaban, baik dari Alka maupun Anta. Keduanya sama-sama bungkam dan membuat Ibran merasa kesal. Ia duduk di sini berjuang melawan sesak yang masih melekat, tetapi malah didiamkan. Ia lantas mencoba duduk sendiri tanpa menjadikan bahu lebar Anta sebagai tumpuan. Ia langsung sibuk mencari pegangan karena ia tidak bisa mengontrol keseimbangannya. Anta tersentak dan sebagai reflek kontan memegang lengan cowok itu. Ia mendengus. "Better go back to your bed." "No, before I make sure that both of you will not do anything to Esa." Ibran menatap Alka dan Anta bergantian. Secara perlahan ia melepas pegangan Anta dan duduk tegap dengan kekuatannya sendiri. "Enggak usah terlalu gitu, biarin aja dia mau ngapain. Terserah dia. Mind your own business, Ta." "But, someday he will hurt you. I'm worry bout the future, no one knows what will happen. Oleh karena itu, if now I let him go, mungkin gue bakal menyesal karena enggak berbuat apa-apa saat gue bisa," ujar Anta dengan nada tegas. Ada keseriusan mendalam dari setiap patah kata yang lelaki itu ucapkan. Dan itu cukup untuk membuat Ibran tersentuh. "Gue kira lo enggak sayang gue, Ta." Anta tak menjawab. Namun, ada segaris senyum di wajahnya. Menunjukkan tanggapan secara tersirat dari pernyataan Ibran. "Ekhm, sorry for disturbing, Mr. Antariksa. But honestly, it's not the first time Esa and Ibran––" "Alka, stop, it's in the past! Udahlah. Enggak usah." "I just tell the truth, Argasena Ibrani," balas Alka. Cowok itu lalu beralih pada Anta yang tampaknya sudah sangat penasaran. "Gue enggak terlalu inget, jelasnya itu kapan. Tapi, waktu itu pernah Esa mukul Ibran yang berakhir dia diem di UKS seharian." "Itu udah lama, Ta. Waktu awal kelas 11 dan gue enggak kenapa-napa. Cuma pusing karena Esa nampolnya enggak kira-kira," kilah Ibran tepat setelah Alka menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak mau kalau Anta menjadi terpancing emosi dan berbuat sesuatu yang iya-iya pada Esa. "Terus, waktu ada pensi Ibran sempat dijadiin pesuruh dan pasti Om inget waktu dia pulang sekolah tiba-tiba pingsan kayak orang mati. Dan akhirnya nginep di rumah sakit seminggu. Kayaknya baru bulan lalu ya, Om?" lanjut Alka tanpa mengindahkan Ibran yang memberikan kode pada Alka untuk berhenti berbicara. "Ada lagi, Alka?" tanya Anta. Raut wajahnya jelas terlihat marah. "No. I think it's enough." Alka melebarkan senyumnya. Seperti senang sekali telah membongkar perbuatan buruk Esa pada Anta. "Okay then," balas Anta. "Ta, mau ngapain? Enggak usahlah macem-macem. Apa lagi sampe lapor ayah sama bunda. Kasian tau istrinya ayah nanti ngomel-ngomel karena Agam sama Satya ditinggalin kalo ke sini. Om Vincent juga tuh kasian, harus bolak-balik Kanada-Indo kalo nemenin bunda. Jadi, enggak usah ya?" kata Ibran sambil memelas pada Anta. Alka melengos. Malas melihat wajah menjijikan milik Ibran. "Ta ... denger enggak sih gue ngomong?" sentak Ibran sambil merengut. "Iya, denger," sahut Anta pelan. "Alka, lo pulang aja sana. Bikin Anta marah-marah aja kerjaan lo. Hush!" usir Ibran. "Gue juga mau pulang kali," balas Alka datar. Kemudian bangkit dan melangkah keluar. "Balik dulu ya, Om!" pamitnya. Kini tinggal dua lelaki berdarah Mahawira itu yang tersisa. Ibran mendesah lega kemudian kembali menumpukan tubuhnya pada bahu lebar milik Anta. Anta menoleh sejenak saat menyadari sejak tadi Ibran tengah menutupi rasa sakitnya karena ada Alka. Selalu saja seperti itu, Ibran tidak pernah mau membuat temannya khawatir. Namun, selalu berhasil membuat Anta kelimpungan sendiri. "Masih sesak, Bran?" tanya Anta. "Iya, dikit. Jangan diajak ngomong," ujar Ibran dengan mata yang mulai terpejam. "Kalo gue ketiduran, angkatin ke kamar ya, Ta." "Ta ... punya kuping enggak sih?" "Iya, bacot. Jadi ponakan yang pendiem kenapa sih, pengen banget gue marahin mulu." "Makanya lo juga jawab, b**o," ujar Ibran gemas. Masih dengan mata yang tertutup rapat. "Excuse me, I'm 8 years older than you!" "Tau, Ta, lo udah tua. Tapi belum nikah-nikah." Anta mendengus kasar. Memilih berhenti untuk menjawab Ibran yang mulai terdengar lemah. Cowok itu butuh istirahat. Dan Anta harus memberikan ruang sejenak. Sebelum kembali membombardir cowok bebal itu dengan omelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD