BAB 42 Tuan Arch

1676 Words
“Siapa kau sebenarnya.” Suasana seketika menjadi tegang saat Rei tiba-tiba mengacungkan pedang es ke wajah Nao dengan wajah serius. Nao, Ken dan Gin pun panik dengan apa yang terjadi. Padahal semuanya tampak baik-baik saja tadi. Namun kenapa Rei tiba-tiba mengacungkan pedang ke arah Nao. “Rei, apa yang kau lakukan?” tanya Ken tak terima dengan apa yang Gin lakukan pada saudaranya. “Iya, Rei. Apa yang kau lakukan? Kau jangan menakutiku,” ucap Gin pelan sambil berusaha menenangkan sahabatnya itu. Tubuh Nao juga sudah tanpak gemetar saking gugupnya dengan pedang yang mengarah pada wajahnya. Melihat wajah tegang Nao dan yang lainnya membuat Rei seketika tertawa terbahak-bahak. “Hahahaha, maafkan aku. Aku tadi hanya bercanda!” pekiknya dengan tawa yang masih menggelegar di bibirnya. Nao dan Ken pun mengela napas lega, ia pikir Rei benar-benar ingin membunuh Nao. “Rei, kau terlalu jail. Kau membuat kami takut saja,” ucap Gin kesal sambil melipat kedua tangannya di d**a. Rei pun menggaruk tenggkuknya yang tidak gatal merasa bersalah telah membuat Gin marah. “Iya, maafkan aku, Gin. Aku kan hanya bercanda.” “Tapi bercanda ada batasnya juga.” “Iya, aku tahu. Aku tidak akan melakukan itu lagi.” Di saat keempat pemuda itu sedang mengobrol beberapa warga dari desa Trogil tengah mengawasi mereka dibalik semak-semak bersembunyi. “Kenapa dia bisa lolos? Monster itu akan kembali menyerang saat tumbal yang kita kirimkan bebas. Kita harus menangkap mereka lagi sebelum monster kembali menyerang desa,” ucap salah seorang lelaki paruh baya. Beberapa dari mereka telah mempersiapkan sebuah alat untuk melumpukan Nao dan teman-temannya. Di saat keempat s*****n itu tengah mengobrol para warga desa Trogil segera mendekat sambil mengarahkan anak panah ke arah mereka. Dalam hitungan detik kemudian, salah satu dari mereka segera menembakkan anak panah ke arah Nao yang sedang mengobrol dengan temannya. Untungnya, Ken menyadari anak panah tersebut dan menarik tubuh Nao agar menghidar. “Apa kau tidak apa-apa?” tanya Ken pada Nao. “Iya, aku tidak apa-apa. Terima kasih telah menolongku.” Ken pun menatap ke arah anak panah itu berasal. “Siapa kalian dan tunjukkan diri kalian!” pekik Ken dengan rasa marah pada seseorang yang hampir mencelakai Nao. Beberapa warga desa Trogol segera keluar dari persembunyian mereka masih dengan mengarahkan anak pada pada Nao, Ken, Gin dan Rei. “Kalian,” desis Ken. Tentu saja Ken tahu siapa mereka. “Kau.” Salah satu dari mereka segera menunjuk Nao yang bediri di samping Ken. “Bagaimana bisa lolos dari tuan Arch?” Nao menaikkan alisnya bingung. Baru kali ini ia mendengar nama Tuan Arch. Begitu pun dengan ketiga temannya yang juga tak mengetahui siapakah yang para warga desa Trogil maksud. “Tuan Arch adalah seorang monster yang menguasai tempat ini. Dia adalah monster yang menginginkan tumbal pada kami setiap minggunya. Jika kami tidak memberikannya tumbal, maka Tuan Arch akan mengamuk dan membunuh kita semua.” “Maka dari itu, kami harus menangkapmu kembali dan membawamu kepada tuan Arch.” Setelah mengakhiri penjelasannya. Para warga desa Trogil segera mengancang-ancang akan menangkap Nao dan teman-temannya. “Tunggu dulu. Sepertinya telah terjadi kesalah pahaman di sini!” pekik Nao cepat berusaha untuk menghentikan para warga tersebut. “Kami tak memiliki kesalahan apapun. Kami harus menangkap kalian secepatnya sebelum tuan Arch sadar jika tumbal yang kami bawa lepas dan kembali mengacaukan desa.” “Bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan agar terhindar dari para warga desa ini. kami tak mungkin menyerang dan melukai mereka semua,” batin Nao berusaha berpikir untuk mencari sulusi terbaik agar keluar dari masalah yang ia hadapi saat ini. “Sepertinya, kita harus melawan balik. Para warga bodoh ini tidak akan melepaskan kita begitu saja. kita harus melawan balik dan segera lari dari tempat ini,” ucap Rei. “Tidak. Kita tidak bisa melukai mereka,” bantah Nao tak terima. “Kau hanya ingin diam mereka menangkap kita? Lihat! Mereka tidak akan melepaskan kita begitu saja!” pekik Rei kesal pada Nao. Nao terdiam tak bisa menjawab perkataan Rei. Keadaan semakin memanas dan tak lama lagi pertarungan akan terjadi. Nao harus memikirkan cara agar mereka bisa pergi tanpa harus melukai siapapun. Tepat saat Nao kedua belah kubuh akan saling bertarung. Tanah yang mereka pijak pun seketika begetar. Seakan terjadi gempa bumi. “Gawat! Gawat! Tuan Arch sepertinya marah. Bagaimana ini, Tuan Arch akan mendatangi desa dan akan menghancurkan desa!” pekik salah satu warga desa Trogil panik dan disusul kepanikan dari warga lainnya. “Tidak bisa ditunda lagi. Kita harus menangkap mereka dan menyerahkannya pada Tuan Arch,” ucap salah satu warga dingin menatap Nao dan yang lainnya. Warga Trogil pun kembali mengarahkan benda-benda tajam ke arah Nao dan yang lainnya bersiap untuk menyerang. Namun, beberapa datik kemudian, Tuan Arch yang mereka takuti tiba-tiba keluar dari Gua dan menatap ke arah mereka. Seketika tubuh para warga desa Trogil pun gemetar ketakutan sambil mendekati Tuan Arch dan berlutut. “Tuan Arch. Maafkan kami tak bisa memberikan tumbal tepat waktu. Aku mohon jangan hancurkan desa kami. Kami akan menangkap mereka dan menyerahkannya padamu secepatnya,” ucap salah seorang lelaki paruh baya dengan perasaan takut pada monster besar di hadapan mereka. “Nao, kenapa kau masih ada di sini?” tanya sang monster melihat Nao dan teman-temannya tak jauh dari pintu gua. Hanya Nao yang mengerti apa yang monster tersebut katakan. Sedangkan para warga hanya mendegar sang monster mengaum marah mengira monster itu akan memembunuh mereka dan menghancurkan desa secepatnya. “Tuan Arch aku mohon jangan marah. kami akan menangkap mereka!” pekik salah satu warga desa sekali lagi. Nao tersenyum pada sang monster. Sepertinya ia harus bicara pada sang monster mengenai masalah desa Trogil. Sepertinya telah terjadi kesalah pahaman di sini. Nao pun mendekati sang monster dengan perasaan santai. Melihat Nao yang mendekati sang monster membuat para warga desa tersenyum senang. “Sepertinya anak muda itu cukup berani untuk mendekat. Tidak sadar jika nyawanya sebentar lagi akan melayang jika mendekati tuan Arch,” batin beberapa warga desa Trogil senang. “Maafkan aku, ada sesuatu yang harus aku selesaikan sebelum pergi,” ucap Nao pada sang monster. “Sepertinya di sini telah terjadi kesalah pahaman,” lanjutnya. “Kesalah pahaman apa?” “Bisakah kau katakan apa yang selama ini kau lakukan pada mereka?” tanya Nao. “Aku tak melakukan apa-apa. Aku hanya ingin bermain dengan mereka. Anak-anakku sangat suka manusia.” Nao pun kembali mengingat kejadian pertama kali ia di bawah ke dalam gua. Anak-anak sang monster sangat suka bermain. Namun permainan mereka sangat berbahaya bagi manusia biasa. Mereka bisa saja mati cepat saat bermain. “Apakah kau meminta tumbal pada mereka?” “Tidak, aku hanya ingin membawa salah satu manusia untuk menemani anak-anakku bemain. Tapi, manusia sangat lemah dan cepat mati. Tiap kali ada yang datang selalu bernasib sama,” ucap sang monster lirih membayangkan sudah berapa banyak manusia yang mati saat bermain dengan anak-anaknya. “Nao, apa kau bicarakan padanya?” tanya Gin yang tidak mengerti dengan pembicaraan Nao dan sang monster. Para warga desa Trogil juga begitu kaget saat Nao terlihat berbicara dengan sang monster. Namun tak ada dari mereka yang mengerti. Para warga desa itu masih menunggu instruksi dari sang monster. Nao tersenyum pada teman-temannya. “Sudah aku duga, telah terjadi kesalah pahaman di antara mereka.” “Kesalah pahaman apa?” tanya Ken. Nao tersenyum dan segera menatap para warga desa yang masih berlutut di hadapan sang monster. Nao pun segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Menjelaskan kesalah pahaman mereka pada sang monster yang selama ini mereka mengira sang monster meminta tumbal. “Ohhh, ternyata begitu. Aku kira Tuan Arch mencari tumbal.” “Lalu di manakan para pemuda yang kami bawakan kepada Tuan Arch?” tanya salah satu warga Trogil. “Ahh, itu. Mereka sumua telah mati,” ucap Nao pelan. Ia merasa tidak enak harus menyambapkan kabar buruk tersebut. “Bukankah kau bilang, Tuan Arch tidak meminta tumbal? Lalu mengapa mereka semua mati?” “Itu karena anak-anaknya tidak sengaja membunuh mereka. Anak-anaknya hanya ingin mengajar pemuda yang dibawa kemari untuk bermain.” Nao pun mulai menjelaskan perihal masalah apa saja yang terjadi selama ini dan telah disalah pahami oleh warga desa Trogil. Para warga Trogil yang tadi ingin menangkap Nao dan teman-temanya pun mulai berdiskusi panjang lebar dengan Nao yang bisa berbicara pada Tuan Arch mereka. mereka yang tadinya sangat membenci Nao pun mulai segang dan menyambut Nao dan teman-temanya dengan baik di desa Trogil. Mereka juga mengadakan pesta kecil-kecilan untuk mereka dan sangat berterima kasih telah menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada desa selama ini. *** Esok harinya, Nao dan teman-temanya segera berpamitan pada warga desa Trogil dan monster yang selama ini mengekang warga Trogil. Karena mereka harus kembali melanjutkan perjalan untuk mencari buku sihir. Nao pun mual tenang, Warga desa mulai berusaha untuk menerima monster tersebut dan menjadiakan monster tersebut sebagai penjaga desa jika sewaktu-waktu terjadi serangan pada monster lain. “Hati-hati dijalan dan semoga apa yang kalian cari segera didapatkan,” ucap salah satu warga pada Nao dan yang lainnya dengan ramah. “Iya, Pak. Terima kasih atas pesta yang bapak berikan semalam,” ucap Ken berterima kasih. Nao pun segera menghampiri sang monster. “Jaga dirimu baik-baik, Nao. Semoga perjalananmu menyenangkan bertemu dengan orang-orang baik,” ucap sang monster. “Iya, jaga desa Trogil dengan baik, yah.” Nao dan yang lainnya pun segera melankah menjauh untuk melanjutkan perjalanan. Namun baru beberapa langkah Nao mengingat sesuatu yang belum sepat ia katakan pada warga desa Trogil. “Ada apa, Nao?” tanya Ken saat melihat Nao berjalalan berbalik ke desa. “Ada apa, Nak Nao?” “Maaf, Pak. Aku lupa sesuatu,” ucap Nao canggung. “Lupa apa?” “Sebenarnya monster itu betina bukan jantan. Sebainya bapak menyebutnya nyonya bukan tuan,” bisik Nao pada lelaki paruh baya tersebut membuat lelaki itu malu. Ternyata lema ini mereka salah. mengira jika monster yang menyerang desa adalah jantan. Setelah memberitahukan hal tersebut, Nao dan teman-temannya pun kembali melanjutkan perjalana mereka. Perjalanan mereka masih jauh untuk bisa menemukan buku sihir yang entah di mana buku sihir itu berada saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD