Panorama Tak Terbantahkan

1045 Words
Mentari pagi memantul lembut di atas permukaan laut Sulawesi. Ombak kecil berkejaran pelan, seolah tak mau mengusik ketenangan alam yang menawan. Dari kejauhan, perahu-perahu nelayan tradisional melintas, siluet mereka berpadu dengan biru laut yang membentang tanpa batas. Pantai BUNAKEN - sebuah surga bawah laut yang sudah terkenal ke seluruh dunia. Airnya sebening kristal, sehingga dari permukaan pun bisa terlihat gugusan karang yang berwarna-warni. Pulau kecil ini bagaikan permata yang menempel di jantung samudra, menyimpan ribuan rahasia kehidupan laut. Penyu raksasa berenang anggun, ikan pari melintas dengan sayapnya yang lebar, dan kawanan ikan berwarna pelangi menari di sela-sela batu karang. Hutan mangrove di tepi pantai melindungi daratan, sementara pasir putih yang lembut bagai kapas membentang panjang. Burung camar beterbangan bebas di langit, dan angin membawa aroma garam laut bercampur wangi dedaunan segar. Bagi wisatawan, Bunaken adalah dunia mimpi. Tapi bagi sebagian orang, pulau ini adalah tempat sempurna untuk menyimpan rahasia. Di balik keindahannya, terdapat sisi kelam - pantai sepi yang tak tersentuh wisatawan, gua-gua kecil di tebing karang, dan teluk-teluk tersembunyi yang hanya dikenal oleh penduduk lokal. Air sebening kristal menyelimuti tubuhnya. Dengan perlengkapan selam sederhana, pemuda itu bergerak luwes di antara terumbu karang bunaken yang berwarna-warni. Kulitnya sawo matang, tubuhnya atletis, tinggi tegap - siluetnya bagaikan prajurit laut yang sedang berdansa bersama ombak. Dunia terasa begitu damai. Gerombolan ikan kecil berwarna perak bergerak serempak, seperti tarian raksasa yang teratur. Seekor penyu hijau melintas pelan di sampingnya, seolah tak terganggu oleh kehadirannya. Cahaya matahari menembus air, menimbulkan kilau emas yang menari-nari di permukaan karang. Pemuda itu tersenyum dalam diam, kagum dengan lukisan alam yang tak pernah ia bosan lihat. Nafasnya teratur, gerakannya mantap. Ia bukan seperti wisatawan umumnya, ia seperti bagian dari kehidupan laut. Setiap sudut karang, setiap lorong sempit di bawah permukaan, sudah sangat akrab dengannya Setelah puas menyelam dan bermain dengan air, pemuda itu berenang kembali ke tepi. Ombak kecil menyambutnya, dan pasir putih yang lembut terasa hangat di telapak kakinya. Ia melepaskan perlengkapan selam, lalu membilas diri dan berpakaian santai, kemudian ia duduk bersandar di bawah rindangnya pohon kelapa. Sebuah batok kelapa muda telah menantinya. Ia menusukkan sedotan, lalu meneguk segarnya air kelapa yang dingin. Rasa manis alami itu menyatu dengan semilir angin laut, membuat tubuhnya kembali segar. Matanya menatap jauh ke biru laut lepas. Dari kejauhan, perahu-perahu nelayan tradisional melintas pelan, dan suara camar terdengar berbaur dengan debur ombak. Semua kelihatan tenang - seolah dunia hanya tentang laut, pasir, dan langit biru. Sesekali tatapannya kembali ke permukaan laut, seperti menunggu sesuatu. Entah kenapa, nalurinya berkata: laut itu baru saja memperlihatkan sebuah rahasia, dan cepat atau lambat, rahasia itu akan menyeretnya ke dalam pusaran yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Jarak sekitar lima puluh meter dari tempat pria muda itu bersantai, sebuah kafe kecil bergaya tropis berdiri menghadap langsung ke pantai. Aroma kopi robusta khas Sulawesi bercampur dengan semilir angin laut, menciptakan suasana yang menenangkan bagi pengunjung biasa. Namun di sudut ruangan yang sedikit tertutup, tiga orang tampak serius berbicara. Dua pria muda duduk berhadapan dengan seorang wanita cantik. Penampilannya elegan, rambut panjang terurai, kacamata hitam masih menggantung di atas kepala. Dari gerak bibir mereka terlihat jelas, mereka berbicara sesuatu yang penting dan rahasia walau kadang di selingi oleh sedikit gurauan. Wanita itu mencondongkan tubuhnya ke meja, suaranya pelan namun tegas. "Jika benar mereka muncul, kita tak punya banyak waktu." "Tenang saja, tapi kamu yang katakan tadi Len? Dia adalah komandan terhebat - pasti kita tak akan gagal kan?" kata seorang pria berambut keriting. Wanita itu tersenyum tipis, lalu menyesap minumannya. "Bukan hanya hebat Fred... dia sangat tampan, sangat hebat, dan sangat rupawan." "Kau terlalu memujinya Lena, kita lihat saja nanti, semoga kali ini kita sukses... seperti misi yang pernah kalian lakukan sebelumnya," ucap pria muda bertubuh kurus. Ternyata ketiga orang yang duduk serius di kafe itu bukanlah pengunjung biasa. Mereka adalah detektif muda yang sedang menjalankan misi penyamaran. Wanita cantik itu bernama Brigadir Helena, usia masih 22 tahun, darah asli Manado yang kental terlihat dari parasnya yang eksotis. Wajah ayu dengan sorot mata tegas, membuatnya sering disangka hanya gadis pantai biasa - padahal ia adalah salah satu anggota kepolisian muda yang berprestasi. Di depannya duduk dua orang pria muda, bernama Brigadir Freddy - pemuda bertubuh kekar dengan bahu bidang, senyumnya jarang terlihat kecuali pada momen tertentu. Di samping Freddy duduk Brigadir Youngky - pemuda asal Ambon yang terkenal lincah, walaupun tubuhnya kurus namun cerdas dalam membaca situasi, matanya selalu awas mengamati setiap orang yang keluar-masuk kafe. Lena menatap mereka, suaranya ditekan rendah, "target seharusnya akan muncul di sekitar sini berdasarkan informasi yang sumbernya selalu tepat, transaksi akan terjadi di sekitar perairan Bunaken." Freddy menyilangkan tangan, wajahnya serius, "kalau begitu kita harus lebih waspada. Tempat wisata seperti ini penuh dengan turis, salah bertindak sedikit saja bisa buat penyamaran kita terbongkar." Youngky mengangguk sambil mengintip ke luar jendela kafe. Pandangannya berhenti sejenak pada sosok pemuda tampan yang sedang duduk santai di tepi pantai dengan kelapa muda di tangannya. Ia berbisik pelan, "kalian lihat kesana... sepertinya pemuda itu bukan turis biasa, tampangnya sangat mencurigakan sekali." Helena menoleh sekilas ke arah pemuda itu. Ada firasat aneh yang membuat jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Seperti ada benang biru yang menghubungkan mereka, meski ia belum mengerti apa. "Wah... kau benar sekali Ky... pemuda itu memang sangat mencurigakan," jawabnya santai, "Ia sangat tampan... gayanya Coll... jantungku jadi berdegup memandangnya." Freddy menatap Helena dengan tatapan serius, ada rasa cemburu di sana. "Lena? Kita saat ini sedang berburu jaringan pengedar barang terlarang, bukan berburu pria tampan." "Oke..." jawab Helena. Youngky menimpali, "apa kamu masih kurang dengan kami berdua yang ganteng-ganteng ini? Helena tersenyum sedikit bercanda, "kalian memang ganteng, tapi dia jauh lebih ganteng." "Seleramu memang tinggi Lena..." timpal Youngky lagi. Helena tertawa kecil, "kenapa...? Kalian cemburu ya..." "Siapa yang cemburu... aku kan cuma mengingatkan misi kita," jawab Freddy. Youngki menepuk bahu sahabatnya itu, "Fred... gak usah ditutupin.... memang kamu cemburu dengan pemuda itu." "Kamu gak usah berkelip gitu Ky? Kamu juga suka sama Lena kan?" balas Freddy sedikit kesal. Helena menepuk meja pelan, "Sudah kawan-kawan... bicara kalian yang makin ngawur, sekarang waktunya kita fokus, oke??" Walau dari luar mereka tampak santai, sesekali tertawa kecil agar tidak menimbulkan kecurigaan, namun sebenarnya ketiga detektif itu sudah memfokuskan perhatian pada sosok pemuda tampan yang tengah bersantai dengan kelapa muda sambil menatap laut yang indah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD