Guardian Angel

2576 Words
“Huhuhu…” Cherly menatap anak lelaki di hadapannya sambil mendengus kesal. “Ih.. Kamu cengeng banget sih, Lie. Kali ini apa? Brandon mengambil apa darimu?” “Coklat.. hikss.. hikss.. buat.. hikss..Cherly.hiks..” Mata gadis kecil itu membulat mendengarnya. “Coklat dari Paris yang dijanjikan Tante Bella?” Tanya Cherly yang langsung disambut anggukkan kepala oleh Carlie. Tanpa mengatakan apapun lagi, gadis itu segera menghampiri Brandon, yang memang terkenal nakal dan hobi merebut barang milik teman-temannya. Cherly langsung merebut sekotak coklat yang tengah Brandon pamerkan pada gengnya. “Ini nih pahlawan kesiangannya si Carlie muncul.” Ejek Brandon yang disambut gelak tawa gengnya. Tanpa memedulikan ejekan Brandon dan teman-temannya, Cherly melangkah pergi. Dia hendak kembali ke kelas dan menikmati coklat Debauve & Gallais bersama Carlie. Namun, Brandon tak melepaskannya begitu saja. Anak itu bergegas mengejar Cherly dan menarik rambutnya sehingga gadis kecil itu terjengkang dan kotak coklatnya terlepas dari tangannya. Kejadian berikutnya bisa ditebak dengan mudah. Cherly dan Brandon terlibat perkelahian sengit. Mereka saling memukul dan menendang sampai akhirnya guru mereka datang dan melerai keduanya. Selena, wali kelas Cherly dan Brandon, membawa keduanya ke ruangan khusus yang biasa dia gunakan untuk melayani konsultasi para orang tua murid. Selena menatap kedua muridnya yang masih saling membuang muka dengan tangan yang bersedekap. Wanita muda itu menghela nafas singkat kemudian tersenyum selembut mungkin pada kedua muridnya yang cukup sering berkelahi itu. “Brandon, Cherly, bisakah ceritakan pada Ibu apa yang terjadi tadi? Kenapa kalian berdua bisa bertengkar?” "Haruskah Ibu kembali memanggil orang tua kalian?” Tanya Selena lagi dan sepertinya hal itu cukup efektif karena keduanya langsung menoleh ke arah Selena dengan tatapan tidak suka. “Brandon mengambil coklat milikku.” “Benarkah itu, Brandon?” “Coklat itu milik Carlie dan aku tidak merebutnya. Dia memberikannya sendiri padaku. Tapi, tiba-tiba saja Cherly mengambil coklat itu dariku jadi tentu saja aku merasa kesal.” “Pembohong!! Kamu merebut coklat itu dari Carlie. Itu milikku karena Tante Bella telah berjanji akan membawakan coklat dari Paris untukku.” Selena mengerutkan keningnya mendengar cerita yang saling bertolak belakang itu. Selena sengaja berdehem cukup keras untuk menghentikan potensi keributan keduanya. Dan, hal itu cukup efektif untuk menarik perhatian keduanya. “Ibu pernah bilang bahwa berbohong itu tidaklah baik. Kalian harus jujur dan mau meminta maaf jika melakukan kesalahan.” “Cherly nggak bohong!! Ibu bisa tanya pada Carlie.” Ucap Cherly tegas. “Bagaimana dengan kamu, Brandon?” “Tuh kan dia diem aja. Emang dia itu tukang bohong dan pembuat onar sejati.” Ejek Cherly, yang membuat Selena langsung ingin memelototi gadis kecil itu. Tapi, dia berusaha untuk tetap tersenyum lembut pada Cherly dan meminta gadis itu keluar agar dia bisa berbicara berdua dengan Brandon. “Sekarang kamu bisa mengatakan semuanya dengan jujur pada Ibu.” “Buat apa? Ibu sudah mendengar semuanya dari Cherly kan?” “Jadi, semua itu benar? Kamu merebut coklat dari Carlie?” Hening. Brandon hanya menundukkan kepalanya. “Apakah itu hal yang benar untuk dilakukan?” Tanya Selena lembut yang disambut oleh gelengan kepala oleh Brandon. “Kalau memang apa yang dilakukan Brandon adalah sebuah kesalahan, apa yang harus Brandon lakukan?” Tanya Selena lagi. “Minta maaf.” Ucap Brandon pelan dan enggan. “Kalau begitu sekarang kita minta maaf pada Carlie, oke? Berjanjilah untuk tidak lagi merebut atau mengambil sesuatu yang bukan milikmu.” Ucap Selena lalu menyodorkan kelingkingnya yang disambut oleh Brandon dengan ragu. Selena memeluk Brandon. “Anak pintar. Nah, sekarang kita temui Carlie bersama.” Ucap Selena lalu menggandeng tangan Brandon untuk menemui Carlie. Selena menyemangati Brandon untuk meminta maaf dengan tatapan matanya sehingga walaupun sedikit enggan Brandon akhirnya mengulurkan tangannya pada Carlie. “Maaf.” Carlie langsung memeluk Brandon erat. Selena tersenyum melihatnya. Carlie memang berhati lembut. Sekalipun dia sering menjadi korban keusilan teman-temannya tapi dia memiliki hati hangat yang pemaaf, berbanding terbalik dengan guardian angel-nya, Cherly, yang cenderung keras dan kerap kali berkelahi dengan siswa lainnya. Kini Selena menatap Cherly dan mengkodenya untuk meminta maaf pada Brandon karena sudah mengejeknya. Cherly maju dengan wajah cemberut dan mengulurkan tangannya pada Brandon. “Maaf karena sudah mengejekmu. Dan, ini coklat untukmu. Ambillah satu.” Ucap Cherly seraya menyodorkan sekotak coklat dengan beraneka bentuk. “Ibu Selena juga boleh mengambil satu.” Tambah Cherly lalu menyodorkan kotak coklat pada gurunya setelah Brandon mengambil sebuah coklat. “Terima kasih Cherly.” *** “Kamu bertengkar lagi?” Tanya Troy dengan tatapan menyelidik. “Bu Selena mengadu pada papa? Atau Uncle Ervin?” Tanya Cherly sebal. “Padahal tadi mereka bilang tidak akan mengatakan kejadian hari ini pada para orang tua.” “Lengan kecilmu yang mengadu pada papa.” Ucap Troy seraya menunjuk lengan kecilnya yang tampak memar. Gadis kecil itu bersedekap dan tidak mau berbicara membuat Troy menghela nafas panjang. “ Kali ini dengan siapa? Brandon lagi? Levin? Edward?” “Brandon.” Jawab Cherly cepat sebelum ayahnya menyebutkan semua nama anak lelaki yang pernah berkelahi dengannya. “Apa yang dia lakukan?” “Dia merebut coklat milikku, hadiah dari Tante Bella.” Troy menghela nafas dan menatap putrinya frustasi. Dia selalu merasa jiwa putrinya dan Carlie mungkin saja telah tertukar. Bagaimana mungkin putrinya jauh lebih sering berkelahi dengan anak lelaki sementara Carlie lebih banyak menangis dan mengadu pada anak gadisnya? “Papa sudah mendaftarkanmu untuk kursus balet mulai minggu depan. Dan, mulai besok Uncle Ervin tidak lagi bertanggung jawab atasmu. Papa sudah menemukan orang lain untuk bertanggung jawab sebagai kepala pelayan yang akan mengurus semua kebutuhanmu. Besok papa akan memperkenalkanmu kepadanya, namanya Aunty Livi.” “Kenapa seperti itu?” Protes Cherly nggak suka. Gadis kecil itu sangat menyukai Ervin karena pria itu telah dikenalnya sejak dia masih bayi. Selama ini, Ervinlah yang bertanggung jawab untuk mengurus semua yang menjadi kebutuhan Cherly, menjaga gadis itu dan menjadi teman curhatnya. “Papa berharap dengan hadirnya Aunty Livi, kamu bisa agak manis seperti Tante Bella.” “Itu bukan salah Uncle Ervin. Cherly hanya membela diri. Masa Cherly harus diam saja saat ada yang mengambil milik Cherly? Memangnya papa mau Cherly menjadi anak lemah yang hanya bisa merengek seperti Carlie?” “Papa senang kamu bisa membela diri. Tapi, Papa sama sekali nggak keberatan kalau kamu selembut Carlie. Papa ada untuk melindungimu.” “Sampai kapan?” Tanya gadis itu sedih yang langsung membuat Troy tertegun. “Apa maksudmu, Cher? Tentu papa akan selalu ada untuk Cherly.” “Kalau papa menikah lagi, apakah papa akan tetap di sisi Cherly? Nggak akan meninggalkan Cherly?” Troy meraih Cherly dan mendudukkan putrinya di pangkuannya lalu memeluknya erat. Dia bisa melihat trauma itu masih melekat dalam ingatan putri tunggalnya padahal kejadian itu sudah berlalu setahun yang lalu. “Papa nggak akan menikah lagi jika memang Cherly nggak setuju. Bagi papa, Cherlylah yang paling penting. Maaf kalau papa pernah membuat Cherly merasa tersisih. Papa tidak bermaksud seperti itu.” Cherly memutar tubuhnya dan menatap papanya yang sedang memandangnya dengan penuh cinta. Dia langsung memeluk papanya erat. Kejadian setahun yang lalu memang masih sangat membekas dalam ingatannya. Troy yang memaksanya tinggal dengan Giselle, tunangannya, saat dia harus mengurus pekerjaan di luar kota dengan alasan agar keduanya bisa segera akrab. Padahal wanita itu sangat menyebalkan. Dia hanya baik dan perhatian saat papanya ada bersama mereka. Sebaliknya, dia langsung bersikap masa bodoh dan bahkan meninggalkan Cherly sendirian di apartemennya hanya untuk bersenang-senang dengan teman-temannya. Ervinlah yang menjadi tempat curhatnya dan dia pula yang mengumpulkan bukti-bukti sehingga Giselle tidak lagi bisa mengelak dan berbohong pada Troy. Itu menyebabkan hubungan keduanya kandas beberapa bulan sebelum pernikahan keduanya terlaksana. “Nggak mau Aunty Livi. Hanya mau Uncle Ervin.” “Aunty Livi khusus papa pekerjakan untuk Cherly. Dia nggak akan pernah menjadi mama Cherly. Uncle Ervin akan menjadi asisten pribadi papa karena Uncle Albert akan pensiun dan pulang kampung. Lagipula seiring dengan semakin besarnya Cherly, Papa lebih tenang kalau kamu punya asisten perempuan biar bisa jadi teman curhat seperti Tante Bella.” Cherly tampak berpikir. Waktu kebersamaan dengan Tante Bella memang selalu menyenangkan. Mereka bisa melihat berbagai gaun dan boneka yang cantik. Bahkan, sesekali Tante Bella akan mengajaknya untuk melakukan perawatan bersama. “Kalau Cherly nggak menyukai Aunty Livi atau dia melakukan hal buruk pada Cherly, Cherly bisa mengadu pada papa.” “Satu minggu. Bagaimana? Kamu mencoba untuk mengenal Aunty Livi dulu selama seminggu.” Tambah Troy saat dilihatnya Cherly masih berpikir. “Baiklah.” Ucap gadis kecil itu pelan, bahkan suaranya nyaris tidak terdengar. Troy menghela nafas dan memeluk putrinya lebih erat. “ Percaya sama papa. Hanya Cherly yang paling penting untuk papa.Papa janji akan selalu mengutamakan Cherly karena hanya Cherly harta papa yang paling berharga. Jadi, maukah Cherly memaafkan papa dan kembali mempercayai papa?” “Iya. Cherly juga sayang banget sama papa.” “Kalau begitu, bisakah kamu berjanji pada papa kalau kamu tidak akan berkelahi lagi? Jika ada yang mengganggumu, kamu cukup lapor pada Ibu Selena atau Aunty Livi.” Ucap Troy seraya menatap putri kesayangannya. Gadis kecil itu mengerutkan keningnya tidak suka. “Nggak mau jadi tukang ngadu.” “Papa nggak suka kalau kamu sampai terluka karena berkelahi jadi biarkan saja Ibu Selena atau Aunty Livi yang menegur anak-anak nakal itu. Kamu senang melihat papa mencemaskanmu?” Cherly menganggukkan kepalanya. “Itu tandanya papa memperhatikan dan menyayangiku.” Troy tertawa mendengar penjelasan putrinya. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi agar putrinya mau berhenti berkelahi. Dia hanya bisa berharap dengan mempekerjakan Livi bisa memberikan Cherly contoh bagaimana seharusnya putrinya bersikap. Bella tidak mungkin terus menerus meluangkan waktunya untuk memperhatikan Cherly karena dia memiliki Carlie dan suami yang juga harus diperhatikannya. Walaupun Bella sama sekali tidak merasa keberatan mengajak Cherly keluar dan melakukan aktivitas selayaknya seorang ibu dan anak perempuannya. Dia memang sangat ingin memiliki anak perempuan, namun sayangnya Bella hanya bisa memiliki Carlie. Namun, tetap saja Troy tidak mungkin terus menerus merepotkan Bella sekalipun mereka sudah berteman baik sejak kecil, dan dia juga mengenal Axel, suami Bella. “Papa selalu menyayangimu, Cher. Jadi, maukah kamu berjanji untuk berhenti berkelahi?” Tanya Troy seraya menyodorkan kelingkingnya yang akhirnya disambut Cherly waluapun penuh dengan keengganan. *** “Tante Bella…” Teriak Cherly senang lalu berlari memeluk Tante kesayangannya. Bella menerima pelukan Cherly dan membalas pelukan gadis itu dengan erat. Antusiasnya Cherly saat melihat Bella membuatnya terlihat seperti putri kandung Bella. Berbanding terbalik dengan Carlie, anak kandungnya, yang melangkah pelan ke arah Bella dan tidak nampak terlalu antusias. Hari ini Bella memang sengaja pergi ke sekolah untuk menjemput Carlie sekaligus mengajak Cherly makan siang bersama. “Bagaimana kabarmu, Sayang?” “Baik. Aku sangat merindukan Tante. Lama sekali aku nggak melihat Tante menjemput Carlie.” “Tante sedikit sibuk, Sayang. Dan, hari ini Tante mau mengatakan sesuatu pada Cherly.” “Apa itu? Kita akan berlibur bersama?” Tanya gadis kecil itu antusias yang malah membuat Bella semakin merasa bersalah. “Kita bicara sambil makan yuk. Ini sudah jam makan siang. Kamu ingin makan apa?” “Spageti.” “Carlie mau apa, Sayang?” Tanya Bella seraya memandang putranya yang telah berada di samping Cherly. “Ikut Cherly aja, Ma.” Bella menghela nafas mendengar jawaban Carlie. Dia sedikit mengerti alasan suaminya agak berkeras untuk menyekolahkan Carlie di luar negeri. Carlienya memang sangat lembut dan bisa dibilang pengikut setia Cherly. Tentunya, sebagai calon pewaris Tanujaya Grup, Axel berharap Carlie bisa lebih tegas. “Oke. Kita makan di kafetaria depan. Tante dengar spageti mereka sangat lezat.” Bella menggandeng tangan kedua anak kecil itu menuju kafetaria yang terkadang menjadi tempatnya untuk menunggui Carlie pulang sekolah. Dia memesankan spageti untuk kedua anak kecil itu sementara dia sendiri menikmati salad sayur. “Jadi, kali ini kita akan berlibur ke mana, Tante?” “Bukan itu, Sayang.” “Jadi?” Tanya Cherly bingung. “Carlie Sayang, kamu belum mengatakannya pada Cherly?” Tanya Bella lembut yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Carlie. “Memangnya semua itu sudah pasti, Ma? Mama nggak bisa membujuk papa untuk membatalkannya?” Tanya Carlie pelan. Cherly mengerutkan keningnya mencoba menebak-nebak ke arah mana pembicaraan ini. Carlie terlihat sedih dan nggak ingin melakukan apapun yang menjadi rencana kedua orang tuanya. Tapi, Cherly sama sekali tidak bisa menebak tentang apa hal itu. “Sayangnya nggak bisa, Sayang. Papa pasti rindu sama kamu jadi dia ingin kita menemaninya. Ini waktu yang sibuk untuk papa jadi papa nggak mungkin bisa sering pulang ke Indonesia. Jalan terbaik adalah kita yang menyusul papa ke sana.” Jelas Bella lembut yang membuat Cherly membelalak. “Tante dan Carlie mau pindah?” “Lebih tepatnya Carlie yang akan pindah. Tante masih akan tinggal di sini tapi sesekali Tante akan ke Amerika untuk mengunjungi Om Axel dan Carlie karena masih ada perusahaan yang harus diurus di sini dan nggak mungkin dialihkan pada orang lain.” “Ahh kalau begitu kita masih bisa bertemu dan bersenang-senang.” Ucap Cherly lega tapi langsung membuat Carlie mengerut tidak senang. “Kamu nggak merasa kehilangan aku?” Tanya bocah lelaki itu kesal. Bella tersenyum mendengar nada kesal Carlie. Selama ini Carlie selalu manis, menurut, dan jarang menuntut bahkan dia lebih sering berusaha untuk mengerti posisi orang lain. Bagi Bella, ini merupakan kemajuan untuk Carlie. “Kenapa juga aku harus merasa kehilangan anak cengeng sepertimu?” Tanya Cherly lalu menjulurkan lidahnya. “Kalau aku sudah nggak cengeng, kamu akan merasa kehilangan aku?” Tanya Carlie lagi dengan raut wajah penasaran. Cherly tampak berpikir sejenak. Bella sudah hampir tertawa terbahak-bahak melihat adegan di depannya. Tapi, tentu saja dia menahannya sebaik mungkin. Baginya, mungkin ini adalah percakapan yang konyol tapi tidak demikian bagi anak-anak di depannya. “Kalau kamu sudah sekeren Uncle Ervin, aku baru akan merasa kehilangan.” “Uncle Ervin kan udah dewasa. Kalau sudah dewasa, aku juga pasti lebih keren darinya.” “Aku ragu kalau saat dia masih kecil, dia secengeng kamu.” Ledek Cherly yang langsung membuat Carlie cemberut kesal. “Makan dengan tenang ya anak-anak.” Tegur Bella. Jika dia tidak menegur pasti tidak lama kemudian akan terjadi perdebatan yang tidak ada habisnya. Mereka menghabiskan makanan dengan lebih tenang sambil sesekali bercanda. Setelah itu, Bella langsung mengantar Cherly pulang ke rumah karena Troy telah mewanti-wantinya kalau Cherly memiliki kelas menggambar hari ini. Sahabatnya sekarang sibuk mengikutkan putrinya berbagai kelas seni dengan harapan putrinya bisa jauh lebih anggun. Padahal bagi Bella, Cherly sudah cukup anggun namun memang harus diakuinya dia sangat pemberani seperti Troy. “Sampai jumpa besok, Sayang.” Ucap Bella setelah menurunkan Cherly di rumahnya. “Bye…” Ucap Carlie sambil melambaikan tanganya yang dibalas dengan lambaian tangan oleh Cherly. Mobil Bella melaju meninggalkan rumah Cherly menuju rumahnya yang hanya berkisar 10 menit dari rumah Cherly. “Kapan kita pindah, Ma?” “Kamu masih punya satu semester lagi. Mama sudah mengaturnya agar kamu masih bisa bertemu dan bermain bersama Cherly selama 6 bulan. Berterima kasihlah pada mama karena sudah mengundur kepindahanmu selama 6 bulan.” “Mama memang yang terbaik.” Puji Carlie lalu mencium pipi Bella dengan antusias. Bella tertawa. “Kamu segitu senangnya bisa berteman dengan Cherly?” Carlie mengangguk. “ Walaupun kadang dia suka meledekku tapi dia selalu membantuku kalau ada yang menggangguku atau merebut barang milikku. Cherly sangat baik.” Bella tersenyum. “Apa kamu nggak ingin suatu saat nanti gantian kamu yang menjaga Cherly seperti Cherly yang saat ini menjaga Carlie?” Carlie mengangguk antusias. “Kalau aku sudah dewasa nanti, aku akan sekeren uncle Ervin dan menjaga Cherly dengan baik.” “Anak pintar.” Ucap Bella lalu mengusap kepala Carlie dengan sayang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD