Bel jam istirahat sudah berbunyi, Audy merenggangkan ototnya yang terasa kaku akibat terlalu lelah menatap laptop. Belum lagi semalam jam istirahatnya tersita acara mobil mogok segala.
" Ayu tunggu aku,." teriak Audy yang akan di tinggal teman seruangannya ke kantin.
Audy, Ayu dan Hendra berjalan beringin ke kantin kantor saat keluar dari lift mereka berpapasan dengan bos mereka. Rasa kagum yang dulu di gandrungi setiap karyawan wanita kini sudah berkurang karena sikap angkuh dan dingin si bos sendiri.
" selamat siang pak." sapa mereka bertiga bersamaan menundukkan sedikit tubuhnya.
Tidak ada jawaban sang bos berjalan berlalu begitu saja dari mereka.
" angkuh sekali." Decak Audy
" tapi aku suka, tertutupi oleh ketampanan sejatinya." Sela Ayu yang masih mengangumi sang bos.
Terlihat sekali bahwa teman kantor Ayu satu ini adalah fans tersetia sang bos angkuh. Audy dan Hendra memutar malas bola matanya.
Jam kantor hampir saja usai, tinggal Ayu dan Audy yang masih di sana menunggu fotocopy yang masih antri. Tiba tiba Maya sang sekertaris mendatangi Audy.
Audy POV
Mbak Maya setengah berlari menghampiriku dan Ayu yang masih menunggu antrian fotocopy.
" Dy, Audy." teriaknya sambil mendekat
" ya mbak ada apa ?." tanyaku penasaran kenapa dengan mantan bagian desain yang sekarang sudah menjadi sekertaris sang bos ini menghampiriku dengan tergesa-gesa.
" Bisa minta tolong tidak, kamu bisa menggantikanku pertemuan meeting nanti pulang kantor anakku habis jatuh pulang sekolah tadi aku harus ke rumah sakit." pintanya dengan memohon
Hal yang paling membuat aku tidak nyaman di kantor adalah saat bertemu dengan bosku, eh ini pulang kantor mbak Maya malah menyuruhku menggantikannya untuk meeting di luar jam kantor. Antara menolak dan membantu, di tolak kasihan mbak Maya juga kalau di iyakan males banget aku ketemu dengan bos satu ini.
" bagaimana bisa kan, terima kasih Audy. Aku sudah bilang dan minta izin Pak Juna kok dan beliau mengiyakan. Kamu sudah di tunggu di ruangannya. " ucap mbak Maya.
Apa apaan ini, kenapa sudah di rencana sama mbak Maya padahal aku juga belum menjawab iya tau tidaknya
" Tapi Mbak..." selaku
" Audy saya tunggu di ruangan saya " suara itu tiba tiba saja muncul dari tempat fotocopy.
Astaga Si bos sudah main tunggu saja. Kalau begini ceritanya menolakpun tidak akan bisa.
Aku menyerahkan tumpukan kertas pada Ayu yang sepertinya ingin menggantikan posisiku. Andai bisa sudah ku serahkan pada Ayu saja, aku ingin pulang ke kost mengistirahatkan tubuhku yang sudah lelah, ingin di timang timang oleh kasur kost tanpa ranjang itu.
Ku kira meeting akan di adakan di kantor ternyata di luar kantor. Aku duduk sebelah Pak Juna dengan was was, aura mobil mewah Pak Juna dengan harum khas maskulin pria tidak lagi aku nikmati. Wajahnya begitu datar tanpa ekspresi, lebih dingin dari kutub Utara. AC mobil yang dingin tidak mengurangi keringatku karena gugup, aku melihat beberapa kali Pak juga melirikku tapi aku pura pura tidak tau toh dia juga diam saja.
Sampai mobil berhenti di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Dadaku tersentak kaget membaca nama perusahaan yang aku datangi saat ini. Aku mengusap keringat di dahiku yang hampir saja menetes melewati mataku.
Tanganku gemetar, astaga kertas yang tadi sempat aku penggangi alih alih menghilangkan rasa canggungku bersama Pak Juna kini sudah lungset dan basah akibat keringat di tanganku.
" Apa kamu sakit Audy ?." tanya Pak Juna yang membuatku kaget.
Aku menatap bosku dengan ragu, kemudian menunduk menyuruh bos ku melihat hasil tanganku selama perjalanan tadi.
" Audy apa yang kamu lakukan dengan cetakan ini ?" bosku seperti menahan marahnya saat ini.
" bagaimana bisa Maya merekomendasikan kamu sebagai gantinya, kamu ceroboh sekali." ucapnya membuka pintu mobil
Brak...
Aku terjingkat kaget Pak Juna membanting pintu mobilnya.
Antara turun atau tidak saat ini, masalah rancangan desain aku tidak peduli toh aku sudah ada salinannya di flash disk yang aku bawa dalam tas.
Mataku masih mematung menatap nama perusahaan yang aku datangi saat ini. Kalau aku tidak turun dalam hitungan 10 sudah ku pastikan mulut pedas Pak Juna akan menyambarku lagi.
Dengan mengurangi rasa sopanku aku meminum air mineral yang kemungkinan itu milik Pak juga karena letaknya di sebelah pintu kemudi.
" apa kamu hanya berniat menikmati mobilku tanpa turun Audy. " katanya halus namun penuh makna, baru juga aku meletakkan botol itu ketempat semula si Bos sudah geger sendiri.
Tarik nafas, buang. Aku lakukan 3 kali kemudian dengan yakin aku turun dari mobil. Kerja jantungku belum juga normal tapi sebisa mungkin aku bersikap profesional mengesampingkan masa lalu pribadiku.
Aku berjalan di belakang Pak Juna. Jam kantor sudah usai tapi masih banyak karyawan yang masih berlalu lalang di sana, ternyata tidak berubah cara kerja mantan suaminya itu.
Ting...
Lift terbuka aku masuk kedalam setelah Pak Juna.
Sampai di lantai 5 aku melihat poster besar mantan suamiku yang membawa piala penghargaan pengusaha muda sukses se-Indonesia raya khususnya.
Senyumku kecut, mengingat betapa rendah akhlaknya. Mereka tidak tau saja bagaimana kelakuan bejatnya. Jika saja mereka tau mungkin penghargaan itu tidak akan mantan suamiku peroleh.
" Selamat sore Pak Arjuna Rajaksa." sapa pria yang jelas mengenali ku sudah berdiri depan pintu.
Mereka berjabat tangan, mata pria itu menatapku dengan tajam kemudian tersenyum dan berganti menjabat tanganku.
" Bagaimana kabar anda nona Audy Puspita." sapanya dengan lantang.
Pak Juna langsung menatap pria yang tidak lain adalah sekertaris sekaligus asisten mantan suamiku yaitu Bagas l kemudian berganti menatapku.
" kalian saling kenal.?" tanya Pak Juna dengan jari telunjuknya.
" ya dia adalah..."
" Saya pernah bekerja di sini beberapa tahun yang lalu pak Juna." selaku jangan sampai Bagas bilang aku mantan istri pemilik perusahaan ini.
Pak Juna hanya ber-oh saja, kami di persilahkan masuk. Ruangan masih kosong sepertinya Hendrik belum datang dalam ruangan ini.
Setelah menunggu sekitar 5 menit, pintu terbuka. Sosok tidak ingin aku temui beberapa tahun ini sekarang muncul lagi di hadapanku tanpa sengaja namun aku sendiri yang mendatanginya.
Masih sama seperti dulu, paras tampan dan maskulinnya tidak pernah berubah. Namun badannya terlihat lebih kurus dengan jambang tipis memenuhi area rahangnya.
Aku masih setia melihat gestur tubuhnya dan sepertinya ia masih belum menyadari keberadaanku di ruangan yang sama dengannya saat ini.
Kini giliran Pak Juna yang menjabarkan desain hasil kerjaku di depan beberapa klien dan pemilik perusahaan yang akan menyetujuinya. Pak Juna meminta flash disk padaku dengan gugup aku menyerahkannya sampai jatuh.
Malu sekali aku saat ini, yang jelas nanti usai meeting aku akan mendapatkan hadiah ceramah ria oleh Pak Juna.
Matanya hampir saja keluar dari tempatnya, saat aku menyerahkan flash disk itu. Dan tidak sengaja mata ku saling berpandangan dengan mantan suamiku.
Sungguh aku tidak bisa konsen saat ini, Hendrik terus saja menatapku. Aku berharap cepat selesai meeting ini dan aku bisa keluar dari ruangan yang membuatku tidak nyaman ini.
Waktu 2 jam kenapa lama sekali, ini lagi beberapa klien masih saja banyak yang berasumsi menurutnya masing masing.
" Dan saya menerima hasil disain dari perusahaan Rajaksa, masalah promosi, iklan dan model saya serahkan pada perusahaan HNS. Terima kasih." Hendrik menghentikan meeting sore ini.
Suara itu begitu membuatku down saja, suara yang berkali kali membuatku menangis meratapi kesedihan yang bukan karena salahku beberapa tahun yang lalu.
Aku berusaha bangkit dari masa laluku, di saat aku merasa semua baik baik saja tiba tiba masa lalu itu kembali muncul dengan sendirinya di depan mataku.
Ingin sekali aku meneriaki b******n itu yang telah membawa anakku pergi saat aku masih belum sadarkan diri usai operasi.
Apa daya, siapa aku disini. Aku yang bertahun tahun mati matian menutupi jati diriku tidak mungkin dengan begitu mudahnya aku tunjukan di depan semua orang karena emosi sesaatku.
Mau menangis, ok nanti saja tunggu aku sampai kost dulu. Mungkin 2 jam lagi karena aku mau ambil mobilku yang aku parkir cantik di sana.
" Audy, apa kamu mau jadi penghuni ruangan ini atau kamu mau kembali di perusahaan ini. Baiklah akan saya buat regsain buat kamu besok." suara pak Juna menyadarkan ku dari lamunanku tentang Hendrik.
Aku mengemasi barang barang kemudian berjalan mengikuti Pak Juna yang terlebih dulu meninggalkanku.
Aku heran apa semua bos ketus begini ya. Tidak Hendrik dulu tidak Pak Juna bosnya sekarang.