Episode 2 : Pesona Om Fean

1906 Words
-Hanya laki-laki berengsek yang tega merenggut kesucian wanita di luar pernikahan, bahkan meski wanita itu merupakan kekasihnya dan tulus mencintainya!- *** Meninggalkan semua kesibukannya hanya untuk memastikan Dara baik-baik saja merupakan hal yang selalu Fean lakukan. Apalagi, khusus dari kemarin malam, Fean tidak bisa menghubungi Dara. Dara mengabaikan semua telepon maupun pesan-pesan yang Fean kirimkan dan hingga detik ini belum ada yang dibaca. Kehadiran mobil sport berukuran besar warna hitam milik Fean yang sampai memasuki halaman kampus, sukses membuat mata mahasiswi di sana meleleh. Tanpa terkecuali sahabat-sahabat Dara yang langsung menepi ke sisi Dara dan mendadak berisik. “Om Fean itu duda, kan?” bisik Lita si gadis imut penyuka warna pink. Bahkan saking sukanya dengan warna khas feminin tersebut, Lita sampai mewarnai ujung-ujung rambut bergelombangnya menggunakan warna yang sama. “Duda keren! Lihat, ... d**a sebidang itu kok iya dianggurkan, apa enggak jamuran?” Tak beda dengan Lita, Velly juga berbisik dan susah payah agar tidak kebablasan berteriak. Dara yang diapit oleh keduanya sama sekali tidak memberikan tanggapan. Dara masih gelisah, terlalu takut dengan apa yang kemarin malam ia lakukan bersama Billy. Dara takut hamil di luar pernikahan dan sampai membuat keluarga besarnya menanggung malu. Belum lagi, Dara memiliki dua adik yang dengan kata lain, Dara wajib menjadi contoh yang baik. Saking bingung dan sudah berkaca-kaca nyaris menangis, Dara mengipratkan genggaman tangan Billy. Seperti biasa, sebelum berpisah untuk pulang dan biasanya Dara selalu dijemput Fean, Billy akan mengantar diam-diam layaknya sekarang. Iya, Dara masih belum berani mengungkap hubungannya dan Billy pada keluarganya maupun pada Fean yang sangat dekat dengan Dara. Ulah Dara pada Billy langsung menyita perhatian Lita dan Velly. Mata keduanya jelalatan menuangkan kecurigaan. “Mereka berantem?” bisik Velly sambil menatap Lita penuh arti. Mata bulat Lita langsung mengerjap disusul ia yang kemudian menggeleng. “Dari tadi diam-diam terus mereka. Lagi pada seriawan mungkin!” Lita juga ikut berbisik. Meski cantik dan berparas imut, semua yang mengenal Lita juga tahu bila gadis itu agak lemot. Menghela napas karena merasa tak habis pikir, Velly melirik sebal Lita. “Kamu pikir salat, sampai pakai acara berjamaah?!” Meninggalkan Lita dan Velly, di depan keduanya, Fean melepas kacamata hitamnya kemudian menyelipkannya pada sela kerah kemeja hitam yang bagian lengan panjangnya disingsing hingga siku. Fean menyikapi Dara dengan sangat serius. Pria yang usianya tiga bulan lebih tua dari Danian papah Dara itu langsung mengecek suhu tubuh Dara. Fean meletakan telapak tangan kanannya pada kening Dara, kemudian berganti pada leher Dara. Kendati sudah berumur, Fean tetap terlihat sangat keren layaknya bujangan pada umumnya yang masih memperhatikan penampilan. “Si Dara kayaknya memang enggak normal, deh, Ta! Karena kalau aku yang digituin pasti aku langsung kejang!” bisik Velly yang kemudian menyikut Lita. Lita yang awalnya sudah terbius pada pesona Fean hingga tampangnya tampak memprihatinkan karena nyaris menitikkan air liur, buru-buru mengangguk. Namun, setelah membenarkan melalui tanggapannya, Lita juga baru ingat Billy ada di sana. Membuatnya balas menyikut Velly sebagai kode atas keberadaan Billy di sana karena tanpa sadar mereka telah menjodohkan Dara dengan Fean padahal Billy yang merupakan pacar rahasia Dara, ada di sana. Baik Velly maupun Lita menjadi celingukan, bingung sekaligus serba salah. Berani digetok menggunakan martil mereka karena mereka yakin, Billy pasti cemburu pada cara Fean yang selalu memperlakukan Dara dengan penuh sayang, layaknya seorang suami yang sangat mencintai istrinya. Lihat saja ekspresi sekaligus tatapan Billy pada kebersamaan kedua sejoli di depan dan sedang menjadi pusat perhatian. Gelisah dan tampak sangat marah, tampang Billy kali ini justru lebih mirip ibu hamil yang tengah kontraksi. Melalui lirikan, Lita dan Velly mendapati kenyataan tersebut. “Kamu pucat banget, lho. Kamu juga demam,” ucap Fean. “Aku baik-baik saja, Om!” balas Dara refleks ketus. Iya, ketakutan Dara membuat emosinya langsung tidak stabil. Memiliki kebohongan yang sengaja disembunyikan sama saja menyembunyikan bangkai. Darah paham itu dan kini ia tengah merasakan kegelisahan yang luar biasa. Namun, bukankah sepandai-pandainya kita menyembunyikan bangkai, cepat atau lambat pasti akan ketahuan juga karena bangkai pasti menorehkan bau? Kalut, Dara bahkan langsung menyingkirkan kedua tangan Fean dari wajahnya. Dara langsung melangkah cepat dan seketika itu pula membuatnya berhenti melangkah sambil menyeringai menahan sakit. Iya, efek pembuktian cinta kemarin malam membuat area kewanitaannya terluka dan menimbulkan rasa nyeri, perih sekaligus pegal cukup kuat. Dan Dara menjadi tidak bisa melangkah dengan leluasa demi meredam rasa sakit di sana. “Dara, kamu baik-baik saja? Kamu enggak pamit dulu ke teman-teman kamu?” Setelah tersenyum pada Lita, Velly dan juga pada Billy sebagai salam dari perpisahan mereka, Fean yang menyusul Dara sengaja agak berlari karena ia tertinggal. Meski Fean tahu Billy kerap bersama Dara, Fean tidak tahu perihal hubungan Dara dengan Billy. Kini, Fean langsung merangkul punggung Dara dari belakang kemudian menuntunnya dengan sangat hati-hati menuju pintu penumpang sebelah setir. “Si Dara kenapa, ya?” lirih Lita menjadi bertanya-tanya. “Iya, benar, hari ini Dara aneh.” Kemudian Velly sengaja menoleh sekaligus menengadah hanya untuk menatap Billy. “Bil,” ucapnya langsung terhenti karena yang berangkutan sudah langsung pergi. Billy melangkah tergesa sambil menerima telepon di ponsel menuju mobil Pajero warna putih di seberang. “Oke, oke. Bisa dicoba, Pak. Malam ini saya akan manggung di kafe yang Pak Bambang maksud.” Billy langsung masuk ke mobilnya dan bersiap menyetir sendiri. Fokus Lita dan Velly terbagi pada kepergian Billy maupun kepergian Dara yang sudah dibawa pergi oleh Fean. “Kemarin si Billy sakit kan, terus Dara sengaja jaga Billy di rumah Billy karena orang tua Billy juga kebetulan enggak di rumah? Nah karena hubungan mereka masih rahasia, Dara izin ke orang tuanya bilangnya menginap di rumahku buat urus tugas,” ucap Velly. “Oh, mungkin si Billy kelelahan gara-gara sibuk urus banyak audisi jadi penyanyi. Belum lagi, makin ke sini jadwal manggung Billy dari kafe ke kafe juga makin padat!” ujar Lita yakin. Velly memang mengangguk, membenarkan anggapan kemungkinan yang baru saja Lita sampaikan. Namun entah kenapa, bagi Velly masih ada yang janggal. Mengenai hubungan Dara dan Billy yang terkesan tidak baik-baik saja karena kedua sejoli yang selalu tampil adem ayem itu tampak tidak akur. “Jangan-jangan, Billy lolos audisi dan mereka terancam LDR, makanya Dara sedih?” tebak Lita tak lama setelah Velly mengungkapkan rasa bingungnya mengenai hubungan Dara dan Billy. *** “Kenapa Om hanya diam?” tanya Dara dan kali ini sengaja menoleh sekaligus menatap Fean. Fean masih fokus mengemudi. “Karena kamu pasti akan marah bila aku tanya tapi kamu sedang enggak mood gitu.” Fean menanggapi Dara dengan sangat santai. Balasan Fean membuat Dara mendengkus sebal. Dara menyayangkan kenyataan kenapa Billy tidak sebijak Fean yang selalu membuatnya merasa nyaman? “Bila memang ada yang mau ditanyakan, tanyakan saja. Biasanya juga gitu, kan?” ujar Fean sebelum Dara sempat bersuara. Dara kembali menoleh dan menatap Fean. Kali ini tatapan mereka bertemu karena di waktu yang sama, Fean juga menatapnya. “Kamu yakin, enggak mau diantar ke rumah sakit? Kamu beneran demam, lho.” “Hari ini Om bawel banget.” “Kamu menganggap aku bawel karena kamu punya beban hidup yang enggak bisa kamu selesaikan sendiri.” Fean sengaja menoleh dan kembali menatap Dara. Kali ini gadis yang terbilang memiliki ego tinggi layaknya Danian, buru-buru meringkuk membelakanginya. “Om?” ucap Dara tak lama kemudian. “Iya, katakan saja. Apa pun itu, aku tidak akan mengatakannya pada orang lain bahkan itu kepada orang tuamu.” Balasan Fean yang kelewat santai layaknya biasa, membuat ketakutan yang tengah susah payah Dara sembunyikan menjadi agak berkurang. “Om, ... pembuktian cinta itu seperti apa, sih?” Dara berangsur menoleh dan melongok Fean. Fean langsung mengernyit. “Kamu punya pacar apa naksir cowok? Masih cowok yang dulu itu?” Dara bingung harus jujur apa berbohong meski Dara tipikal yang sulit untuk berbohong. “Gini lho, Om. Banyak yang bilang, kalau sudah punya pasangan, semacam pacar gitu, nantinya kita harus kasih pembuktian cinta. Aku beneran bingung, Om. Aku beneran enggak ngerti pembuktian cinta yang mereka maksud.” Mendengar itu, d**a Fean seolah mendapatkan pukulan keras dari benda tumpul. Fean merasa kecolongan karena sampai detik ini, ia bahkan mungkin Danian dan Azura belum memberi arahan mengenai batasan-batasan hubungan dengan lawan jenis pada Dara. Dara masih terlalu polos, selain Dara yang bagi Fean labil persis seperti Danian. Karena meski Dara bisa tegas bahkan bar-bar melebihi Azura sang mamah, untuk urusan asmara, Fean yakin Dara masih nol besar. Dara tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Azura yang selalu bisa menjaga diri. Fean berpikir, mungkin kenyataan tersebut terjadi karena Azura dan Dara tumbuh di lingkungan berbeda. Lingkungan kehidupan miskin memang telah membuat Azura menjadi pribadi tangguh yang benar-benar serba bisa. Namun Dara yang tumbuh di lingkungan penuh cinta dan sangat jarang terkontaminasi dunia luar, pasti masih lemah untuk hal-hal semacam urusan cinta. Apalagi sejauh ini, Dara selalu dibatasi dalam berurusan dengan lawan jenis baik oleh Azura apalagi Danian. Menggunakan tangan kirinya, Fean mengelus poni Dara penuh sayang. Dara hanya diam dan masih menyikapi Fean dengan serius. “Dara?” “Iya, Om?” Dara langsung menyimak dengan serius. Dara ingin memastikan, apa yang ia takutkan tidak benar. Seks di luar pernikahan dan baru semalam ia lakukan dengan Billy, bukan hal yang salah apalagi ia melakukannya dengan Billy kekasihnya. Seks semalam bukan yang dimaksud dengan seks bebas dan dilarang tegas oleh orang tuanya. “Pembuktian cinta sebelum menikah cukup dengan perhatian dan setia. Selebihnya enggak boleh apalagi kamu wanita.” Fean berusaha membuat Dara mengerti. “Yang dimaksud selebihnya enggak boleh itu seperti apa, Om?” Dara menyikapi Fean dengan sangat serius. Ia sampai jarang berkedip karena takut tertinggal tanggapan Fean yang juga tak kalah serius darinya. “Semacam pelukan dan ciuman, ... itu masih bisa ditoleransi meski sebenarnya jangan. Semacam pegang-pegang ke area sensitif, kamu maksud yang aku maksud area sensitif, kan?” Tidak! Ketakutan Dara justru makin bertambah seiring penjelasan yang Fean lakukan. “Seks di luar pernikahan, ini lebih-lebih. Jangan lakukan bahkan sekalipun kamu melakukannya dengan orang yang kamu suka. Tunggu setelah kalian menikah dulu, baru kalian boleh melakukannya.” Dara yang sampai berkeringat panas dingin dan gemetaran, berangsur menunduk. Dara kembali merasa hancur, merasa gagal jadi anak baik. Anak kebanggaan keluarga yang harus memberi contoh baik untuk adik-adiknya. “Hanya laki-laki berengsek yang tega mengambil kesucian wanita di luar pernikahan, bahkan meski wanita itu merupakan kekasihnya dan tulus mencintainya!” tegas Fean. Berbeda dari obrolan maupun pembahasan biasanya, pembahasan kali ini cukup membuat Fean emosi. Fean sampai merasa sangat sesak. Karena baru membayangkan ada laki-laki berengsek yang tega memaksa Dara untuk menjadi pemuas birahi bahkan sekalipun itu pemuda yang Dara cintai saja, Fean sudah sangat emosi. Jangan sampai Dara bertemu dengan laki-laki seperti itu. Dan andai sampai terjadi, laki-laki itu harus mati! Sumpah Fean dalam hatinya. Silau dari sorot matahari membuat Fean kembali menggunakan kacamata hitamnya. Sedangkan di sebelah Fean, Dara makin sedang ketakutan. Keringat dingin terus keluar membasahi tubuh Dara. Dara teringat kata-kata Fean yang menegaskan laki-laki seperti apa yang tega merenggut kesucian wanita di luar pernikahan bahkan meski wanita itu kekasih yang juga sangat mencintai si laki-laki. Laki-laki berengsek! Batin Dara. Kedua tangannya mengepal di atas lutut. Ia sengaja menoleh ke sebelah jendela kacanya. Sengaja membuang pandangan dari Fean karena air matanya telanjur berjatuhan. Kecewa, itulah yang Dara rasakan pada keputusan Billy maupun pada dirinya sendiri. Iya, tak hanya pada Billy karena Dara juga kecewa pada dirinya sendiri yang telah kecolongan membiarkan Billy merenggut kesuciannya. Dara merasa menjadi manusia paling bodoh setelah apa yang terjadi. Dan Dara marah pada dirinya sendiri, benar-benar marah! Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD