BAB 41 Menyelamatkan Nao

1760 Words
Ken dan teman-temannya mengikuti anak lelaki yang akan membawanya pada Nao yang dijadikan tumbal. “Berhenti! Kita harus bersembunyi ...” pekik anak lelaki itu cepat saat menyadari beberapa orang kini berjalan ke arahnya. Ken dan yang lainnya menurut lalu bersembunyi di semak-semak. Dan benar dugaan anak lelaki itu. Beberapa orang kini berjalan ke arahnya. Mungkin mereka kembali ke desa mereka setelah mengantar tumbal. “Mereka ...” geram Ken. Melihat para rombongan tersebut. Untungnya ada Rei dan Gin yang segera mencegah Ken untuk bertindak gegabah. “Shut ... jangan ribut ... atau mereka akan menyadari keberadaan kita,” bisik Rei. “Iya .. jangan ribut ...” akhirnya Ken pun sedikit tenang. Namun, sayangnya tak sengaja Ken menginjak ranting kayu. “Siapa di sana?” pekik para rombongan itu cepat sambil menatap ke arah persembunyian Ken dan teman-temannya. Salah seorang lelaki dari rombongan itu berjalan mendekat ... semakin dekat lagi ... Ken dan teman-temannya mulai panik. “s**l sepertinya kita ketahuan,” batin Gin. Saat jarang mereka sekitar satu meter dengan terpaksa anak lelaki itu pun keluar dari persembuyiannya. “Maafkan aku ...” ujar anak lelaki itu sambil tertawa canggung dengan menggarung belakang kepalanya yang tidak gatal. “Ternyata kamu. Kau itu mengagetkan kami saja.” “Maafkan aku ...” “Apa yang kau lakukan sendirian di sini?” ujar salah satu rombongan. “Itu ... aku sedang memburu binatang untuk makan malam nanti ...” “Ah. Aku kira ada apa. Ayo kembali bersama kami.” seorang lelaki merangkul tubuh anak lelaki itu dan membawanya pergi bersama mereka. Sebelum pergi anak lelaki itu memberikan isyarat pada Ken dan temannya untuk segera pergi menolong Nao. Setelah kepergian para rombongan itu. Ken dan teman-temannya pun mulai keluar dari persembunyiannya. “Anak lelaki itu pergi. Kita harus ke arah mana?” tanya Gin. Ken pun terdiam lalu memperhatikan sekelilingnya. “Kita ikut saja jejak-jeka kaki mereka dengan arah berlawanan. Sepertinya jejak kaki ini akan membawa kita tempat di mana Nao berada,” ujar Ken sambil menunjuk jejak-jejak kaki yang tercetak jelas di tanah. “Em. Kita berangkat sekarang juga.” ketiganya pun mulai berjalan mengikuti jejak-jejak kaki. Hingga tak terasa tiga puluh menit berlalu. Kini ketiganya beridiri di hadapan sebuah gua yang sangat besar. “Apa di sini tempatnya.” “Kita masuk saja. Dari jejak kaki yang kita ikuti tadi mengarah masuk ke gua ini.” “Baiklah. Kita masuk bersama-sama,” ujar Rei. Ken dan Gin pun mengangguk. Lalu ketiganya pun memasuki gua dengan perasaan was-was. “Dingin sekali ...” lirih Gin. Lelaki itu menggosok-gosok tubunya. Saat memasuki gua mereka di sambut dengan hawa dingin yang luar biasa. Tak hanya itu, suasana yang sangat gelap dan hening menambah kesan menyeramkan dari gua yang merak masuki saat ini. “Aura apa ini? Kuat sekali ...” gumam Rei tiba-tiba. Semakin mereka jauh melangkah masuk aura menyeramkan semakin menguar hebat. Membuat bulu kudung ketiganya meremang. “Ice sword.” Ken dan Rei mengeluarkan pedang es. berisap-siap jika ada yang menyerang. Sedangkan Gin lelaki itu di apit oleh dua temannya. Karena untuk sementara Gin tidak boleh mengeluarkan sihir. Rei takut tubuh Gin akan semakin melemah. Saat mereka sudah semakin masuk ke dalam gua saat itulah ia mendebgar sesuatu. Sebuah auman monster membuat mereka bertiga membeku seketika. “Sepertinya kita harus bersiap-siap menghadapi monster yang super kuat,” gumam Ken. “Iya ... kita harus berhati-hati.” “Kita hanya perlu membawa Nao pergi. Setelah itu kita kabur. Membunuh monster itu pasti akan sulit. Jadi lebih baik kita hanya membawa Nao pergi.” Keduanya mengangguk mengerti. Saat ketinga hampir mencapai pertengahan gua mereka lagi-lagi di kejutkan dengan auman monster. “s**l ... kita harus mempercepat sepetinya Nao dalam bahaya,” pekik Ken yang muali tidak sabaran. Lelaki itu pun beralari sekuat tenaga menuju tengah Gua dan di susul oleh Gin dan Rei. “Nao kami datang men_” Ken pun menghentikan teriakannya dan mematung melihat apa yang terjadi di hadapanya. “Ada apa?” tanya Rei dan Gin. Keduanya pun menghampiri Ken dan mereka pun sama-sama kaget dengan apa yang mereka lihat. “What the hell.” Di hadapannya kini Nao sedang bermain dengan anak monster berbulu yang sangat lucu. Nao di keliling monster-monster imut. Mengajak lelaki itu bermain-main. “Nao ... apa yang terjadi di sini?” tanya Ken masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Ah. Kalian ada di sini!” pekik Nao senang dan meninggalkan monster itu menghampir teman-temannya. Tiba-tiba induk monster mendekati Ken, Gin dan Rei dengan tatapan marah. Ken, Rei dan Gin pun mulai was-was dan memasang kuda-kuda. Segera Nao berjalan di tengah-tengah mereka. Nao menatap induk monster tersebut. “Jangan marah mereka adalah teman-temanku. Mereka orang baik, kok.” Nao berusaha menenangkan induk monster tersebut. Seakan mengerti dengan perkataan Nao. Monster itu pun mejauh dan menghampiri anak-anaknya. “Nao apa yang terjadi di sini? sejak kapan kau bisa mengendalikan monster?” tanya Ken serius. “Ah. Soal itu aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saja aku mengerti dengan apa yang ia katakan.” Nao pun kembali mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. FLASHBACK. Nao menatap takut monster yang ada di hadapannya dan tak lama kemudian pandangannya mulai mengelap. Saat ia membuka mata ia berada di sebuah tempat yang sangat familiar baginya. Sebuah tempat hitam putih yang selalu muncul dalam mimpinya. “Apa lagi-lagi aku sedang bermimpi yah,” batinnya. “Nao ... kemari, Nak ...” “Suara itu ...” suara yang sangat ia kenal. Suara itu selalu memanggil saat ia berada di tempat ini. Nao mengikti arah suara tersebut. Seperti biasa ia melihat sebuah pintu yang bercahaya terang. “Saat aku membukanya aku akan kembali ke alam sadarku,” kata Nao. Ia sudah hapal dengan mimpi yang terus-menerus ia alami. “Nao ... kemari, Nak ...” lagi Nao di panggil. “Baiklah aku kembali saja deh ...” gumam Nao dan cepat membuka pintu. Namun, kali ini dugaannya salah. Mimpinya berbeda. Ia tidak kembali ke dunianya. Saat ia membuka pintu itu. Ia melihat seorang wanita yang kini berdiri di hadapannya. “Kemarilah, Nak.” Wanita itu melambai-lambai padanya dengan wajah tersenyum. Saat melihat wajah wanita itu. Ada perasaan sedang sekaligus sedih yang merasuk di hatinya. “Siapa wanita ini? Kenapa aku merasakan sesuatu yang sangat aneh berada di dekatnya,” batin Nao. Walau begitu ia tetap mendekat. Wanita itu pun memegang kedua tangannya. Tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi sedih. “Apa kau sangat menderita, Nak?” tanya wanita itu. Nao menggelengkan kepalanya cepat. “Aku tidak menderita. Karena aku telah menemukan orang-orang yang sangat berarti bagiku,” ujar Nao cepat. Wanita itu tersenyum.”Syurlah ... ibu senang mendengarnya.” “APA? IBU?”tanya Nao kaget. Benarkah wanita yang ada di hadapanya ini adalah ibu kandungnya. “Maafkan ibu yang tak bisa merawatmu hingga saat ini.” “Ibu ...” seketika kedua mata Nao berkaca-kaca. Wanita ini adalah ibu kandungnya. Wanita yang telah melahirkannya. “Iya, Nao.” “Ibu, aku ingin beratanya. Kenapa aku tidak mempunyai mana? Kenapa aku terlahir sebagai manusia biasa tak seperti orang-orang yang lainnya.” “Itu karena _” Ucapan wanita itu terpotong saat mendengar suara bunyi lonceng yang sangat kuat. “Maafkan ibu. Untuk sementara ini ibu tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Tapi, ibu yakin suatu saat nanti kau akan mengetahui jawabannya.” “Tapi ...” “Kekuatanku terlalu lemah untuk bisa menemuimu. Sebagai gantinya. Ibu akan memberimu sebuah hadiah besar yang dapat membantumu dalam perjalananmu.” “Hadiah apa?” “Kau akan tahu saat kau bangun.” Wanita itu tersenyum pada Nao lalu akhirnya secata perlahan menghilang. “Ibu ... ibu ...” Nao berteriak memanggil ibunya. “Ibu ...” dan pada teriakan terakhinya Nao pun tersadar dan kembali ke dunia nyata. Lelaki itu memperhatikan sekelilingnya. Tak jauh dari tempatnya ia melihat banya monster berbulu. Ingatannya kembali saat mengingat kejadian sebelum ia pingsang. Ia melihat monster berbulu yang sangat besar berdiri di hadapnnya tadi. “AAAAA!” Nao berteriak kaget. Lalu mendudukkan tubuhnya. “Eh? Bukankah kedua tangan dan kakiku tadi sedang diikat?” tanya Nao dalam hatinya bingung. “Sakit ... Sakit ... sakit.” Lagi-lagi ia mendengar suara auman yang sangat keras tak hanya itu ia juga mendengar suara yang merintih kesakitan. “Jangan-jangan monster itu sendang memakan manusia,” batin Nao takut. Nao mendekati arah auman itu lalu tatapannya menjadi sangat bingung. “Di mana manusia yang ia makan,” batinnya. Lagi-lagi monster itu mengaum. “Sakit ... sakit ...” “What? Apa aku tidak salah dengar,” batin Nao. “Apa aku sedang bermimpi yah.” Nao segera mencubit wajahnya. “Arakh ...” lelaki itu memekik sakit. Karena suaranya itu mengalihkan tatapan monster itu padanya. “Gawat ...” Nao segera mengendap-endap mundur. “Akrk ... sakit ...” pekik seseorang. Nao berbalik dan menatap siapa yang ia senggol tadi. Wajahnya seketika memucap saat itu juga. Anak monster kini beridri di hadapnnya. “Jangan-jangan aku benar-benar bisa mengerti apa yang mosnter itu katakan.” Salah satu anak monster mengguling-gulingkan tubuhnya kearah Nao. Dengan cepat Nao menghindar. Bagunan runtuh sedikit akibat baneturan anak monster itu pada gua. “Ayo main ...” sekai lagi monster itu mengelindingi tubuhnya ke arah Nao seakan mengajak lelaki itu bermain. Tapi, permaian anak mosnter itu sangat berbahaya. Salah sedikit nyawa melayang. Nao segera mengendap-endap pergi. “Arkh sakit ...” Sekali lagi ia mendengar suara wanita yang meringis sakit. “Apa jangan-jangan induk monster ini yah.” Nao mendekati induk mosnter berbulu itu dan benar saja ia melihat sebuah kayu tajam menancap di kaki monster tersebut. Dengan memberanikan diri Nao mendekat dan berusaha mengluarkan kayu itu di kaki monster. Induk monster itu pun berterima kasih pada Nao. Untuk menghilangkan kebosanan di gua itu Nao pun mengikuti permaian anak-anak monster tersebut. FLASHBACK END Ken dan yang lainnya pun mengerti dengan cetita Nao. Tak menyangka Nao mengerti dengan perkataan monster itu. Nao dan teman-temanya pun berpamitan keluar dari gua. “Akhirnya kita bisa keluar dari gua ini dengan selamat tanpa bertarung,” gumam Nao senang. “Iya. aku masih tak percaya kau bisa mengerti dengan apa yang monster itu katakan padamu,” gumam Ken. “Sebaiknya kita lanjutkan perjalan kita untuk mencari buku sihir,” pekik Nao senang. Nao dan Ken berjalan di depan. “Tunggu!” pekik Rei tiba-tiba dengan nada dingin. “Ada ap_” “Siapa kau sebenarnya.” Ucapan Nao terpotong saat tiba-tiba Rei mengacungkan pedang es di wajah Nao dengan wajah serius. Nao, Ken dan Gin pun panik dengan apa yang terjadi saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD