1. Pagi yang Dingin. (SHORT STORY)

512 Words
Author POV Pagi ini aku bangun dengan cuaca mendung serta hujan yang terus mengguyur. Membangunkan ku dari mimpi indah sebuah kehidupan yang kudambakan, sebuah kehidupan yang kukira bisa ku gapai dengan segala proses kehidupan yang selama ini kuhadapi, tapi nyatanya aku masih belum sampai di garis finish itu. Kata orang, setelah segala kesulitan akan muncul sebuah balasan manis dari segala hal yang kita pendam dan tahan selama ini, tetapi rasanya itu tidak berlaku kepadaku, setelah sekian lama menghadapi segala cobaan dalam kehidupan yang memuakkan ini, aku menyerah. Aku menyerah, tak ku pedulikan lagi semua ekspektasi kehidupan yang kuimpikan ini menyiksa ku lebih dalam lagi. Menyeduh kopi di pagi yang dingin ini mungkin bisa sedikit meredakan rasa kasihan pada diriku sendiri, sambil ditemani secangkir kopi, aku duduk di dekat jendela kamar yang sempit ini, melihat manusia-manusia berpakaian rapi serta ditemani sang pujaan hati sedang berjalan kesana kemari. Mereka terlihat begitu bahagia menikmati kehidupan di dunia ini, mungkin mereka pikir dunia ini adalah surga bagi mereka yang sudah berada di garis finish kehidupan yang telah mereka perjuangkan. Setelah mengalami berbagai kegagalan, aku menjadi seorang pengecut. Ya, aku adalah seorang pengecut yang hanya bisa iri kepada kehidupan orang lain yang 'terlihat' begitu bahagia tanpa kutahu bahwa semua orang mempunyai beban nya masing-masing, tapi rasanya hati nurani ku sudah dibutakan oleh perasaan kecewa akan kenyataan sehingga membuat ku bersikap tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi kepada manusia lain di bumi ini. Dulu ketika aku melihat orang-orang sukses dan begitu bahagia menikmati hidupnya, dalam hatiku selalu mengucapkan 'sabar, nanti kamu juga akan seperti itu' tapi sekarang aku sudah muak dengan sikap sabar ku itu, kebahagian yang kurasakan selalu tidak bertahan lama, entah dosa apa yang kulakukan sehingga kebahagiaan begitu tidak betah tumbuh dalam hatiku. Tak terasa kopi yang kuseduh sudah ku tenggak habis hingga tak bersisa, aku berdiri dari duduk ku, dan melangkah kan kaki menuju dapur untuk mengisi perut tetapi langkah ku terhenti ketika melihat sebuah kertas bertuliskan namaku dengan seseorang yang sangat kucintai berserakan di lantai dengan banyak sobekan yang semakin mengotori pengelihatan ku. Hati ku bagai kembali tercabik-cabik ketika melihat kilas balik yang otomatis datang ketika melihat sebuah undangan pernikahan yang terlihat begitu elegan itu, kaki ku lemas tak bisa lagi menompang tubuh yang tak berguna ini, tubuhku ambruk dengan tangis yang perlahan mengisi kekosongan ruangan pengap ini. Aku tak bisa lagi menahan semua kegagalan dalam hidup ini, karir, kekasih, teman, dan keluarga, semuanya begitu tidak menginginkan ku, aku merasa sebagai manusia yang begitu gagal sedangkan diriku awalnya hanyalah seorang perempuan yang begitu bersemangat menjalani kehidupan dengan pikiran munafik yang akan berada di titik hidup dengan karir yang cerah, lalu menikah dengan pangeran berkuda putih, dan mempunyai keluarga yang saling menyayangi. Tangis ku semakin keras dan begitu menyesakkan d**a, kepalaku mencari sesuatu yang akan bisa menolongku keluar dari situasi yang begitu mengerikan ini. Sebuah fase hidup yang mengerikan. Kuambil benda itu dan ku gantung di atas pilar atap rumah, suara kursi yang kutarik bergesekan dengan lantai terasa seperti alunan kematian yang akan membebaskan ku dari kehidupan yang mengerikan ini. Ya, aku memang pengecut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD