BAB 28 Meminta Izin

1172 Words
Para warga desa mulai bergotong royong untuk membangun desa mereka. Mengembalikan rumah yang hancur seperti semula. Mereka membagi tugas. Para lelaki yang membangun rumah sedangkan para perempuan mencari makanan dan memasak. Kini Nao dan keluarga berdiskusi serius dalam tenda. “Aku ingin pergi berkelana mencari buku sihir itu.” “Tidak Nao. Kau tidak boleh pergi.” Ibu Nao berusaha melarang, ia tak ingin anaknya itu pergi jauh darinya apa lagi dunia luar sangat berbahaya. “Tapi, ini satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatanmu. Aku tidak ingin kau hidup sepertiku tanpa kekuatan apa pun.” “Tidak apa-apa. Nao. Aku bisa kok hidup seperti ini.” “Tidak, Ma. Kau tidak bisa ... aku tetap akan pergi berkelana mencari buku sihir itu.” Nao berusaha menyakinkan ibunya. “Dengan adanya buku sihir itu. Kita bisa mengembalikan kekuatanmu dan aku bisa menjadi lebih kuat. Aku ingin melindungi orang-orang aku sayangi. Jadi aku mohon ... biarkan aku pergi.” Nao masih terus memelas pada ibunya. “Tapi kau pergi dengan siapa? Lagian kita tidak tahu apakah buku itu benar-benar ada atau tidak.” “Aku yakin buku itu ada, Ma.” “Tap_” “Biarkan dia pergi sayang. Aku percaya pada Nao. Aku yakin dia bisa menemukan buku sihir itu,” ujar sang ayah memotong perkataan istrinya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan Nao dan isterinya. “Iya. Aku juga percaya pada Nao. Aku yakin Nao bisa menemukan buku sihir itu,” ujar seorang lelaki yang baru saja masuk ke dalam tenda mereka yang tak lain adalah Pak Reonald. Lelaki itu tak sengaja mendengar pembicaraan Nao dan kedua orang tuanya saat ia lewat. “Tapi ...” lirih wanita paruh baya itu. Ia tak ingin membiarkan anaknya pergi. Di luar sana sangat berbaha bagi Nao. Ada banyak monster yang berkeliar di luar sana. Membiarkan Nao pergi sama saja jika ia membiarkan anaknya pergi mengantarkan nyawa. “Ma ... aku bukan anak kecil lagi. Aku juga mulai berkembang. Aku tak lemah seperti dulu lagi ...” lirih Nao yang masih berusaha untuk memelas. Sang ibu pun menghela napas. “Baiklah ibu mengijinkanmu pergi.” “Benarkah! Terima kasih, Ma...” Nao segera memeluk ibunya setelah mendengar persetujuan dari wanita itu. “Tapi dengan satu syarat ...” Nao segera melepas pelukannya menunggu syarat yang akan ibunya katakan padanya. “Aku ingin kau pergi dengan Ken ...” “APA!” Pekik seseorang yang baru saja tiba di tenda itu. Baru saja Ken berencana untuk beristirahat di tenda setelah beberapa jam membantu para warga desa. Saat ia tiba di tenda ia mendengar pembicaraan Nao dan ibunya. Dan yang lebih mengejutkan ibunya ingin dia pergi bersama dengan Nao untuk berkelana mencari buku yang tak tahu di mana keberadaannya. Ken segera mendekati ibunya. “Aku tidak mau pergi, Ma. Itu hanya akan sia-sia bagiku. Buku itu tak pernah ada. Jika memang ada ... sudah dari dulu ada yang menemukan buku itu. Tapi, hingga sekarang tak ada yang menemukan buku itu. Itu artinya buku sihir itu tidak pernah ada dan hanya ada dalam dongeng,” Jelas Ken. Nao pun menunduk sedih. Itu artinya ia tidak punya kesempatan untuk berkelana. Ken tidak ingin pergi maka ia pun tidak di perbolehkan untuk pergi. “Haruskah aku pergi secara diam-diam.” *** Sore harinya Nao menemui gurunya. Membicarakan tentang keberadaan buku sihir itu. “Aku tidak tahu di mana letak buku itu. Hanya saja dari beberapa informasi yang aku dapatkan beberapa tahun yang lalu. Buku sihir itu sempat terlihat di kota Karion. Setelah itu buku sihir itu menghilang bersama dengan pemiliknya. “Itu artinya aku harus pergi ke kota Karion,” batin Nao. “Kota Karion ke arah mana?” “Kau hanya perlu berkelana ke arah barat ... tunggu sebentar aku ambilkan peta.” Pak Reonald pun meninggalkan Nao untuk mengambil petanya yang ada di dalam tenda. Setelah mendapatkan peta itu Pak Reonald pun kembali ke tempat Nao. Nao pun memperhatikan peta yang di perlihatkan Pak Reonald dengan serius. “Jika kau berjalan ke arah ini. Kau akan tiba di desa Trogir. Setelah berjalan beberapa kilo dari desa ini kau akan tiba di kota Gruyeres. Setelah melalui kota ini kau akan menemukan pegunungan es. Di sana sangat berbahaya. Ada banyak monster berjenis es yang tak mudah untuk di kalahkan. “Jika tidak ingin berhadapan monster es itu kau bisa memutar arah. Ke jalan ini ...” Pak Reonald menjelaskan dengan serius. “Di jalan ini kau tetap akan menemukan monster tapi monster yang ada di jalan ini tidak terlalu kuat. Tak hanya itu melalui jalan ini akan membutuh banyak waktu untuk tiba di Kota Karion.” Pak Reonald pun segera menggulung peta itu dan measukkannya ke dalam kantung. “Menjelaskan tentang peta ini sangat percuma. Lagian kau tidak diijinkan untuk pergi. Sebaiknya kau cepatlah tidur. Besok kami akan membutuhkan pertolonganmu untuk membantu para warga desa bembangun rumah,” ujar Pak Reonald mengacak rambut Nao lalu berjalan pergi ke tendanya. Meninggalkan Nao seorang diri. *** Nao masih betah duduk diam di atas pohon sambil menatap indahnya langit malam yang penuh bintang. Tiba-tiba terdengar suara langkah mendekat. “Apa yang kau lakukan di sana? Kau tidak tidur?” Nao berbalik menatap seorang lelaki yang menatapnya. “Nanti aku tidur, Ken.” setelah itu Ken pun meninggalkan Nao seorang diri. Setelah Ken pergi dari pandangannya segera Nao mengeluarkan sebuah ketas dan pena. Jari-jari lelaki itu pun bergerak-gerak di atas kertas kosong. “Mungkin ini yang terbaik,” batinnya. Nao pun menggulung kertas surat itu lalu melompat dari pohon dan berjalan menuju tendanya. Setibanya di sana ia melihat Ken dan kedua orang tuanya kini tertidur pulas. Sejenak Nao memperhatikan wajah ibu dan ayahnya bergantian. “Maafkan Nao, Ma ... Pa ... aku harus pergi ...” lirihnya. Secara diam-diam Nao pun meletakkan kertas suratnya di dekat sang ibu. Mengambil sebuah tas dan memasukkan barang-barang yang akan ia perlukan nanti saat di perjalanan. Setelah membereskan barangnya Nao pun segera keluar dari tenda. Tanpa Nao sadari sedari tadi Ken memperhatikannya. “Menyusahkan saja,” batinnya. *** Setelah keluar dari tendanya Nao segerea berjalan menuju tenda gurunya. Setibanya di tenda Pak Reonanld lelaki itu tersenyum melihat gaya gurunya yang terlihat konyol saat tertidur. Di samping gurunya ia melihat peta yang gurunya perlihatkan tadi sore. “Itu dia,” batinnya dan segera mengambil peta itu secara diam-diam. “Guru ... maafkan aku. Aku mengambil petamu secara diam-diam,” batinnya. Setelah itu Nao pun keluar dari tenda gurunya. Dan tanpa lelaki itu sadari sedari tadi Pak Reonald menyadari keberadaanya. Lelaki paruh baya itu tersenyum. “Aku tahu kau tidak akan diam ... semoga kau bisa kembali dengan selamat. Dan aku harap kau menemukan buku sihir itu secepatnya.” “Cepatlah kembali ... karena kami akan menunggumu di sini,” batin Pak Reonald lalu kembali melanjutkan tidurnya. Kini Nao terus berjalan menuju hutan. Tak terasa malam mulai berganti siang. Matahari mulai menunjukkan cahayanya. Setibanya lelaki itu di puncak gunung lelaki itu segera menatap desanya dari kejauhan. “Tunggu aku ... aku pasti akan kembali dan membawa buku sihir itu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD