Chapter 5

1113 Words
Di antara semua pesonamu. Matamu adalah jebakan paling manis. *** Di dalam mobilnya, Elard menjadi gelisah. Tatapannya terarah ke jalan, tetapi pikirannya tertuju pada Sasi dan semua kejadian yang baru saja lewat. Untuk pertama kalinya Elard melihat Sasi berinteraksi dengan orang asing dan terlihat santai. Bahkan Sasi tidak memedulikan sekitar yang diam-diam bahkan terang-terangan memerhatikannya. Bagaimana Sasi tidak menjadi perhatian? Wanita itu terlihat sangat cantik dengan rambut panjang terurai bergelombang. Wajahnya juga dirias dengan pas, tidak berlebihan, membuat wajah Sasi terlihat segar. Penampilan Sasi juga sangat anggun dengan gaun biru gelapnya. Sungguh mencolok karena dia ada di halte bis. Bahkan Elard langsung menangkap bayangan sejak baru keluar dari gerbang hotel. Namun, yang membuat Elard tergerak adalah saat Sasi menenangkan Diana, sungguh lembut. Juga kerelaan Sasi memberikan bantuan materi tanpa pikir panjang. Elard benar-benar tidak habis pikir. Masih terngiang suara lantang Sasi yang penuh dengan kemarahan dan mata madu Sasi yang menatapnya tanpa gentar. Selama tiga tahun bertunangan, ini pertama kalinya ada emosi di antara keduanya. "Sudah sampai, Pak." Suara Tristan menyadarkan Elard dari lamunannya. Segera Elard keluar dari dalam mobil. "Besok jangan lupa siapkan slidenya." "Baik, Pak." Tristan mengangguk. Elard diam dan terlihat merenung, membuat Tristan penasaran. "Ada lagi, Pak?" "Kamu selidiki wanita itu. Dari latar belakangnya, sampai penyebab ia mangkir di hari itu. Beritahu saya secepatnya." "Wanita itu?" Tristan mencoba memahami maksud atasannya. "Yang tadi bicara sama Sasi." Elard berlalu, sedangkan Tristan yang sudah mulai paham, justru melongo. Bosnya biasanya tidak peduli dengan urusan t***k bengek. Keputusannya selalu taktis dan praktis. Kali ini berbeda. Tristan mendengar dengan jelas perdebatan antara bosnya dan tunangannya. Sama seperti Elard, ia pun terkejut dengan keberanian Sasi bersuara. Namun, kini Tristan jauh lebih terkejut akan sikap Elard yang mengambil keputusan "manusiawi" setelah Sasi bicara. Perubahan yang baik, pikir Tristan yang kemudian masuk ke dalam mobil dengan tetap tersenyum lebar. "Wah Tuan Muda sudah pulang. Tumben, matahari belum tenggelam sudah pulang hehehe..., eh," tawa wanita paruh baya itu tiba-tiba terhenti dan ia melotot pada seorang pria yang dengan sengaja menyikut lengannya. "Selamat datang, Mas Elard," sapa ramah, pria yang tadi memberi peringatan pada wanita di sebelahnya. "Terima kasih, Pak Priadi, Bu Wardah." Elard tersenyum kepada pasangan paruh baya yang dengan sengaja menyambut kepulangannya. Keduanya adalah pasangan suami istri yang sudah lama bekerja di keluarga Blenda, bahkan sebelum Elard lahir. Kemudian Elard melanjutkan masuk ke dalam rumah. "Apa sih?" protes Wardah ke arah Priadi, setelah Elard masuk. "Jangan cerewet, nanti mas Elard malas pulang," jawab Priadi yang bergegas meninggalkan Wardah yang masih terus mengomel. Sesampainya di kamar, Elard mengempaskan diri ke tempat tidur. Bayangan akan Sasi, tiba-tiba muncul bergantian bagaikan slides film. Sasi yang bicara dengan orang asing, Sasi yang tertawa, Sasi yang marah, dan Sasi yang sangat cantik saat wawancara, silih berganti muncul. Ada apa dengannya? Kesurupan apa dia? Ngapain pakai ngobrol sama wanita itu, sama saya saja gak pernah. Dan berapa sih umurnya? Sampai harus bergelayutan seperti monyet sama Mahesa. Dan kenapa juga harus marah-marah sama urusan saya? Pake melotot.... Cantik. Elard terkejut dengan pikirannya sendiri. What? Apanya yang cantik? Sinting! Segera Elard bangun dan melangkah menuju kamar ganti untuk kemudian mandi. Elard berharap dengan mandi, maka bukan hanya tubuhnya saja yang bersih, tetapi juga pikirannya yang menggila akan Sasi bisa luntur. Harapan yang sia-sia. *** Keluarga Blenda lengkap berkumpul di meja makan, menikmati makan malam dengan kehangatan yang sedikit berbeda dari biasanya. Ini karena kedatangan Azka Blenda yang baru pulang dari tur panjang dengan band-nya. Azka adalah si bungsu dari keluarga Blenda.  "Kak, tadi aku...." Belum sempat Azka menuntaskan kalimatnya, tiba-tiba Veronica menyikut tangan putranya. "Kok aku-akuan, sih. Kamu lagi bicara sama Kakakmu. Gak sopan," tegur Vero. "Aduh, Mama. Kak Elard fine-fine aja kok, ya gak, Bro?" Pertanyaan Azka dijawab dengan jeweran dari Vero. "Aduh..., iya, Ma, maaf..., ampun..., aduh panas, euy." Azka mengelus telinganya. "Kak, tadi saya melihat Teh Sasi duduk di halte bis." "Halte bis mana?" tanya Vero dengan nada terkejut. "Dekat hotel." Vero mengalihkan tatapannya ke arah si sulung. "Bukankah tadi kalian ada wawancara dengan sebuah majalah, ya?" Elard mengangguk saja. "Kok ada di halte? Kamu gak mengantar Sasi pulang?" "Saya kira tadinya dia datang sama sopir. Bukankah biasanya begitu," bela Elard yang merasa kalau ibunya sedang mengangap dirinya tak bertanggung jawab atas Sasi. "Berarti Sasi naik bis? Apa bisa...?" "Saya yang antar pulang, Ma. Saat saya keluar hotel, Sasi masih di halte." "Syukurlah. Lain kali, lebih peduli dengan tunanganmu sendiri," saran Vero. Sampai detik ini, Vero tak mengerti kenapa putranya meminta bertunangan dengan si bungsu Geofrey, sedangkan sikap Elard masih saja sedingin es terhadap Sasi. "Wanita itu siapa, Kak? Kok, mereka berdua terlihat sendu," tanya Azka. Elard menatap tajam Azka yang malah membuat Azka tertawa kecil. "Sendu? Maksudnya sedih?Kamu tahu kenapa?" tanya Aaron Blenda tertuju pada si sulung. "Iya. Wanita itu namanya Diana. Dia baru saja saya pecat karena mangkir." Adelard menjelaskan sesingkat mungkin, berharap tidak terlalu banyak pertanyaan lagi. "Trus, kenapa Sasi sampai harus begitu sedih?" tanya Vero, penasaran. "Entah, Ma. Besok saya akan cari tahu." Janji Elard sambil kembali menyendokan makanan ke mulutnya. Janji tidak perlu, karena sebenarnya Elard tahu apa dan kenapa. "Tapi, kalau Sasi sampai begitu sedih, tentunya ada sebab lain yang berkaitan dengan Diana. Pastikan kamu bisa selesaikan ini. Kasihan Sasi," pinta Aaron dan diamini Vero. "Iya, Pa." "Oh iya, tadi juga saya bertemu Helen. Dia yang mewawancarai Kak Elard sama Teh Sasi. Katanya, dalam waktu dekat kalian akan menikah, ya? Akhirnya." Azka tertawa lebar. Aaron dan Vero justru melongo dan menatap Elard dengan tanya. Bahkan Vero sampai harus memajukan tubuhnya, khawatir saat Elard bicara ia tak bisa mendengar. Sedangkan Elard, karena terkejutnya, sampai tersedak oleh makanannya sendiri dan mati-matian menenangkan diri. "Benar itu, Elard?" tanya Aaron. "Uhuk...huk...huk...." Elard segera mengambil minuman untuk meredakan batuk akibat tersedak. Sengaja Elard meneguk airnya perlahan. Mengambil kesempatan untuk memikirkan jawaban yang tepat. Matanya  melotot ke arah Azka yang terlihat sangat menikmati makanannya dengan terus tersenyum manis. Dalam hati, Elard memaki Azka yang tidak mendiskusikannya terlebih dulu. "Elard?" Aaron mulai mencondongkan badannya. Elard meletakkan gelas dan kembali menatap Azka dengan gemas, tetapi Azka hanya tertawa kecil dan mengunyah makanannya dengan cara yang unik. "Ehem..., nggg..., ya kan kalau bertunangan, arahnya juga akan menikah, Pa." "Dalam waktu dekat, artinya tahun ini, 'kan?" tanya Kanaya antusias. "Eh..., hmm..., ya...,  itu nanti..., mmm..., akan Elard bicarakan lagi dengan Sasi." "Bicara apalagi, sih? Ini sudah tiga tahun dan mau sampai kapan lagi bicara? Kamu kan sudah tiga puluh tahun lebih, apa mau nunggu sampai usia kamu lima puluh tahun, ha?" tanya Vero  gemas. "Mamamu benar. Ini sudah terlalu lama," sambung Aaron. "Kalau Kak Elard masih lama, maka ijinkan adinda menikah dulu, deh. Sudah gak tahan." Permohonan Azka hanya mendapat jeweran yang kesekian kalinya dari Vero. "Aduh, Ma. Kalau kuping saya panjang, bagaimana dengan ketampanan saya sebagai idola? Argh...." Jeweran Vero semakin kuat, membuat empunya mengaduh kesakitan.  Semua tertawa, tanpa ada siapa pun yang berniat menengahi keributan antara ibu dan anak tersebut. Sedangkan Elard sendiri, memilih tidak mengeluarkan banyak suara, selain hanya ikut tertawa dan berharap topik tentang dirinya benar-benar teralihkan.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD