" Padahal Mas enggak usah ikut nemenin aku ke jogja." ucap Dian merasa tidak enak hati.
" Enggak apa-apa kok, lagi pula Mba Siti udah pulang jadi saya enggak perlu ngawasin dia seharian. Saya juga pengen makan gudeg."
" Kan banyak yang jual gudeg di Bandung. "
" Yah itu rasanya beda. Eh pesawatnya sebentar lagi, yuk!" ajak Abhi menarik tangan Dian, membuat gadis itu sempat kaget.
...
" Sudah 3 hari keadaan Ibu semakin kritis sehingga harus masuk RS. Kemo yang sudah Ibu jalani pun tidak memberikan dampak yang baik. Ibu selalu mengeluh lelah namun beliau ingin lihat kamu menikah terlebih dahulu." ucap Gian dengan mata sembab.
Gian sengaja menjemput Dian dan Abhi dari bandara. Dan kini mereka berada di kantin rumah sakit sebelum Dian menemui Ibunya.
Gian menyeka Air matanya dan menoleh pada Abhi yang sejak tadi membuatnya penasaran siapa pria tampan yang ikut menemani adiknya. " Ini siapa?"
" Dia mas Abhi, Om nya Arin." jawab Dian.
Abhi tersenyum. " Saya Abhimanyu."
" Saya Gian kakaknya Dian." balas Gian.
Dian menghabiskan air minumnya dan mencoba menenangkan hatinya. Ia merasa kacau dan terpukul mendengar kabar Ibunya. Rasa takut menjalar dalam hatinya. Ia hanya memiliki Ibu sebagai orangtua mengingat sang Ayah sudah meninggal karena kecelakan mobil.
" Aku mau ketemu Ibu Kak." ujar Dian lalu menatap Abhi. " Mas Abhi enggak apa-apa nunggu disini? Nanti saya antar makan gudeg."
Abhi mengangguk. " Ambil waktu kamu sebanyak mungkin. Saya akan tunggu."
" Ayo Kak."
" Pacar kamu?" tanya Gian begitu mereka keluar kantin.
" Bukan cuma kenalan."
" Baik banget beliin tiket pesawat."
" Aku cuma pinjem uang buat kereta, eh ternyata dibeliin tiket pesawat. Habis deh gaji aku bulan depan."
" Terus kok ikut kesini?"
" Katanya mau makan gudeg asli sini."
Gian terkekeh. " Transportasi mahal-mahal cuma buat gudeg? Kebanyakan uang ya?"
Dian hanya mengangkat bahu. Membuat Gian gemas terhadap adiknya yang super tidak peka.
" Lalu Rion, gimana kabarnya?"
" Sibuk sama cewe d**a tumpah." ketus Dian.
" Dia masih ya kayak gitu?"
" Pusing aku kak, kapan dia sadarnya kalau dia suka aku."
" Move on aja. Waktu itu berputar maju, kamu kalau enggak ada tindakan apa-apa ya enggak akan mempengaruhi hidup kamu."
" Aku masih mau nunggu dia kok."
" Kalau dia tiba-tiba kasih undangan nikah gimana? Kamu mau nunggu dia jadi duda?
"...."
Dian dan Gian berdiri tepat di depan kamar Ibu. Gian menatap adiknya sebentar dan memeluk Dian dengan erat.
Adik satu-satunya yang begitu polos akan cinta. Padahal banyak cinta untuknya namun ia selalu menutup mata dan memilih menjangkau langit.
Termasuk ada cinta tulus dari satu pria yang rela menemani adiknya untuk sampai kesini.
" Ibu." ucap Dian menghampiri Ibunya.
Ibu tersenyum. Tubuhnya begitu kurus dan lemah. Ada gurat kebahagiaan dan lelah secara bersamaan tersirat diwajahnya, membuat Dian menahan lidah untuk menjerit.
" Kangen Ade." ucap Ibu menggenggakm tangan Dian.
" Kangen Ibu juga. Gimana keadaan Ibu?"
" Baik, selalu baik." jawab Ibu pelan. " Mana Rion?"
" Rion di Bandung Bu. Ade kesini sama teman."
Ibu tersenyum menatap putri bungsunya dalam-dalam.
" Ibu sebenarnya lelah. Kangen Bapak... Tapi Ibu mau lihat Ade nikah. Ibu ingin lihat Ade nikah Kak."
Dian menitikkan air mata tak kuasa untuk merespon perkataan Ibu. Toh apa yang ingin ia katakan?
" Waktu Ibu enggak lama De."
Dian menatap Ibunya dibalik bulu mata yang basah. " Ade.. " Dian kembali diam. Ia membaringkan kepalanya dilengan Ibunya, berhati-hati untuk tidak terkena infus. Ibunya menatap sendu Dian dan mengelus rambut Dian selembut mungkin.
...
" Kenapa belum dimakan, Bu? Gudegnya enak lho!" ucap Abhi menatap Dian yang terlihat melamun dan belum menyentuh makanannya.
Selesai menjenguk Ibunya, wanita mungil itu membawanya ke gudeg yu djum.
Dian mengerjapkan mata dan mulai memakan makanannya tanpa selera. Dirinya masih memikirkan permintaan Ibunya.
" Mas kayaknya saya enggak bisa ikut pulang. Saya mungkin pulang lusa, mau temenin Ibu dulu. Mas enggak apa-apa pulang sendirian? Kalau soal Arin, saya sudah titipkan ke wali kelasnya termasuk materi pembelajaran besok nanti malam saya buatkan dan emailkan jadi mas enggak perlu khawatir kalau Arin akan ketinggalan materi belajar."
" Enggak apa-apa Bu Dian, saya ikut pulang lusa saja."
Dian tertegun. " Kenapa?"
" Saya masih mau kuliner. Saya juga sudah pesan hotel kok buat nginep saya."
" Tapi.. "
" Lagipula, kamu butuh teman bicara selama dijalan kan? Saya enggak masalah kalau kita pulang pakai kereta dan tentu saja tiketnya akan saya masukkan ke bon hutang kamu, atau kalau kamu mau saya bisa tambahkan bunga juga.. "
Dian tertawa. " Oke kita makan."
Abhi tersenyum dan bergumam. " Akhirnya ketawa juga."
Dian menunggu Abhi yang masih mengantri untuk membayar gudeg yang tadi mereka makan. Sambil menunggu, Dian mengambil HP di tas dan mengirim pesan pada Rion.
Sekali ini.. Semoga Rion dapat membalas secepatnya.
Me : Rion, kata orang aku adalah orang yang terobsesi akan cinta pertama
Me : lalu mereka bilang cinta pertama hakekatnya fana. Apakah itu benar?
Me: Bisakah aku menjangkau langit?
Me : Jika cinta pertama menurutmu berhasil untukku... Bisa kamu datang besok ke jogja dan kasih harapan untuk aku??
Besok.. Jika hingga esok pagi Rion tidak meresponnya, maka ia akan menutup hatinya rapat-rapat dan menghapus nama Rion.
...
Rion merangkul tubuh yang berada diatasnya setelah mereka sama-sama mendapatkan pelepasan.
" Aku cape." keluh Alma setelah 3 ronde mereka b******a.
Rion menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. " Tidur."
" Besok pagi kamu bakalan tetap disini kan?"
Rion menghela napas. " Aku nginep kok sekalian besok pagi ke rumah sakit."
Alma tersenyum. " Baguslah. Aku enggak mau sendiri di tengah hujan besar."
Rion tersenyum dalam gelap. Ia mendadak teringat wanita yang sama-sama takut hujan. Biasanya wanita itu akan bersembunyi dibawah kasur dan Rion akan menggenggakm tangan wanita itu hingga hujan reda dan mereka akan tertidur dibawah meja saling merangkul.
Kemana perginya Dian? Semenjak pagi gadis itu tidak keluar dari unitnya membuat Rion khawatir namun ia terlalu gengsi untuk menghubungi gadis itu.
Rion menyesali dirinya yang menolak ajakan gadis itu menonton bersama.
Sial, hanya karena ego ia melewati kebersamaan dirinya dengan Dian.
" HP kamu bunyi." ujar Alma begitu mendengar dering HP Rion.
" Matiin aja, orang iseng itu yang telpon tengah malam begini."
Alma menjulurkan tangannya dan mematikan HP Rion tanpa melihat siapa yang telepon.
Ia kembali meringsut dipelukan Rion sambil mencium pria tampan itu dengan lembut.
" Nite, Rion." bisik Alma.