BAB 27 Buku Sihir

1461 Words
Tak terasa pertarungan keduanya berlangsung cukup lama. Seharian Nao dan gurunya mengatasi tiga monster itu. mencegah ketiganya untuk menginjakkan kaki di desa mereka yang sudah hancur. “Bertahanlah, Nak ...” lirih ibu Nao dari kejauhan. Menatap anaknya yang berjuang mati-matian demi keselamat warga desa. “Nao!” pekik wanita itu tiba-tiba saat melihat anaknya terpental dan membentur sebuah pohon hingga membuat anaknya muntah darah. Sang ibu sangat panik saat itu juga. Ia ingin menghampiri anaknya yang berusaha bangkit. Tapi, mengingat kondisinya sekarang membuatnya tak bisa berbuat apa-apa. “Nao ...” Ibu Nao memberontak berusaha untuk membantu Nao, sayangnya keadaannya yang tidak memungkinkan. “Tenang, sayang. Biar aku yang membantunya,” ujar suami cepat dan meninggalkan istrinya menuju anaknya. “Apa kau tidak apa-apa, Nak?” tanya sang ayah cemas sambil membantu anaknya berdiri. “Aku tidak apa-apa, Pa. Kalian jangan kemari. Di sini sangat berbahaya,” ujar Nao menenangkan ayahnya. Sejujurnya ia sudah sangat lelah. Apa lagi kemarin ia telah bertarung mati-matian dan sekarang ia harus berjuang sekali lagi demi warga desa yang ia cintai. Ia tidak ingin desanya hancur. Sang ayah pun menjauh dan menghampiri istrinya. Segera Nao kembali berjuang bersama dengan Pak Reonald. Awalnya keduanya terlihat kompak saat bertarung. Tapi, lambat laun keduanya bertarung tak karuan. Kaduanya mulai sangat kelelahan sehingga keduanya tak bisa kompak seperti semula. “Bukankah sebaiknya kita membantu mereka? Keduanya berjuang untuk desa kita? Masa kita hanya duduk diam melihat mereka?” Tanya salah satu warga yang mulai mencemaskan Nao dan Pak Reonald. “Tapi, kita bisa apa? kita hanya akan menghalangi pertarungan mereka.” “Tapi, setidaknya kita berusaha untuk membantu.” Kali ini Pak Reonald yang terpental dan menabrak salah satu bangunan. Kali ini para warga mulai panik. “Aku harus membantu mereka,” ujar salah satu dari mereka. “Fire arrow.” Lelaki paruh baya itu segera mengeluarkan panah api dari tangannya. Walau pun panah apinya tidak akan membuahkan hasil. Setidaknya ia telah mencoba untuk membantu. Salah satu monster segera menyerang Pak Reonald yang saat itu berusaha untuk bangkit dari reruntuhan. Namun, untungnya sebelum tangan monster itu mengenai Pak Reonald sebuah panah api dari lelaki paruh baya itu mengenai tangan monster itu sehingga serangat monster itu meleset. Ayah Nao yang melihat salah satu warga desa membantu lelaki itu pun ikut mendekat dan membantu. “Fire arrow!” pekik keduanya serentak lalu kembali melayangkan anak panah api mereka ke tubuh monster itu. Melihat hal itu membuat satu per satu warga desa pun mulai ikut membantu. Para warga desa pun saling berdampingan. “Fire arrow!” Mereka pun serempak menggunakan panah api untuk menyerang salah satu monster. “Ice arrow.” Setelah itu pengguna air pun juga melayangkan serangan. Lalu di susul dengan serangan angin. “Strong winds.” Tiga serangan berturu-turut itu pun membuahkan hasil terlihat saat monster itu melangkah mundur. Nao dan Pak Reonald kaget melihat usaha yang di lakukan para warga desa. “Sepertinya kita berhasil membuatnya mundur,” ujar salah satu warga desa senang. Tapi tidak dengan Nao. Lelaki itu seketika panik. Serangan para warga akan membuat monster itu menyerang mereka. “Tidak,” batin Nao panik. “Kalian menyingkir dari sana cepat!” teriak Nao memperingati. Tapi mereka tdak mendengarkan peringatan Nao. Karena menganggap mereka bisa mengalahkan monster itu. “Kita kembali menyerang monster itu secara bersama-sama.” “Fire arrow.” “Ice arrow.” “Strong winds.” Para wara desa pun kembali menyerang secara serentak. Tapi, sayangnya. serangan mereka berhasil dihancurkan membuat mereka kaget. Monster itu terlihat sangat marah dan mulai memberontak memukul apa pun yang ada di sekitarnya. Tak hanya itu rontakan yang di lakukan monster itu membuta tanah bergoyang-goyang seakan terjadi gempa dahsyat. “Gawat,” batin Nao. Para warga mulai kehilangan konsentrasi beberapa dari mereka terjatuh dan terduduk di tanah karena tidak bisa memperahankan keseimbangan tubuh mereka. Saat itulah monster itu pun menyerang. “Ayah!” pekik Nao panik saat itu juga. Pak Reonald yang kebetulan sangat dekat dengan para warga itu segera menghalau serangan monster tersebut untuk melindungi para warga. Sehingga tangan monster itu mengenai tubuhnya membuat lelaki paruh baya itu kembali terpental jauh dan membentur beberapa bangunan. “Guru!” Nao pun berlari sekuat tenaga menuju guru yang kini terbaring tak berdaya. “Guru ...” lirih Nao melihat gurunya yang kini bersimpahan darah. Gurunya terluka sangat parah akibat serangan itu. Melihat Pak Reonald tak sadarkan diri membuat warga desa menjadi panik. “Sepertinya tidak ada harapan untuk mempertahankan desa. Sebaikanya kita melarikan diri dari sini.” “Betul kita harus pergi dari sini secepatnya.” Mereka pun mulai berlarian menjauh dari para monster itu. meninggalkan Pak Reonald, Nao dan kedua orang tuanya. “Kalian mau kemana?” terik Nao. Tapi mereka seakan tuli dan tak ingin mendengar. Monster itu mengaum sangat keras. Nao pun berbalik kini ketiga monster itu menatapnya. “Kita harus pergi ...” lirihnya menatap ayahnya. “Biar aku bantu.” Nao dan ayahnya segera mengangkat Pak Reonald menuju tempat ibunya yang kini tak berdaya. Nao menggendong ibunya yanglumpuh sedangkan ayahnya mengendong Pak Reonald yang tak sadarkan diri. Para monster itu semakin dekat dengan mereka membuat mereka semakin ketakutan. “Pergilah ... jangan hiraukan aku ...” lirih sang ibu karena tak tega melihat anaknya yang kesulitan membawa mereka. “Tidak ... Ma. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini. Kita harus pergi bersama-sama.” “Apa yang di katakan anak kita benar, Sayang. Kita harus pergi bersama-sama.” “Tapi, kalian kesulitan membawaku. Aku hanya menghambat kalian.” Para monster itu kembali memberontak dan menggoyangkan tanah membuat mereka kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Saat Nao ingin membantu ibunya saat itu juga ia merasakan hawa membunuh di belakannya. Lelaki itu segera berbalik tak hanya Nao kedua orang tuanya pun ikut berbalik dan saat itu jugalah wajah mereka pun pucat pasih. Tiga monster itu berdiri tepat di hadapan mereka. Monster-monster itu pun menyerang mereka bersamaan. Nao dan kedua orang tuanya segera berpegangan tangan dan menutup kedua mata mereka. Ketiga pasrah saat itu juga. Saat itulah terdengar sebuah tebasan yang mengakibatkan tangan-tangan monster itu pun patah bersamaan. “Apa yang kalian lakukan? Kalian tunggu kematian yah?” tanya seseorang. Ketiganya pun segera membuka mata mereka. “Ken!” pekiknya senang secara bersamaan. Tak jauh dari tempatnya berdiri seseorang yang mereka kenal. Lelaki itu adalah Ken dan di belakan Ken ada teman-temannya. “Apa yang kalian tunggu cepat menyingkir dari sana.” Nao dan ayahnya pun segera membawa ibunya dan Pak Reonald menyingkir selama mosnter itu masih sibuk dengan rasa sakit pada kedua tangan mereka. “Regenarasi monster itu terlalu cepat,” ujar salah satu teman Ken. “Benar. Maka dari itu kekompakan dan kelincahan sangat di butuhkan. Jangan biarkan monster itu beregenerasi. Serang mereka terus meneruh hingga mereka tak bisa beregenerasi,” terang Ken pada teman-temannya. Ken dan teman-temannya pun segera bersiap-siap untuk menyerang. Dan dalam hitungan detik kelimanya pun menyerang secara bersamaan tanpa henti. Tak membiarkan monster itu beregenrasi bahakan bergerak pun monster itu kesulitan. Dari kejauhan Nao menatap saudaranya bersama dengan timnya menyerang monster itu. “Lagi-lagi aku hanya penonton dari jarak jauh ...” lirihnya. Dalam hitungan jam kelimanya pun berhasil mengalahkan ketiga monster itu. para warga desa yang semula kabur kini kembali ke desa setelah mendengar monster itu telah di kalahkan. *** Kini Nao dan Ken duduk bersampingan jauh dari tenda-tenda yang di buat oleh para warga. Keduanya membicarakan hal serius mengenai keadaan ibu mereka yang lumpuh dan tak bisa menggunakan kekuatannya lagi. Pertama kali melihat ibunya lumpuh membuat Ken sangat kaget. Karena itu Nao pun memanggil Ken untuk membicarakan kondisi ibunya. “Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Ken. “Apa kau pernah mendengar tentang buku sihir?” “Aku pernah mendengar soal itu. Tapi, itu hanyalah sebuah dongeng. Buku sihir itu tidak mungkin ada. Jika pun ada pasti sudah ada yang menemukan buku itu. Tapi, sampai saat ini tak ada yang menemukannya itu artinya buku itu tidak pernah ada.” “Aku tahu itu hanyalah sebuah dongeng. Tapi ... aku berencana untuk mencari buku sihir itu. Aku ingin mengembalikan kekuatan Mama.” “Kau gila! Buku itu tidak ada. Itu hanyalah sebuah dongen!” pekik Ken kesal. Suara pekikan Ken mebuat Pak Reonald yang sedang beristirahat setelah siuman dari pingsangnya tadi terganggu. Kebetulan keduanya berbicara tepat di samping tenda Pak Reonald. Lelaki paruh baya itu segera bangkit dari tidurnya dan menghampiri keduanya. “Apa yang kalian bicarakan? Menganggu saja.” “Kami sedang membicarakan buku sihir. Aku berencana pergi berkelana untuk mencari buku itu,” jawab Nao pada gurunya. “Kau gila yah! Sudah aku bilang buku itu tida_” “Aku percaya buku sihir itu ada,” ujar Pak Reonald yang memotong perkataan Ken. Perkataan lelaki paruh baya itu membuat Ken kesal dan meninggalkan tempatnya kembali ke tenda orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD