Part 4

1151 Words
“Aaaaagggggghhhhhh!!!” teriak Reno.             PRANG!!!!             Reno menonjok cermin di toilet, kaca itu langsung pecah berantakan. Di tambah bersimbah darah tangan Reno yang bercucuran. Reno benar-benar marah pada dirinya sendiri. Dia sangat menyesal karena telah membuat Renatha membencinya sampai Renatha memutuskan untuk pindah kelain hati.             “BODOH! BODOH!” Reno menjambak-jambak rambutnya dengan kasar. “Harusnya gue ga ikutin kata-kata papah yang terobsesi buat jadi dokter. BODOH!” sumpah serapah dan caci maki terus ia keluarkan pada dirinya sendiri. Mungkin saat ini semua itu terlambat. Renatha pasti sangat mencintai Alzi. Sudah tidak ada harapan lagi buat Reno. Tidak ada harapan untuk menggapai cinta Renatha lagi. Kandas semuanya. Sedikitpun tidak ada harapan. Semua itu karena obsesi ayahnya.   Flash Back             “Lakukan yang papah pinta. Kalo dia ga bisa tinggal di New York dan ikuti apa kata papah. Putuskan dia dan tidak usah berhubungan dengan dia lagi. Masih banyak perempuan yang mau sama kamu Reno!” perintah ayahnnya Reno pada saat itu.             “Tapi pah..” sebelum menyelesaikan pembicaraannya ayah Reno memotong pembicaraannya. “Kalo kamu masih bersikukuh. Dan akan kembali ke Indonesia setelah selesai kuliah kedokteran kamu. Lebih baik kamu jangan jadi anak saya. Itu semua terserah pada pilihan kamu,” tegas ayah Reno.             Mau tidak mau Reno menerima perintah dari ayahnya. Saat itu juga Reno menelepon Renatha di Indonesia. Reno menekan-nekan nomer Renatha.             “Hallo Ren,” Renatha menjawab telepon Reno.             “Re.. aku mau kita putus..” ucap Reno. Sepertinya kata-kata itu telah menohok hati Reno. Rasanya Reno tidak tega mengatakan hal itu. Namun ia harus melakukannya demi obsesi ayahnya.             “Apa Ren? Kamu bercanda kan? Ren ini ga mungkin? Ren kamu denger aku kan?” Renatha terus saja memborong pertanyaan pada Reno. Namun tak ada satu katapun yang terucap. Reno malah mematikan teleponnya kemudian ia banting. Setelah itu ia blokir pertemanan Renatha di semua sosial media yang ia punya. Dan dalam dua hari Reno bersama keluarganya pindah rumah. Saat itu Reno menghilang. Sampai ketika Renatha ke New York, yang ada rumah itu sudah menjadi milik orang lain. Pantas saja Renatha begitu sakit hati pada Reno.                         “AAAAGGHHHHHHHH,” teriak Reno sambil mengebrak westafel toilet kemudian pergi. Tak sengaja Reno berpapasan dengan Uliie sahabatnnya.             “Reno kamu kenapa? Tangan kamu kok berdarah, sini biar gue obatin,” Ullie panik melihat tangan Reno yang bersimbah darah, belum lagi ada sisa-sisa pecahan kaca di tangannya.             “Engga perlu!” Reno menepis lengan Ullie.             “Ren tangan lo luka! Lo lupa kalo lo autoimun. Kalo di biarin bisa infeksi!” tukas Ullie. Tanpa ba bi bu Ullie langsung menarik Reno ke Klinik kampus. Ullie memang sangat perhatian pada Reno. Dia sangat dekat dengan Reno. Smapai-sampai Uliie menyimpan rasa cinta pada Reno.   Klinik Kampus             “Tangannya sudah tak apa-apa, saya sudah suntikan antibiotic agar tidak infeksi,” jelas seorang dokter yang kebetulan sedang jaga di klinik itu. “Kamu Reno kan?”             “Iya dok, kayanya aku dah ga asing deh sama dokter. Dokter Yusi kan?” tebak Reno. Iya memang benar itu dokter Yusi kakaknya Renatha.             “Ya betul sekali. Apa kabar kamu? Udah lama saya ga lihat kamu. Katanya kamu menghilang,” selidik dokter Yusi. Reno hanya tersenyum kecut malu. “Aku baik kok, maaf ya dok atas ke egoisan saya,” sesal Reno. “Dok apa Reno engga apa-apa? Reno punya autoimun…” ceplos Ullie yang langsung dapat pelototan dari Reno. “Aku udah ga apa-apa kok. Saya pamit dulu dok, Ullie ayo kita pergi!” ajak Reno sambil menarik Ullie menjauh dokter Yusi. Setelah lumayan jauh dari klinik kampus  Reno melepaskan lengan Ullie. “Lo tahu kan ga semua orang tahu, gue punya autoimun? Harusnya lo bisa rahasiain ini,” Ullie sangat menyesal dengan ucapannya tadi. Bagaimana tidak, dia sangat khawatir dengan kondisi Reno. “Maaf..” hanya itu yang mampu keluar dari mulut Ullie. Tak lama air mata Ullie terjaruh dari pelupuk matanya. Reno jadi salah tingkah sudah membuat sahabatnya ini menangis. “Ma.. maaf Ullie gue ga bermaksud kasar sama kamu,” Reno memeluk Ullie, mungkin Ullie butuh itu saat ini. “Gue tau lo care sama gue, gue makasih banget, tapi please perlakuin gue kaya orang normal lainnya,” ucap Reno kini sedikit lebih lembut dari pada tadi. “Ullie!” panggil seorang cewek rambut sebahu, yang tentunya menganggu moment yang Ullie sangat inginkan. Ullie memang menyimpan hati pada Reno sejak dulu. Dulu Reno ke New York, Ullie juga pindah ke New York. Reno ke Indonesia, Ullie juga ke Indonesia. Ullie tahu Reno seperti ini, karena Renatha pujaaan hatinya. “Sorry..” sesal Anggi cewek rambut sebahu itu. Sukses sekali menangkap basah Reno dan Ullie sedang berpelukan. Reno melepaskan pelukannya. “Gue pergi dulu,” Reno langsung pergi meninggalkan mereka. “Sorry gue ganggu moment yang lo tunggu,” Anggi nyengir kuda. “Hmm ga apa-apa emang ada apa?” Uliie sedikit kesal. Benar kata Anggi. Uliie sangat ingin moment seperti tadi. Dasar Anggi penganggu. “Ga apa-apa kok. Hhehe.. Mau sampe kapan lo friendzone-an sama Reno Ul, lo sadar kan kalo Reno itu cinta mati sama Renatha. Apa lagi ada istilah R hanya untuk R. Gue kesian aja sama lo,” Anggi malah menasehati. “Gue tahu kok Nggi, gue ga akan nyerah sampe Reno jadi milik gue. Buktinya sekarang Reno putus kan sama Renatha,” tegasnya. Setidaknya masih ada harapan untuk meraih hati Reno.   ********             “Kamu engga apa-apa sayang? Tadi aku denger kamu teriak loh, Reno engga ngapa-ngapain kamu kan?” tanya Alzi sangat khawatir.             “Engga apa-apa kok sayang. Reno baik  orangnya dia temen aku waktu SMA. Kebetulan dulu dia pindah ke New York, ga tahu kenapa dia pindah lagi ke sini,” jelas Renatha.             Alzi menghembuskan napasnya tanda lega, “Aku kira kamu di apa-apain, jadi juga kamu ke Bandung. Aku kira ga jadi,”             Renatha tersenyum, “Lagian kamu kemana aja, di cariin juga pas aku masuk sini. Dasar senior ga bertanggung jawab!” Renatha pura-pura marah. Bibirnya ia manyunkan lima senti dan tangannya ia lipat di depan dadanya.             “Maaf maaf, kemaren aku ada keperluan jadi ga sempet ospek kamu. Maaf yah sayang jangan  gambek dong. Tapi persami aku ikut kok,” Alzi sangat menyesal.             “Seengganya kamu bisa telepon aku atau sms ke. Ini ga ada kabar, aku khawatir tahu. Kamu tahu kan aku engga mau kehilangan kamu?” lebih tepatnya Renatha paling tidak suka, jika tidak ada kabar seperti itu. Renatha tidak mau hal yang menimpanya dulu terjadi. Seperti Reno yang hilang tanpa kabar.             “Iya tau maaf yah maaf,” rajuk Alzi.             “Tau ah,” Renatha membalikan badanya memunggungi Alzi. Ia pura-pura marah.             Respek Alzi langsung mengelikitik pinggang Renatha, ia tahu betul kalau Renatha saat ini sedang mengerjainya. “Hahhaaa geli tau Zi, geli..” mereka berlari-lari kecil sambil kejar-kejaran. Tak sadar dari jauh Reno memperhatikannya. Apakah Renatha benar-benar mencintai Alzi? Lalu apakah tidak ada kesempatan double R untuk bersatu? Bagaimana keseruan mereka saat persami?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD