BAB 9 Tes Penerimaan Siswa

1292 Words
Di sebuah halaman yang di sampingnya terdapat sebuah bagunan yang sangat kokoh dan luas yang akan menjadi tempat di mana mereka akan menuntut ilmu. Di halaman itu terdapat banyak siswa-siswi yang berumur sepuluh tahun yang akan mengikuti tes penerimaan siswa baru di Lorien Academic of Magic. Di mana para siswa itu akan dilatih ilmu sihir. Para siswa itu berbaris bersiap-siap untuk menunjukkan keahlian mereka. Di hadapan para siswa itu terdapat sebuah panggung yang akan di gunakan untuk menunjukkan ke ahlian mereka. Di tiap-tiap sisi panggung tersebut terdapat tiga lelaki paruh baya dan satu lagi seorang wanita paruh baya yang akan menjadi penetia tes penerimaan siswa baru. Dan satu lagi seorang lelaki yang lebih muda dari para penitia itu beridiri di atas panggung yang akan menjadi host. Lelaki itulah yang bertugas untuk memanggil dan mengarahkan pada siswa saat naik ke atas panggung. Para penitia itu duduk di sebuah kursi yang telah di sediakan dan di hadapan mereka ada sebuah tombol X dan ada tombol O. Tombol-tombol itu akan menjadi penentu lulus atau tidaknya para siswa dalam tes yang akan di selenggarakan di sekolah sihir tersebut. Tombol X menandakan siswa tersebut gagal dan tombol O menandakan siswa tersebut lolos dan diterima masuk ke Academic tersebut. Satu per satu siswa naik ke atas saat nama mereka di panggil. Di antara para siswa itu ada Nao dan Ken yang ikut berbaris menunggu giliran. Ken menatap remeh para siswa yang ikut dalam seleksi penerimaan. Sedangkan Nao sejak tadi berkeringat dingin dan berdebar-debar. Ia sangat mencemaskan nasibnya yang akan datang. Ia takut jika ia gagal dan akan membuat malu kedua orang tua angkatnya. Sesekali ia melirik Ken yang tak jauh dari tempatnya. “Sepertinya dia tidak gugup,” batin Nao. Berbanding terbalik dengannya. Jantung berdatak sangat kencang hingga ia bisa mendengar detakan jantungnya. Tubuhnya bergetar saking cemasnya. “Aaron, silahkan naik ke atas panggung.” Seorang anak lelaki berumur sepuluh tahun berambut merah kecoklatan berjalan ke arah panggung dan melewati para siswa-siwa yang berdiri menunggu giliran. Saat anak lelaki bernama Aaron itu naik ke atas panggung saat itu juga para siswa memperhatikan dan ada juga yang berbisik-bisik. Anak lelaki itu pun menutup kedua matanya dan mengambil napas dalam-dalam lalu mengelurkannya secara perlahan. “Ice Floe.” Sebuah mantra sihir yang diucapkannya. Saat itu juga sebuah gumpalan es keluar dari tangannya. Anak lelaki itu terlihat sangat tenang saat mengeluarkan kekuatannya. Hingga lima menit berlalu anak lelaki itu mampu mempertahankan dan menyeimbangkan keuatan mana pada dirinya. Beberapa siswa yang melihat menjadi kagum. Sehingga lelaki bernama Aaron itu menjadi sangat sombong. Ketiga juri yang menilai pun memberikan tanda O yang menayakan Aaron lolos. Dengan wajah sombong dan dingin Aaron turun dari panggung dan kembali ke tempatnya. “Axton, silahkan naik ke atas panggung.” Anak lelaki bernama Axton pun naik dengan wajah cemas. Langkah kakinya pun sangat pelan seakan ia sangat tertekan. “Cepat naik ke panggung. Jangan membuang waktu!” pekik host yang menjadi kesal melihat Axton yang sangat lambat. “Siap ...” lirihnya dan mempercepat langkahnya. “Sepertinya dia sangat gugup,” batin Nao. Memperhatikan Axton. Setibanya di panggung. Anak lelaki itu pun mulai berkonsentrasi dan mengambil napas dalam-dalam. Saat membuka kedua matanya. Wajah anak lelaki itu menjadi sangat serius lalu mulai mengucapkan sebuah mantra sihir yang ia kuasai. “Fire Arrow.” Sebuah api berbentuk panah keluar dari kedua tangannya. Seketika para siswa kembali terkagum. “Wah. Lihat dia sangat hebat. Lebih hebat dari Aaron,” ujar salah satu siswa yang berbisik pada temannya. Mendengar percakapan tersebut membuat konsentrasi Axton buyar. Saat Axton akan menembakkkan panah apinya tubuh kecil itu gemetar dan belum sempat panah itu terbang ke langit panah api itu segera menghilang. Sehingga menimbulkan sebuah suara prihatin. Anak lelaki itu hanya bisa menundukkan kepalanya saat para juri mulai menilai. Satu persatu juri mengangkat kode. Dua juri sudah mengangkat kode O dan satu lagi X. Sisa satu lagi. Axton menunggu dengan perasaan cemas. Jika juri terakhir mengangkat X maka dia di nyatakan gagal. Tapi semoga saja juri terakhir itu mengangkat O. Dan dalam hitungan detik kemudian. Juri tersebut mengangkat kode saat itu juga lah sebuat senyuman tercipta di wajahnya saat juri terakhir mengangkat kode O. “Yes. Aku berhasil!” pekiknya senang. Sudah dua puluh tiga siswa yang di tes, dan tiga di antranya telah dinyatakan lulus dan ada juga yang telah gagal. Para siswa telah menampilkan keahlian mereka. Mulai dari Fire Element, Water Elemet, Air Elemet, dan Earth Element. Sisa Ken dan Nao yang belum di tes. “Ken, silahkan naik ke panggung.” Yang di tunggu-tunggunya pun tiba. Akhirnya giliran Ken yang menampilkan ke ahliannya. Lalu dengan percaya dirinya anak lelaki itu naik ke panggung. Beberapa siswa cewek terkagum-kagum melihat ketampanan Ken. “Semoga dia behasil,” batin Nao. Walau Ken selalu menjahilinya Nao tetap mendoakan yang terbaik pada Ken. Dia tak pernah membenci Ken. Ia hanya tak bisa mendekati lelaki itu karena sikapnya yang cuek dan sedikit nakal. Ken mulai berkonsentari lalu saat membuka mata kedua matanya bercahaya biru saat itu juga tanpa ada yang menyadarinya. “Ice Floe.” Sebuah gumpalan es terbentul Ken bertahan selama satu menit lalu kembali mengucap sebuah mantra. “Star shape.” Gumpalan itu kini berubah menjadi bentuk bintang. Pekikan dan teriakan yang sangat keras itu memenuhi lapangan Academic saat para siswa melihat gumpalan es itu berubah bentuk bahkan juri pun ikut terkagum. Tak sampai di situ. Ken kembali mengucap mantra. “Ice Blast.” Es berbentuk bintang itu ia angkat ke langit lalu dalam hitungan detik es itu pun meledak dan membentuk butiran-butiran es yang mirip salju. Sangat cantik dan indah. Para siswa sangat senang saat salju es itu menerpa tubuh mereka. “Cantiknya.” “Dia sangat hebat ...” mendengar pujian-pujian yang mengarah padanya membuat Ken menjadi semakin sombong. Anak lelaki itu menatap Nao sekilas lalu menatapnya sambil menyeringai seakan ia memberitahukan Nao bahwa ia lebih hebat dari Nao. Melihat senyum Ken membuat Nao takut. Apa lagi saat mendengar para siswa di sampingnya memuji-muji Ken, ada banyak pujian dan kata-kata manis Ken terima baik dari para siswa maupun para Juri. Nao pun mulai merasa kurang percaya diri, akan sangat berbanding terbalik dengannya. Apa kah ia akan mendapatkan pujian seperti Ken atau malah mendapatkan hinaan dan ejekan. “Siwa terakhir yaitu Nao di persilahkan untuk naik ke atas panggung.” Dengan wajah cemas, takut dan tertekan Nao berjalan naik ke atas panggung. Saat di atas panggung Nao tidak tahu haru berbuat apa. Para siswa yang melihat Nao naik ke panggung mulai berbisik-bisik. “Aku dengan anak itu hanya manusia biasa. Ia tak punya kekuatan sama sekali. Mengeluarkan mana pun ia tak bisa.” “Iya. Aku juga sudah dengar berita tentangnya. Kenapa ia bisa ada di sini? bukankah yang sekolah ini adalah anak-anak yang memiliki kemampuan.” “Iya. Aku juga tidak tahu. Kenapa kepala sekolah membiarkan anak itu mengikuti tes.” Mendengar percakapan itu membuat Nao tertekan. Ia hanya bisa diam di atas panggung. Ia ragu untuk mengeluarkan pedangnya yang sedari tadi ia bawa karena belum ada arahan dari sang host. “Kenapa hanya diam saja? tunjukkan bakatmu.” Ujar host tersebut. Namun, Nao hanya diam. hingga seorang lelaki tiba-tiba memberikan bisikan pada host tersebut. “Sepertinya peserta terakhir ini tak bisa mengeluarkan mana. Dan sebangai persyaratan untuk masuk ke Academic ini. Ia harus menguasai beberapa teknik pedang.” “Nao, apa kau sudah menyiapkan apa yang telah menjadi persyaratan tes masuk ini?” tanya host tersebut. Lalu dengan suara pelan Nao berkata, “Aku sudah siap.” Host tersebut memberikan sebuah senyuman sebelum melangkah menjauh untuk memberikan Nao ruang untuk menunjukkan keahliannya. Nao pun mulai berkonsentrasi dan bersiap-siap. Nao memegang erat pedangnnya dan berdoa dalam hati semoga ia di terima di Academic ini. Setelah memusatkan konsentrasinya. Nao pun mulai mengerakkan pedangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD