Janji Salma

1109 Words
Baru merasa tidur sebentar tapi sudah terbangun karena mimpi buruk itu. Ia melihat jam yang bersandar di dinding, ternyata sudah hampir subuh dan dirinya cuman tidur satu jam saja. Ditambah mimpi buruk mendapatkan penolakan dari seorang anak gadis yang dulunya sangat mengidolakan dirinya. Gemuruh rasa sesak di d**a berhasil membuatnya tak bisa lagi memejamkan mata. Gama menarik nafas panjang dan menghembuskannya berkali-kali. Menstabilkan rasa sesak di dalam d**a yang sudah berhasil membuat keadaannya yang semula baik menjadi tak baik lagi. Ia langsung memencet bel untuk memanggil perawat agar diberikan penanganan untuk rasa sesaknya itu. Nafasnya sudah terasa tersengal-sengal layaknya seseorang yang sudah hampir tiada, perawat langsung memberikan bantuan oksigen agar lelaki hampir paruh baya itu bisa bernafas lagi dengan lega. "Pak, jangan terlalu banyak mikir dan stress! Akibatnya akan seperti ini! Bapak 'kan ada riwayat sesak nafas. Lalu kejadian kemarin cukup membuat bengkak di perut, hingga saat nafas pasti akan terasa semakin sesak." "Jadi, tenangkan pikiran ya, Pak! Jangan stress." "Iya, Sus. Maaf." "Tidak apa-apa, Pak. Mangga bisa istirahat lagi dengan tenang. Tapi mohon maaf, ini Bapak hanya sendirian?" "Iya, Sus. Semua orang ada di ruangan anak gadis saya. Karena kami dirawat bersamaan, jadi mau tidak mau saya mengalah." "Oh begitu. Baiklah. Jika butuh sesuatu bisa kembali memencet belnya ya, Pak. Permisi." "Iya, Sus. Terima kasih." Perawat pun pergi meninggalkan Gama, ia kembali sendirian ditemani oleh sepi. Tatapannya lurus ke depan menatap langit-langit rumah sakit. Ia mulai memikirkan bagaimana jika mimpi buruknya itu akan menjadi nyata. Ia akan benar-benar mendapatkan penolakan dari Manda, apa ia bisa melewati semua ini? Apa bisa hidup tanpa mereka semua? Apa bisa hidup kesepian karena tak ada celotehan manja dan cerita dari kedua anak gadisnya? Lagi-lagi, ia merasa bimbang dan tak tahu harus berbuat apa. Ia bingung dalam menentukan arah yang saat ini semua akan seakan tertutup rapat untuk ia singgahi. Semua arah kebaikan tertutup untuknya yang saat ini penuh dengan dosa. Ingin menangis tapi rasanya pun tiada guna, saat ini bukan saatnya menangis. Sebab, jika menangis itu justru akan bukannya menyelesaikan masalah tapi justru sebaliknya. Masalah akan tetap diam ditempat. Gama merasa harus putar otak untuk masalah ini. Masalah yang belum ada jalan keluarnya, tapi sudah seperti benang kusut yang tak bisa diurai kembali. Nafasnya kembali sesak, ia harus tetap tenang agar tak lagi merepotkan orang. Sudah cukup merepotkan banyak orang, baik keluarga dan juga para perawat. Ia tiba-tiba teringat akan Mamanya, rasa rindu mendera di dalam d**a. Ingin sekali rasanya bertemu dan memeluk erat tubuh wanita paruh bayanya itu. Jika ada masalah, pasti Gama akan melibatkan Mama dalam setiap penyelesaiannya. Tapi untuk kali ini sepertinya tak bisa, sebab jika sudah kakak nya pada ikut campur, itu artinya mereka memang sengaja menutupi semua masalah ini dari sang Mama demi kesehatan hatinya. Gama paham sekali akan hal itu, Salma dan Fuad pasti tidak mau jika Mama mereka kembali sakit karena ulah Gama. Masa tua Mama harusnya penuh kebahagiaan yang diberikan oleh anak-anaknya, bukan justru masalah yang menjadi santapannya. Mama sudah cukup terlalu tua untuk mengetahui hal-hal tak baik seperti ini, Ibu pun sama. Tapi ada bedanya disini, kalau Mama tidak akan mengetahui semua yang terjadi karena tak berada dalam satu atap tapi Ibu mengetahui segala macam baik dan buruknya hidup anak dan menantunya itu. Maka dari itu, sampai saat ini masih ikut membantu dalam segala halnya. Entah, itu hati terbuat dari apa. Ibu masih tetap tenang dan baik-baik saja melihat anak dan mantu sekaligus cucunya ada masalah. Memang kita tak pernah tahu apa yang dirasakan oleh Ibu, apalagi hatinya. Namun, jika ia masih tetap bertahan hingga saat ini bahkan masih tenang dan tersenyum hangat, itu artinya Ibu berusaha menguatkan anaknya agar tetap kuat walaupun badai menghantam. *** Semakin hari kesehatan tubuh Manda semakin baik. Ya, untuk saat ini masih kesehatan tubuhnya yang baik, tapi untuk kesehatan mental dan pikiran? Manda masih belum baik-baik saja. Ia masih selalu mimpi buruk dan berteriak di kala sedang tertidur lelap atau melihat sosok lelaki di sekitarnya. Memang, kondisi yang seperti ini sangat merepotkan sekali. Tapi ya memang kondisi Manda sedang tak baik, sedangkan untuk Papinya sudah semakin baik saja. Mereka semua mulai bingung, jika kondisi Manda belum baik-baik saja, itu artinya Gama masih belum bisa tinggal seatap dengan mereka semua. Mela duduk termenung di sebuah taman rumah sakit sambil menunggu persetujuan Dokter pukul berapa anaknya itu bisa pulang. Salma yang sejak tadi menemani Manda mulai menyadari bahwa tak ada Mela disekitar mereka. Salma menitipkan Manda pada Ibu dan Lea, ia keluar dari ruangan dengan maksud mencari keberadaan Mela. Tak dipungkiri jika Salma memang lebih khawatir pada keadaan mental Melati. Sebab, yang sesungguhnya harus sangat amat diperhatikan adalah Mela. Kenapa? Karena ia harus tetap kuat, berdiri di kaki sendiri dengan tidak sedikitpun goyah. Pundaknya harus sangat kuat, kakinya pun harus tetap kuat dalam memijak. Mata Salma mengamati setiap tempat yang dilewati olehnya. Matanya tetap mencari dimana sosok adik kesayangannya itu. Hatinya sangat mencelos ketika melihat Melati terdiam di sebuah taman dalam keadaan duduk bersandar dan mata menatap lurus kedepan. Langkah kaki yang begitu semangat tiba-tiba terhenti. Merasakan sakit di dalam d**a ketika melihat Mela dalam keadaan seperti ini. Tak sanggup rasanya Salma melihat adik kesayangan itu seperti sekarang, tapi ia pun salut karena Melati masih tetap tenang menghadapi semua ini. "Mel, aku tidak merasakan apa yang kamu rasakan, sekarang. Baik itu rasa sakit, takut, kecewa dan semua rasa buruk yang hinggap bahkan menyelimuti hati kamu. Tapi, aku yakin kamu adalah wanita yang cukup sangat hebat! Kamu mampu bertahan hingga saat ini dengan tetap tenang tanpa sekalipun menunjukkan rasa sakit di depan anak-anak demi kesehatan mental mereka." "Kamu wanita yang kuat karena tak ingin sekali pun mengeluarkan air mata kesedihan di hadapan mereka semua. Mungkin, jika keadaan seperti ini menimpaku, entahlah apa yang akan terjadi nantinya." "Aku tidak kuat dan tidak cukup kuat dan sabar seperti kamu, Mel. Aku tidak salah telah menyayangi dan mencintaimu seperti adik sendiri. Karena kamu, memang layak untuk mendapatkan cinta, kasih sayang, perhatian dan dukungan dari kami semua. Kamu, jangan pernah takut sendiri, Mel. Aku akan berdiri paling depan, aku yang pasang badan untuk membela kamu!" Salma berjanji pada dirinya sendiri, ia menekan kuat-kuat dadanya yang sudah mulai merasakan gemuruh rasa sesak. Menarik nafas panjang lalu melangkah dengan tenang dan pasti mendekati adik ipar kesayangannya itu. Ia yakin, Mela sengaja menyingkir agar tidak ada yang tahu bahwa saat ini kondisinya sedang dilema dalam suatu hal. Salma melangkahkan kakinya untuk mendekati Melati dan berniat untuk menguatkan adik kesayangannya itu. Salma memang akan melalukan banyak hal untuk orang-orang tersayang dan tercinta. Ia memang tidak menganggap Melati sebagai ipar, tapi ia menganggapnya sebagai adik kandung. Sebab, sikap Melati selama ini padanya dan keluarga besarnya sungguh sangat luar biasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD