Cincin Pertunangan

1068 Words
Malam ini Zara memakai gaun berwarna putih. Dengan hiasan korsase besar merah maroon di pinggang dan juga di pakai sebagai aksesoris di rambut. Menjadikan Zara tampak anggun. Dengan tubuhnya yang tinggi menambah bagusnya tubuh Zara di balut gaun itu. "Aku selalu takjub saat mendandanimu, tuan putri," ucap Hanifa dengan mata berbinar-binar melihat hasil karyanya. Zara mendongak melihat Hanifa yang terkagum-kagum melihat dirinya. Hanifa adalah pengasuh Zara sejak kecil. Ia bagai seorang ibu yang selalu mendandani Zara bak tuan putri. "Kamu memang mirip dengan putriku, tapi sayang... gadis itu tidak punya semangat sepertimu," Nada suara Hanifa berubah jadi sedih. "Kenapa kau sedih, Bibi. Ayolah... Aku sangat tidak suka kesedihan," cegah Anzarika sambil memutar tubuhnya dan melihat Zara,kakaknya "Iya. Kita tidak boleh bersedih malam ini. Inikan hari kebahagiaan Kakakmu," sahut Hanifa Zara berdiri dan menatap ke cermin. Ia melihat pantulan dirinya yang berbalut gaun berwarna putih. Zara memiliki banyak kemiripan dengan maminya. Dari bentuk mata, hidup, sampai lengkungan di bibirnya. "Sebentar lagi, kau akan menjadi seorang istri dari biduan terkenal di kota ini. Aku masih tidak percaya ini hari pertunanganmu," ucap Hanifa sambil menyeka air matanya. Zara pun berbalik badan, menghadap Hanifa. "Bibi, aku perlu 23 tahun untuk dewasa. Apa bibi lupa?" Sahut Zara "Huss anak konyol," timpal Hanifa sembari menepuk pipi Zara. Ketiga tuan putri Primarta itu terkikik. "Ayo duduklah, aku akan rapikan mahkotamu," pinta Hanifa. Zara kembali duduk menghadap kaca. Dari kedua sisi pundaknya, si kembar merangkul pundak sang kakak. Ayanna dan Anzarika adalah saudari angkat Zara. Meskipun bukan saudari kandung mereka bertiga sangat dekat bagai saudara kandung. Ayanna dan Anzarika tengah menempuh pendidikan di bangku SMA. Mereka sangat imut, jauh usianya dengan Zara yang sebentar lagi akan dipinang oleh pangerannya. Wilda masuk kamar Zara. Ia tersenyum melihat si kembar sedang merayu Zara. "Hei hei sudahlah Kakak Zara akan segera menemui pangerannya. Karena sekarang keluarga Bachtiar sudah menunggu Zara. Ayo Zara," ajak Wilda. "Ssstt lihat saja akan ada drama diruang tamu nanti. Dimana tuan putri Zara dan pangeran Bihan berdansa," ujar Anzarika. Si kembar bicara lirih. Namun Zara mendengarnya. Sayangnya Zara tidak menghiraukan mereka karena ia mulai gugup. Ruang tamu di rumah Primarta disulap menjadi aula yang indah. Dekorasi bunga berwarna dominan putih memenuhi dinding sepenjuru ruangan. Pangeran Bihan tampak gagah dengan jas putih yang ia kenakan. Wajahnya bersinar menunjukkan aura tampannya. Momen bahagia ini akan diingat semua orang. Apalagi kedua pasangan yang tengah bahagia. Bihan dan Zara bertemu di tengah-tengah tamu undangan. Mereka berhadapan dimana keduanya saling menatap wajah. Acara dimulai dengan penyematan cincin kedua pasangan. Pertama Bihan memakaikan cincin di jari manis Zara. Perasaan Bihan semakin campur aduk. Rasanya ia benar dalam mimpi, ia sedang memakaikan cincin di jari tuan putri Zara. Setelah itu, Zara memakaikan cincin di jari manis Bihan. Kedua matanya fokus pada jari Bihan. Saat yang bersamaan Bihan menatap wajah Zara yang sedang menunduk. Setelah acara penyematan cincin kedua pasangan, terdengar suara riuh tepuk tangan. Plok! Plok! Semua tamu bertepuk tangan bahagia menyambut Bihan dan putri keluarga Primarta yang sudah terikat cincin tunangan. Nyonya Wilda sampai terharu melihatnya. Perjodohan inilah yang sangat di harapkan Nyonya Wilda. Keramaian mengiringi langkah seorang pria yang mulai memasuki rumah Primarta. Pria itu melangkah menghampiri kerumunan. Bagian depan rambutnya terjatuh sedikit menutupi dahi. Rambut itu sedikit bergelombang, berwarna brunette. Alisnya tebal dengan matanya yang hitam tajam dan hidung yang mancung. Bagian rahang dan atas bibirnya ditumbuhi rambut pendek yang dicukur rapi, memperlihatkan kesan dirinya yang tampan. Bibirnya merah tua, sedang kulit wajahnya terdapat bintik-bintik matahari yang menunjukkan bahwa ia memang sering terjun ke lapangan dan menikmati berjemur. Pria itu bernama Dhafi Adhi Gunawan, pria yang menjabat Site Enginer arsiter di sebuah perusahaan swasta. Dhafhi adalah senior zara. Setelah lulus kuliah, Dhafi mengurus proyek sang ayah di luar negeri. Sebenarnya Dhafi datang untuk menemui Zara. Namun ia begitu terkejut melihat acara di rumah Primarta. Dhafi tidak sendiri, ia datang bersama Tuan Adhi Gunawan dan Nyonya Miranda Adhi Gunawan. Keluarga Gunawan, disambut oleh tuan Tirta. Ia sangat senang bertemu sahabat lamanya. Apalagi Tuan Adhi Gunawan banyak berjasa di perusahaan Primarta. Pandangan Dhafi teralihkan kepada gadis cantik yang memakai gaun putih. Dhafi yakin dia adalah Zara, seseorang yang telah ia nanti selama ini. Sayangnya Dhafi tidak melihat ada Bihan disamping Zara. Banyak orang berkerumun di depan Bihan. Dhafi memantapkan langkahnya. Kedua matanya bersinar, karena kecantikan Zara semakin terlihat dekat. "Zara," Telinga Zara mendengar namanya di sebut. Ia segera menoleh melihat sekeliling. Kedua matanya kembali bersinar ketika melihat Dhafi. "Dhafi," Zara mengangkat gaunnya. Ia bergegas menemui Dhafi. Ia melihat Dhafi dari ujung rambut hingga ujung sepatunya. Zara menggelengkan kepala. Seakan ia tidak percaya, dihadapannya ada seniornya. "Kau disini. Kapan kau pulang ke Indonesia," "Dengar kau tidak berubah. Setiap bertemu kau langsung melontarkan banyak pertanyaan padaku. Oh Zara ini bukan kampus," sahut Dhafi sambil tersenyum pada Zara. Zara sendiri tersipu malu. "Oh ya apa ini acara ulang tahunmu?" "Bukan," "Lalu," "Hari ini aku sangat bahagia. Karena hari ini adalah hari pertunanganku," ucap Zara. Senyuman di wajah Dhafi berangsur hilang. Ia mulai memalsukan senyumannya. Dhafi sungguh terkejut mendengar pertunangan Zara. Gadis yang selama ini ia rindukan, ternyata akan menikah dengan pria lain. "Tunangan?" "Iyah. Ee sebentar," Punggung Zara berangsur menjauh dari pandangan Dhafi. Zara kembali dengan menggandeng Bihan, tunangannya. "Ini tunanganku," ujar Zara kepada Dhafi. Wajah Dhafi mulai merah. Hatinya mulai hancur. Seakan ini adalah mimpi buruk. Bihan mengulurkan tangan pada Dhafi. Mereka akhirnya saling berjabat tangan. "Hallo, aku Bihan," "Ha--Hallo. Aku Dhafi. Senang bertemu denganmu Bihan," Bihan hanya membalas senyuman. Hati Dhafi bagai kepingan pot yang pecah. Ia memalingkan wajah. Dengan perlahan, ia menelan ludahnya. Dhafi tidak pernah membayangkan sebelumnya ini akan terjadi. Ia gagal mengutarakan perasaannya pada Zara. Bahkan ia juga telah kehilangan gadis yang selama ini ia cintai. "Aku ucapkan selamat atas pertunangan kalian," ujar Dhafi. "Terimakasih Dhafi," sahut Zara dan Bihan bersamaan. "Ngomong-ngomong kapan resepsinya," "Eee sepertinya masih lama. Setelah wisuda," Zara menatap Bihan. "Oh begitu baiklah," sahut Dhafi. Sekarang saatnya berdansa. Semua pasangan harus berdansa di aula ini. Alunan lagu bergemuru ditempat itu. Beberapa pasanganpun menari bersama. Berputar, loncat dengan mengiringi irama. Tangan Zara menyentuh pundak Bihan dengan mata yang melirik kearah Dhafi. Zara menatap Bihan dengan senyuman dan sekarang giliran Bihan yang menatap balik kearah Zara.Mereka saling bertatapan dan melempar senyuman. Kembali lagi api cemburu berkobar di hati Dhafi. Ia benar-benar marah. Rasanya ia ingin secepatnya pergi dari tempat ini. Namun ia tidak ingin Zara sedih. Dhafi menghela nafas panjang. Dirinya mulai berhasrat untuk memisahkan Zara dan Bihan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD