10. Beruang Kutub

912 Words
"Lapar. Harusnya tadi aku bawa makanan sambil pulang,'' gumam Amanda, mengusap perut yang keroncongan. "Semoga ada yang bisa dimakan." Keluar dari kamar dan pergi ke dapur. Membuka lemari pendingin. "Perasaan kemarin ini kulkas kosong. Sekarang udah penuh aja. Apa beruang kutub itu yang belanja ya?!" gumamnya seraya mengambil satu buah apel lalu menggigitnya. Duduk di kursi dapur, menikmati makanan. Berdiri dari kursi, membuka tutup lemari dapur satu persatu. "Hah? Serius ini dia gak punya mi instan?" Berkacak pinggang, menatap tidak percaya. Berdecak kemudian. Ananda berjalan menuju meja hias yang ada di ruang tengah. "Ini dia. Untung aku ingat pernah lihat buku telepon di sini." Membalik lembar buku itu hingga menemukan yang ia cari. Mengambil gagang telepon lalu menekan angka. Menunggu beberapa saat. "Halo, iya, Pak. Benar ya ini pos security depan?" 'Benar, Bu. Ada yang bisa saya bantu?' "Pak, apa saya bisa minta tolong belikan mi instan terus antrin ke rumah?" tanya Amanda. Di rumah orang tua ia sering seperti itu jika sedang malas keluar rumah. 'Bisa, Bu. Diantar ke mana?' Amanda berpikir sejenak. Ia belum tahu alamat tepat rumah itu. "Bapak ... tau pak Aldin?" "Oh, Pak Aldin calon suaminya Mbak Kamila ya? Tau, Bu." "Hah?" Amanda mengerutkan dahi, suaminya memiliki calon istri, tetapi kenapa menikahinya? Jika begitu, nanti ia bisa saja nanti dicap sebagai perusak hubungan orang. "Ya udah. Bapak nanti tolong anterin ke rumah ya, Pak. Nanti uangnya saya ganti." "Baik, Bu." "Makasih, Pak." Amanda meletakkan gagang telepon di tempat semula. "Mbak Kamila?" gumamnya sambil menoleh ke arah dinding di mana foto wanita tak ia kenal berada. "Apa itu orangnya? Jadi itu calon istri Pak Aldin? Tapi kenapa nikah sama aku? Mamanya juga gak keberatan kami nikah." Isi kepalanya kini dipenuhi banyak tanda tanya. *** "Makasih, Pak. Kembalinya ambil aja." "Makasih, Bu. Kala boleh saya tahu, ibu ini istrinya Pak Aldin ya?" Amanda diam sejenak. Tidak tahu harus menjawab apa, takut salah bicara. "Manda!'' Wanita itu menoleh, suami sedang berjalan mendekat. "Saya masuk dulu, Pak. Sekali lagi makasih." "Sama-sama, Bu." Amanda hanya melirik sekilas saat berpapasan dengan suami. "Saya juga permisi, Pak Aldin. Mari," pamit security itu kemudian berlalu. ''Ini kenapa aku jadi sendirian di sini?" gumamnya Aldin, menyusul istri kemudian. Amanda menyampirkan kerudung instan yang tadi ia pakai di kursi makan. Pergi ke dapur untuk membuat mi instan. "Mau apa security ke sini?" tanya Aldin yang keluar dari kamar karena mendengar suara bel. "Nganterin mi instan." Aldin mengurutkan dahi. "Saya minta tolong beliin mi instan. Lapar," jelas Amanda. "Bapak mau?" "Saya nggak pernah makan mie instan." "Hah? Serius, Pak?" Amanda menatap tidak percaya. "Wah wah ... hidup Bapak selama ini sia-sia." Menggeleng pelan. "Lebih sia-sia lagi kalau saaya suka makanan gak sehat,'' sahut Aldin kemudian berlalu. Amanda menatap sambil mencebikkan bibir. "Gak sehat katanya. Hidup itu cuma satu kali. Nikmati aja," gumamnya kemudian abai. *** Aldin duduk di atas tempat tidur degan punggung bersandar pada kepala ranjang. Pintu balkon dibiarkan terbuka hingga angin malam menyapa. Sibuk membaca buku tebal dengan tentang kiat berbisnis. Aroma wangi menyapa indra penciuman. "Wangi apa ini?" gumamnya sambil menutup buku yang sedang dibaca lalu turun dari ranjang. Mengendus aroma yang menggugah selera dan mengikutinya. "Ini baru pas. Makan mi instan sambil menikmati udara makan dan pemandangan indah." Aldin menoleh saat mendengar suara yang tidak asing. Benar saja, istri sementaranya itu sedang duduk di kursi balkon dengan semangkuk makanan di atas meja bundar. "Kurang indah karena kemunculan beruang kutub," gumam Amanda ketika menyadari sosok suami di balkon sebelah yang hanya dibatasi oleh tembok setinggi satu meter. Abai seolah tidak melihatnya. "Itu apa?" tanya Aldin dengan nada dinginnya. "Apa? Ini? Bapak gak tau ini apa?" Aldin menggeleng. "Ya ampun ... Bapak ini sebenarnya berasal dari zaman baru atau gimana sih? Masa gak tau mi instan," cibir Amanda, melotot tidak percaya ada orang di dunia ini yang tidak tahu makan sejuta umat itu. "Tau." "Terus kenapa tanya?" Aldin diam. Ia hanya tidak tahu bahwa makanan itu memiliki wangi yang benar-benar menggugah selera. Amanda mendekat. "Bapak mau coba?" "Enggak," tolak Aldin, menelan air liur yang tiba-tiba berkumpul di dalam mulut. "Yakin Bapak nggak mau?" tanya Amanda sekali lagi, menyadari lirikan mata pria itu tertuju pada makanan yang ada di tangannya. "Kalau Bapak mau, boleh. Tapi ada syaratnya." Aldin tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap dengan sebelah alis terangkat. Amanda terkekeh. "Saya bercanda. Kalau Bapak mau, saya bisa buatkan yang baru. Ini udah saya makan, Pak." Amanda hendak pergi tetapi lengannya ditahan. Untuk sejenak mereka saling manatap satu sama lain. "Kayaknya di kontak Bapak bilang nggak boleh ada sentuhan,'' kata Amanda kemudian. Aldin gegas melepaskan cekalan. "Maaf." Membuang pandangan ke arah lain. "Ya udah. Saya buatkan Bapak mie instan kalau mau." "Gak perlu!" Aldin berlalu pergi ke kamar. Amanda hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Ya udah kalau nggak mau. Baguslah. Aku bisa lanjut makan sebelum mi dingin." *** Amanda keluar dari kamar dengan tergesa. Ia terlambat karena bangun kesiangan. Sedang datang bulan membuatnya tidak gegas bangun saat mendengar adzan subuh. Ia kembali tidur. Niat hanya sebentar. Tetapi malah kebablasan. "Bapak kenapa nggak bangunin saya?" tanya Amanda ketika berpapasan dengan suami di ruang tengah. "Tidak ada aturan yang mengharuskan saya bangunin kamu." Amanda berdecak sebal. "Bapak tahu pagi ini ada meeting penting. Harusnya Bapak bangunin saya juga dong. Tanya gitu apakah persiapan saya udah cukup atau belum. Mana sata lupa mempelajari materi buat presentasi." "Itu masalah kamu," sahut Aldin yang kemudian berdiri di depan foto wanita di dinding. Memejamkan mata. Amanda mengernyit. "Lagi ngapain dia? Komat-kamit begitu?" gumamnya, penasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD