You Love Me Not

1155 Words
22 tahun kemudian Cherly mengeluarkan beberapa pakaiannya dari lemari dan mematut dirinya di depan cermin. Gadis itu menimbang-nimbang seluruh pakaian yang dipilihnya dan akhirnya menjatuhkan pilihan pada gaun putih selutut dengan corak bunga-bunga kecil. Dia bergegas untuk mandi dan berdandan sambil bersenandung. Cherly melirik jam tangannya sambil tersenyum. "Ini waktu yang pas. Jam makan siang." Gadis itu masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya menuju ke PT Rajawali. Beberapa karyawan yang tampak mengenalnya memberikan sapaan hormat pada calon nyonya bos mereka. "Dean di dalam kan?" "Iya. Biar saya menginformasikan kedatangan nona dulu." Ucap Thalia, sekretaris Dean, hendak menelpon bosnya melalui interkom. Cherly menutup telpon itu. "Nggak perlu. Ini surprise. Lagipula ini sudah jam makan siang kan?" "Iya." Ucap Thalia agak serba salah karena dia tahu Dean sangat tidak suka dengan kunjungan mendadak Cherly seperti ini. Terakhir saat dia mengijinkan Cherly langsung masuk, dialah yang kena marah. "Jadi tunggu apa lagi?" Tanya Cherly sambil memberikan tatapan tajam pada Thalia. "Sana pergi makan siang." "Baiklah. Saya permisi." Ucap Thalia mengalah. Dia lebih memilih dimarahi oleh Dean yang dingin daripada mencari ribut dengan tunangan bosnya yang kadang agak gila itu. Sepeninggal Thalia, Cherly tersenyum senang dan melangkah menuju pintu ruangan Dean. Dia membukanya sedikit dan dia bisa melihat dengan jelas cowok itu sedang duduk di depan meja kerjanya entah sambil memandang apa. Tapi, sorot wajahnya terlihat agak sedih dan terlihat memendam kerinduan. "Sayang.." Sapa Cherly ceria. Tatapan itu telah berubah. Tatapan sendu penuh kerinduan milik Dean telah berubah menjadi tatapan dingin yang sering ditunjukkan pria itu padanya. "Cher, jangan bertingkah seperti anak kecil. Kamu tahu kan kalau ini adalah kantor." Tegur Dean dingin. Cherly langsung cemberut. Moodnya langsung berubah menjadi jelek. Tapi, gadis itu tetap berusaha menempel manja pada Dean. Dia bergelayut manja di lengan tunangannya, berharap dengan begitu cowok itu bisa sedikit luluh. "Kenapa sih kamu selalu membosankan, sayang? Nggak boleh begini, nggak boleh begitu. Benar-benar menyebalkan." Keluh Cherly. "Kalau kamu ke sini hanya untuk meributkan hal sepele seperti ini lebih baik kamu keluar saja deh." Cherly melotot mendengar ucapan Dean. Pria itu selalu meremehkan segala hal tentang dirinya. Itu sangat melukai hati dan egonya sebagai wanita yang ingin dicintai oleh prianya. "Makin lama kamu makin keterlaluan! Apa kamu benar-benar mencintai aku?" Dean hanya menatapnya dingin. "Jawab!! Sebenarnya kamu cinta nggak sih sama aku? Kamu sama sekali nggak pernah memperhatikanku." Dean kembali menghela nafas panjang dan menatap tunangannya dengan dingin. "Apa kamu nggak denger tadi aku bilang apa, Cher? Kalau kamu datang kemari hanya untuk meributkan hal-hal yang nggak penting, lebih baik kamu keluar saja. Aku masih punya banyak pekerjaan untuk diselesaikan." "Kamu jahat, Dean!! Aku akan bilang pada papamu bahwa kamu tidak mencintaiku dan sering bersikap keterlaluan." "Lakukan saja sesukamu!!" Bentak Dean dingin. Cherly menatap Dean nanar. Belum pernah ada seorangpun yang berani membentaknya. Papanya sangat menyayanginya, jadi jangankan membentak, tidak mengabulkan apa yang menjadi keinginannya saja tidak pernah dilakukan oleh papanya. Cherly meninggalkan ruangan Dean dengan emosi. Dia langsung pergi menuju lift hendak ke basement untuk pulang. Hilang sudah nafsu makannya. "Cherly.." "Om Aldo." "Kamu kenapa?" Tanya Aldo yang bingung melihat betapa merahnya wajah Cherly, tapi ekspresi gadis itu lebih ke arah kesal daripada malu. "Bertengkar dengan Dean?" "Kurasa Dean nggak mencintaiku, Om. Dia selalu saja bersikap dingin dan mengabaikanku. Baginya aku hanyalah penganggu yang kekanak-kanakan." "Itu nggak benar. Dean mencintaimu, Cher. Dia pasti sedang banyak pikiran makanya tanpa sadar dia memperlakukanmu dengan buruk. Nanti Om akan menegurnya. Jangan sedih lagi ya." Cherly tersenyum lemah. Itu hal yang selalu dia percayai bahwa sebenarnya Dean memang dia mencintainya hanya saja karakternya memang dingin makanya dia nggak pernah bersikap hangat padanya. Tapi, benarkah seperti itu? Jangan-jangan itu hanyalah bayangan yang dia inginkan. "Apa kamu mau mengajaknya makan siang?" Tebak Aldo. "Tadinya begitu tapi sepertinya lain kali saja deh, Om. Cherly pulang dulu ya." Ucap Cherly lalu segera masuk ke dalam lift. Cherly berjalan menuju mobilnya, baru saja dia akan menyalakan mesin saat ponselnya berbunyi. Dia agak kecewa saat tahu bukan Dean yang menelponnya tapi tetap saja seulas senyum muncul di bibirnya saat melihat nama penelepon. "Tante Bella sudah di Indonesia?" Bella terkekeh mendengar suara yang dirindukannya. "Iya. Tante baru saja sampai di Indonesia. Tante sengaja langsung nelpon kamu untuk ngajakin kamu makan malam bersama nanti malam. Mau kan? Om Axel baru pulang minggu depan sementara Carlie sepertinya betah sekali tinggal di Amerika padahal sekarang Tristan sudah cukup mampu untuk mengurus perusahaan papanya sendiri." Cherly tersenyum mendengar penjelasan Bella yang lebih seperti mengadu padanya. Tristan merupakan sepupu Carlie yang tinggal di Amerika. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan saat dia masih berusia 3 tahun. Karena itu pula, Axel sebagai satu-satunya keluarga yang tersisa terbang ke Amerika dan mengurus perusahaan Tristan hingga anak itu dewasa dan mampu menjalankan perusahaan milik mendiang orang tuanya. Cherly pernah bertemu dengannya beberapa kali saat dia diajak Axel dan Bella liburan ke Indonesia bersama Carlie tentunya. Selisih usia yang hanya 2 tahun, membuat mereka bertiga cukup akrab. "Mungkin Carlie udah punya kekasih jadi lebih suka tinggal di sana." Canda Cherly. "Gimana mau punya pacar kalau kerjaannya hanya dari rumah ke kantor terus?" Keluh Bella. "Jujur saja Tante jadi menyesal mengikuti perkataan Om Axel'mu untuk membawa Carlie ke Amerika. Carlienya Tante yang manis sekarang jadi dingin banget. Biasanya dia mudah banget luluh kalau Tante yang minta padanya. Ini sudah berkali-kali Tante minta padanya untuk pulang tapi dia masih juga bergeming. Tante benar-benar kesal." Cherly hanya terkekeh mendengar curhat Bella yang makin menjadi. "Kamu bantu Tante buat bujukin Carlie pulang dong, Sayang. Siapa tahu kalau kamu yang bujuk, dia bakalan mau nurut dan pulang kemari." Cherly meringis mendengar permintaan Bella. "Kalau Tante aja nggak didengar, mana mungkin dia mau mendengarkan Cherly yang bukan siapa-siapanya." Elak Cherly. "Tapi kalian berdua dulu sangat akrab. Mungkin saja dia bakalan mau. Kamu coba dulu ya, Cher?" "Hmm.. Tante maafkan Cherly, tapi bisakah kita melanjutkan pembicaraan ini nanti? Cherly sedang ada di jalan soalnya." Ucap Cherly bohong. "Ah.. kamu sedang menyetir? Kenapa nggak bilang dari tadi, Sayang? Bahaya banget lho nyetir sambil bertelepon seperti ini. Ya sudah nanti saja kita lanjutkan obrolan kita saat makan malam. Sampai jumpa, Sayang." "Sampai jumpa, Tante." Cherly menutup teleponnya sambil menghembuskan nafas lega. Dia bersyukur Bella percaya pada ucapannya dan nggak lagi mendesaknya untuk membujuk Carlie pulang kemari. Jujur saja, sejak kejadian di mana pria itu menyatakan perasaannya saat mereka memakai seragam putih abu-abu, Cherly jadi merasa tidak nyaman karena dia tidak merasakan perasaan sayang lebih dari seorang sahabat pada Carlie. Dan, Cherly hanya menceritakan hal ini pada Seline, sepupunya. Sepertinya Bella juga tidak tahu jika dia sudah menolak putra semata wayangnya itu dan Cherly tidak nyaman jika harus menolak Bella terang-terangan sekalipun Bella seringkali mengungkapkan keinginannya untuk menjadikan Cherly sebagai menantunya sekalipun statusnya adalah tunangan Dean. Tumbuh besar tanpa seorang ibu dan memiliki Bella yang selalu bersikap baik serta menyayanginya selayaknya putrinya sendiri membuat gadis itu tidak mau melukai hati Bella. Dia menyayangi Bella tapi dia hanya bisa mencintai Dean sekalipun pria itu seringkali menyakiti perasaannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD