bc

Haunted

book_age16+
149
FOLLOW
1K
READ
dark
love-triangle
goodgirl
brave
tragedy
betrayal
enimies to lovers
secrets
like
intro-logo
Blurb

Demon Jacob Abiyoso, laki-laki tampan bertubuh tegap atletis dengan kacamata berbingkai tipis yang membingkai kedua mata elangnya. Demon adalah putra tunggal pemilik Abiyoso International Group, sebuah perusahaan ternama dan besar yang memiliki harta kekayaan melimpah. Dia memiliki aura kegelapan yang bisa dilihat jelas oleh seorang gadis bernama Evera Gracia. Ever, begitu gadis itu lebih akrab disapa, memilih untuk jauh-jauh dari Demon karena laki-laki itu selalu memberinya tatapan membunuh. Ever sendiri tidak tahu apa salahnya, sehingga Demon membencinya, bahkan tidak ingin berurusan dengannya, padahal mereka berada di dalam satu kelas yang sama. Satu kejadian yang tidak terduga membuat Demon selalu merasakan bisikan-bisikan aneh kalau Ever sedang berada dalam bahaya, seolah gadis itu terikat dengannya. Bagaimana reaksi Ever ketika dia tahu bahwa Demon menganggapnya mirip dengan seorang gadis dari masa lalu laki-laki itu? Seorang gadis yang justru pernah ditolong Ever dan keluarganya. Gadis yang saat ini sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga Ever! Lalu, apa yang akan dilakukan oleh Demon ketika dia sadar bahwa kini dia mulai menganggap Ever sebagai seseorang yang penting baginya? Akankah perjalanan cinta mereka berhasil? Atau... kisah mereka harus berhenti karena seseorang yang bernama Frazio?

chap-preview
Free preview
Chapter 1-Haunted All Over Again!
Angin malam berhembus sangat kencang. Deru suaranya membuat siapa saja yang mendengarnya akan bergidik ketakutan. Jam dinding berdentang dua belas kali, menandakan bahwa malam sudah semakin larut dan semenit lagi akan berganti hari. Hujan turun membasahi bumi yang sudah menidurkan para penghuninya. Tapi … tidak dengan sesosok laki-laki yang sedang berdiri di dalam kamarnya. Laki-laki itu tidak bergerak sama sekali. Pandangannya menatap kosong ke luar jendela. Jendela yang basah akan tetesan hujan. Suara deru angin dan petir saling sahut-menyahut, namun tidak membuat laki-laki itu takut sama sekali. Kedua tangannya bahkan terkepal di sisi tubuhnya. Sama sekali tidak memedulikan dinginnya malam yang sanggup menembus kulit dan tulang manusia.             Entah sudah berapa lama laki-laki itu berdiri dalam diam. Terus-terusan menatap ke luar jendela. Hanya hembusan napas dan gerakan bahunya yang naik-turun itulah yang menandakan bahwa laki-laki itu manusia yang masih hidup. Bukanlah sebuah manekin yang kebetulan menyerupai manusia. Atau bukanlah sebuah robot yang sudah di-design menyerupai manusia.             Laki-laki itu melangkah mendekati jendela. Ditatapnya langit hitam pekat di atas sana. Sama sekali tidak ada bulan ataupun bintang yang bertaburan. Langit hitam itu kosong. Sama seperti hatinya. Kosong dan gelap. Hatinya sudah dimatikan entah sejak kapan. Yang ada hanyalah kegelapan dan kehampaan, sama sekali tidak terdapat cahaya.             Cahaya? Apa itu cahaya? Laki-laki itu juga sudah lupa apa persisnya yang dinamakan cahaya. Kehidupan? Apa itu kehidupan? Laki-laki itu juga tidak tahu lagi untuk apa sebenarnya dia hidup.             Semua cahaya kehidupannya direnggut dalam sekejap mata di depan matanya sendiri. Suara riang itu … tawa menggoda itu … senyum manis itu … semua sudah lenyap. Hilang tak berbekas. Musnah tanpa ada sisa.             Laki-laki itu makin memperkuat kepalan kedua tangannya. Matanya terasa perih. Dadanya bergemuruh hebat. Hembusan napasnya terasa berat.             Satu pertanyaan terngiang-ngiang di benaknya selama ini.             Siapa dia sebenarnya sekarang? *** Come on … come on … don’t leave me like this I thought I had you figure out Something’s gone terribly wrong, you’re all I wanted …. Come on … come on … don’t leave me like this I thought I had you figure out Can’t breathe whenever you’re gone Can’t turn back now … I’m haunted …. (Taylor Swift-Haunted)               Ever melangkah dengan pelan menuju kelasnya sambil melantunkan lagu haunted milik Taylor Swift. Suaranya sangat indah, hingga membuat beberapa murid yang melihatnya tersenyum kecil ke arahnya. Ever memang memiliki bakat di bidang tarik suara. Mungkin itu semua diturunkan oleh papa dan mamanya yang memang hobby menyanyi semenjak mereka masih remaja.             Ever melepas headset yang dipakainya dan langsung berlari menuju tempat duduknya. Teman semejanya, Titan, sudah duduk manis sambil membaca novel. Sama sekali tidak menyadari kehadiran Ever.             “Titaaaaannnn ….” Ever berseru nyaring. Tidak hanya membuat Titan menoleh kaget, tetapi juga semua penghuni kelas yang baru datang sebagian. Titan mengelus dadanya pelan, memulihkan kekagetan yang ditimbulkan oleh Ever. Sementara Ever hanya terkekeh pelan dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kursi di sebelah Titan.             “Ev, bisa nggak sih elo kalau dateng nggak usah pake acara heboh segala? Bisa-bisa jantung gue melemah tiap hari kalau kelakuan lo kayak gitu!” Titan protes dan menatap Ever dengan mata yang disipitkan. Ever hanya cengengesan dan mengibaskan sebelah tangannya.             “Baru juga begitu, Tan … kapan lagi sih lo dapet kejutan kayak gitu dari gue? Tiap hari pula! Kita udah kelas tiga, puas-puasin deh ngabisin masa-masa indah di SMA, nggak usah dibawa pusing dan lain semacamnya … kalau udah lulus, lo pasti bakal kangen berat sama gue ….” Ever membela diri. Titan berdecak sebal dan melanjutkan acara membaca novelnya.             “Baru juga awal semester di kelas tiga … berarti masih ada kurang lebih tujuh bulan lagi gue mesti ngabisin waktu semeja sama lo! Dan itu artinya, gue kudu nyari cadangan jantung di rumah-rumah sakit biar jaga-jaga siapa tau di pertengahan jalan jantung gue berhenti mendadak karena nggak kuat sama tingkah lo yang ajaib itu ….”             Ever berusaha menyembunyikan seringai gelinya ketika mendengar gerutuan Titan. Ever dan Titan sudah sekelas semenjak mereka memasuki SMA Pelita ini sebagai murid baru. Mereka berkenalan ketika tidak sengaja terdaftar sebagai satu kelompok untuk acara MOS. Itu artinya, ini sudah tahun ketiga mereka duduk berdampingan. Titan sendiri sudah hapal diluar kepala semua tingkah-tingkah Ever. Gadis itu cantik dan manis. Rambutnya panjang bergelombang, yang dibiarkan terurai begitu saja. Matanya berwarna cokelat terang. Bibirnya mungil dan terkesan sinis bagi orang yang melihatnya. Tapi sebenarnya, Ever adalah gadis yang ramah dan baik hati. Dia bergaul dengan siapa saja, tanpa pandang bulu ataupun status sosial. Padahal Ever termasuk dari keluarga yang berada.             Hanya satu yang mengganggu Titan selama tiga tahun berteman dengan Ever. Gadis itu seperti tidak mempunyai masalah dalam hidupnya! Ever selalu membantu teman-temannya, termasuk dirinya, untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Apapun masalah itu, Ever selalu menemukan jalan keluar bagi masalah mereka. Tapi, Titan belum pernah mendengar Ever mengeluh sama sekali. Dalam hal apapun. Baik itu masalah hidup, pelajaran, bahkan masalah laki-laki dan soal percintaan. Entah Ever memang benar-benar tidak mempunyai masalah dalam hidupnya sama sekali, atau gadis itu sengaja menyembunyikan semua masalahnya dan tidak ingin agar orang lain tahu. Entahlah.             “Eh … eh ….” Titan merasa sikunya disentuh oleh Ever. Gadis itu menoleh dan mengerutkan kening ketika mendapati ekspresi wajah Ever yang serius. “Itu siapa, Tan?” tanya Ever pelan. Jari telunjuknya menunjuk seorang laki-laki yang sedang duduk di sudut ruangan. Laki-laki itu bertubuh tegap dan sedang membaca buku. Matanya dibingkai oleh kacamata tipis. Rambutnya rapih, tidak botak, tetapi juga tidak gondrong. Gaya duduknya sangat menarik. Bersandar sambil memegang buku dengan sebelah tangannya. Kaki kanannya disilangkan ke kaki kirinya. Matanya menatap tajam barisan-barisan kalimat dalam buku yang tengah dibacanya. Makin diperhatikan oleh Ever, laki-laki itu mirip dengan Liam Hemsworth.             Laki-laki itu seakan tidak peduli dengan ingar-bingar yang tercipta dalam kelas. Hampir semua penghuni kelas ini dikenal oleh Ever karena sebagian adalah teman kelas satu dan kelas duanya. Tetapi tidak dengan laki-laki itu. Laki-laki itu baru pertama kali dilihatnya, dan langsung menarik perhatiannya.             Titan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Ever dan mengangguk paham. Tatapannya kembali kepada Ever, ketika dia berkata, “Dia itu namanya Demon. Demon Jacob Abiyoso. Putra tunggal dari pemilik Abiyoso Group International. Tau kan lo? Itu tuh, perusahaan terkenal di Jakarta.”             “Dia?” bisik Ever takjub dan tidak percaya. Ternyata di sekolahnya ada juga anak pejabat. “Masa sih? Kok lo bisa tau? Kita kan baru mulai sekolah hari ini. Gimana bisa elo tau dia siapa? Emang udah kenalan?”             Titan memutar kedua bola matanya gemas. “Ever … kan sabtu kemarin kita disuruh dateng ke sekolah buat ngeliat pemberitahuan dan pembagian kelas. Waktu kita ditempatin di XII IPS 2, dia yang dipilih sama Bu Liz buat jadi ketua kelas. Pastinya dia ngenalin diri dong. Nah, dari situ gue tau nama dia siapa. Kita semua kan juga disuruh memperkenalkan diri masing-masing. Elo sih, pake acara nggak dateng!”             Ever menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum lebar. “Hehehe … gue ketiduran sih, jadi nggak dateng.” Titan mengangkat satu alisnya seakan berkata udah gue duga. “Tapi gimana bisa lo tau dia anak tunggal dari pemilik Abiyoso Group International?”             Titan kembali melanjutkan kegiatannya membaca. “Bu Liz yang ngasih tau. Udah ah, gue mau lanjutin baca. Lagi seru tau ….”             Ever terdiam. Dia kembali memperhatikan laki-laki yang bernama Demon itu. Namanya unik, tapi terkesan menakutkan di telinga Ever. Ya iyalah, secara gitu, kalau dalam kamus bahasa Inggris, Demon itu berarti iblis. Hellooo … iblis gitu loh, siapa sih yang nggak takut?             Ever merasa jantungnya nyaris berhenti berdetak ketika Demon menoleh dan menatapnya. Ever ingin menghindari tatapan itu, tapi tidak bisa. Ada sesuatu dalam kedua mata Demon yang sanggup mengunci dirinya. Memerintahkan semua organ dalam tubuhnya untuk tetap menatap Demon.             Ever merasa tatapan Demon penuh dengan kegelapan! *** Demon nyaris melompat dari duduknya dan pergi menghampiri gadis itu. Tidak, menghampiri saja tidak cukup. Demon merasa ingin sekali memeluknya. Dengan erat dan enggan untuk melepaskan lagi. Tapi, sebagian dari dirinya yang masih waras menghentikan niat gila itu. Ini di sekolah, dan dia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Lagipula, gadis itu bukanlah siapa-siapa. Hanya teman sekelasnya. Tidak lebih dari itu.             Ya … gadis itu bukanlah dia!             Memang kemiripan yang luar biasa. Matanya … hidungnya … wajahnya … bibirnya … semuanya sama persis. Hanya saja, rambut dan ekspresi wajah keduanya berbeda. Gadis itu memiliki rambut yang panjang dan ekspresi wajah yang ceria, sementara dia memiliki rambut pendek sebahu dan ekspresi wajah yang kelam. Penuh kesedihan dan penderitaan.             Demon menggeleng pelan dan mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Sudah hampir dua tahun ini dia berjuang dan membuahkan hasil, tidak seharusnya sekarang dia gagal hanya karena gadis itu!             Demon menepuk pundak gadis di depannya dan berusaha tersenyum. “sorry … gue mau tanya … lo tau gak, cewek yang disana itu namanya siapa? Kayaknya waktu pertemuan hari sabtu kemarin gue nggak ngeliat dia, deh ….”             Gadis yang ditepuk pundaknya oleh Demon itu mengikuti arah yang ditunjuk oleh Demon. Kemudian, dia menoleh ke arah Demon dan tersenyum seraya mengangguk.             “Evera Gracia. Panggilannya Ever. Dia emang nggak dateng waktu sabtu kemarin.”             Demon mengangguk sopan dan mengucapkan terima kasih. Kemudian, Demon kembali menatap gadis yang bernama Ever itu. Ever sedang sibuk dengan ponselnya sambil sesekali tersenyum dan mengobrol dengan Titan. Demon sudah hapal dengan semua nama-nama murid di kelasnya hanya dengan sekali pertemuan sewaktu hari sabtu kemarin. Termasuk Lily, gadis yang duduk di depannya, yang beberapa saat lalu ditanyainya mengenai Ever.             Demon mencengkram buku yang dipegangnya erat-erat. Laki-laki itu berusaha menormalkan detak jantungnya yang mulai memacu dengan cepat. Peluh mulai turun membasahi pelipisnya.             Demon tidak ingin berharap lagi. Harapan hanya akan memperparah penderitaannya saat ini.             Demon akhirnya membuat satu keputusan.             Dia tidak boleh berurusan ataupun terlibat hubungan dengan gadis yang bernama Ever itu!             Meskipun sebatas hubungan pertemanan …. *** No fear of pain, no fear of hurt Only with you here will I be able to live Without you I am just as if I have lost a life Unable to move forward, unable to move backward What do I do, what do I do   Stop! Dark and lightless (since the day you left) Dark and lightless (since the day you dumped me ) Since the day you left me I have died a little   Once again, One more time How can it end like this, I cannot believe Those countless promises, what to do, what to do   (English translation of Daydream-Super Junior)               Demon mendesah panjang berkali-kali. Dia bertekad harus bisa melupakan semua kejadian yang telah lalu sepenuhnya. Bahkan sekarang dia sedang menguatkan mental dan hatinya untuk mendengarkan lagu kesukaannya. Lagu-lagu korea. Sengaja dia memilih salah satu lagu baru milik Super Junior. Selain karena liriknya yang menggambarkan tentang dirinya, juga karena dia penggemar berat dari Boyband tersebut.   Jam pelajaran kedua adalah Geografi. Guru yang bersangkutan berhalangan untuk hadir. Namun, guru tersebut sudah memberikan tugas kepada guru piket untuk menyampaikan langsung kepada murid-murid kelas XII IPS 2. Sepuluh soal essay yang harus dikumpulkan hari itu juga kepada ketua kelas.   Demon sudah selesai mengerjakan semua tugas tersebut dalam waktu setengah jam. Sekarang dia sedang menyandarkan tubuhnya di kursi dan memakai headset yang terus-menerus memutar lagu Daydream milik Super Junior.   Dan inilah! Ini bagian dari lagu tersebut yang paling ditunggunya. Dipejamkannya mata dengan kuat. Lirik lagu dalam bagian ini selalu membuatnya tidak tahan karena bertepatan dengan kisahnya sendiri. Selalu dalam bagian ini, Demon akan runtuh dan hancur. Kalau sekarang dia bisa melewatinya dengan lancar, tanpa ada hambatan apapun, tanpa harus teringat lagi akan kenangan itu dan tanpa harus membuat lukanya menganga lebih lebar lagi, maka dia bisa tenang. Walaupun hanya untuk sebentar.   Tapi … konsentrasi Demon untuk menyimak bagian lagu yang ditunggunya ini hilang, ketika dia merasakan tepukan kecil di lengannya. Awalnya, Demon tidak memperdulikan tepukan itu. Tapi nyatanya, tepukan itu terus berlanjut dan akhirnya membuat Demon kesal. Dengan gerakan cepat, dilepasnya headset yang dipakainya, lalu dibuangnya ponsel ke atas meja. Matanya terbuka dan menatap tajam orang yang sudah berani mengganggunya. Dan terkejutlah Demon ketika melihat Ever tengah berdiri di depannya. Berdiri dengan seulas senyum kecil. Baik di bibir maupun di kedua matanya yang berwarna cokelat terang.    Demon mengangkat satu alisnya dan bersedekap. Sama sekali tidak menunjukan sikap bersahabat pada Ever. Gadis itu sendiri sebenarnya sekarang sedang menahan rasa takutnya akan tatapan laki-laki itu. Entah kenapa seperti ada aura tidak enak ketika dia berhadapan langsung dengan Demon. Sepertinya, laki-laki itu tidak ingin bertemu dengannya.   “Apa?” tanya Demon dingin.   Ever menelan ludah susah payah. Gadis itu segera mengontrol ketakutannya dan mulai menampilkan senyum manisnya. Kali ini lebih lebar dibandingkan dengan senyumnya yang pertama tadi.   “Itu ….” Ever menunjuk buku tulis bersampul pink di depannya. Demon mengikuti arah yang ditunjuk Ever, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada kedua mata gadis itu. Ever bisa saja tersenyum sesukanya, tapi Demon tahu persis bahwa gadis itu sedang ketakutan. Itu bagus! Supaya lain kali gadis itu tidak seenaknya saja mengganggunya.   “Apaan itu … itu?” tanya Demon lagi. Masih dengan suara yang dingin dan tidak bersahabat. Meskipun suaranya pelan, tapi karena keadaan kelas yang hening, akibat mereka sedang sibuk mengerjakan tugas Geografi, tak ayal suara Demon terdengar juga. Di tempatnya, Titan sedang memandangi Ever dan Demon dengan kening berkerut.   Kenapa si Demon sinis banget sama Ever? Padahal sama gue atau cewek yang lain dia baik kok. Ramah lagi. Apa … Ever pernah bikin salah sama Demon? Ah, tapi mereka baru pertama kali ini ketemu. Sama kayak gue yang baru pertama kali kenal sama Demon …. Titan membatin.   “Mmm ….” Ever bingung. Dia sebenarnya ingin berkenalan dengan Demon, karena hanya laki-laki itu yang belum dikenalnya secara resmi. Disamping dia juga ingin mengumpulkan tugas Geografinya. Tapi, belum apa-apa, Demon sudah menunjukan rasa tidak sukanya pada Ever.   “Gue … gue mau ngumpulin tugas Geo,” ucap Ever terbata. Akhirnya … kata-kata itu mengalir juga dari bibir Ever. Meskipun akhirnya gadis itu mendesis dalam hati, menyadari ketololannya.   Wajah Demon mengkerut tidak senang. Makin ditajamkannya tatapan mata Demon pada Ever yang detik itu juga langsung melenyapkan senyumnya dari bibirnya.   “Cuman buat ngumpulin tugas aja elo mesti nyolek-nyolek gue?” tanya Demon dengan nada yang mulai naik satu oktaf. Laki-laki itu kemudian berdiri dan menjulangkan tubuh jangkungnya di depan Ever. Gadis itu semakin mengkeret ketakutan. Bibirnya terkatup rapat dan wajahnya sedikit memucat. Masa sih baru mulai awal semester satu di kelas tiga dia sudah punya musuh? Emangnya dia pernah bikin salah apa sih sama si Demon ini? Kenal juga baru … tapi kenapa dia kayaknya benci banget sama gue?   “Denger ya Evera Gracia … elo udah mengganggu ketenangan gue! Dan jangan dikira elo bakalan lepas dari gue gitu aja. Sekali lagi elo coba-coba untuk ngeganggu gue, maka gue jamin hidup lo nggak akan tenang lagi! Elo nggak mau kan di akhir masa-masa SMA lo ini, elo harus ekstra berdo’a karena gue bakalan bikin hidup lo full of nightmare?”   Kalau biasanya orang-orang akan mengancam dengan penuh penekanan, tapi Demon berbeda. Laki-laki itu mengancam dengan nada tenang tapi tegas. Seolah-olah yang baru saja dikatakannya hanyalah gertak sambal saja atau main-main. Tapi, biarlah itu yang ditangkap oleh Ever. Gertak sambal, main-main, lelucon, atau apapun makna yang gadis itu tangkap nantinya. Tapi bagi Demon, itu adalah serius. Sekali lagi gadis itu mengganggu ketentraman hatinya, maka Demon akan langsung melaksanakan niatnya.   Ever melongo. Asli. Beneran. Dia ini kena kutuk apa sih sampai harus sekelas sama Demon? Padahal kan niat awalnya baik, mau berkenalan dengan laki-laki itu. Tapi yang ada, dia malah dipelototin sama diancam segala. Ya ampun! Dia kan nggak pernah berbuat jahat sama laki-laki itu. Emang kebawa sama namanya kali ya? Demon … makanya sifatnya juga kayak demon!   “Wooy! Malah bengong lagi,” ucap Demon keras yang langsung membuat Ever tergeragap. “Ngerti nggak gue ngomong apa barusan!?”   Ever mengangguk kaku. “I … iya, gue ngerti. Jangan khawatir, gue nggak akan ganggu lo lagi. Annyeong!”   Dan … blaaassh! Ever melesat jauh, bahkan lebih cepat dari melesatnya bola tenis. Gadis itu langsung duduk di tempatnya dengan napas terengah. Matanya tetap tertuju pada Demon yang mulai bergerak meninggalkan tempat duduknya dan berjalan menuju luar kelas. Titan yang duduk di sampingnya menatap kasian pada Ever. Walaupun sebagian hatinya juga merasa geli melihat adegan kecil antara Ever-Demon barusan.   “Kenapa lo?” tanya Titan. Nada suaranya terdengar geli sekaligus kasihan. Ever menoleh dan menatap teman semejanya itu dengan cemberut.   “Nggak bakal deh gue ngomong lagi sama tuh anak ….”   “Kenapa?”   Ever memutar tubuhnya dan duduk berhadapan dengan Titan. Dipegangnya kedua bahu Titan dengan kuat.   “Gue diancem, Tan! Katanya kalau gue berani ganggu dia lagi, dia bakalan bikin hidup gue full of nightmare! Mana dia tau nama lengkap gue, lagi! Emangnya gue gangguin dia apa sih? Gue kan cuman ngumpulin tugas Geo, trus niatnya pengin sekalian kenalan sama dia. Kenapa dia malah bersikap kayak gitu ke gue? Emang gue salah apa sih? Kenal juga nggak sama dia. Ngeliat baru! Apa karena dia putra tunggal pemilik perusahaan terkenal itu, makanya dia bisa bersikap seenaknya aja ke gue?”   Titan terdiam mendengar ocehan Ever. Kemudian, gadis itu menopang dagunya dan menggeleng pelan.   “Dia bukan orang yang sombong kok, Ev. Buktinya, dia ramah sama semua anak di kelas ini. Sama gue juga. Orang tadi pas gue ngumpulin tugas Geo, dia gue ajak ngobrol oke-oke aja kok. Malah ngerespon dan banyak nyumbangin bahan obrolan. Trus juga sama cewek-cewek yang lain ramah. Apalagi sama anak cowoknya. Trus lo tau si Lily? Itu tuh cewek yang duduk di depan Demon. Lily malah sampai ketawa-ketawa ngobrol sama Demon, meskipun si Demon-nya cuman senyum aja.”   “Tapi kenapa sama gue dia sinis dan dingin banget, Taaaaannn??” tanya Ever frustasi. Titan ikut berpikir alasan apa yang mungkin membuat temannya ini diperlakukan seperti itu oleh Demon.   “Gue juga nggak tau, Ev,” jawab Titan akhirnya. “Mungkin … kebetulan tadi pas dia lagi bete dan lo ngajak dia ngomong, makanya dia keganggu.”   Ever merosot dari kursinya. Matanya menatap meja dengan tatapan kesal. Baru juga sehari, udah dapet musuh! Emangnya si Demon pikir, Ever takut apa sama dia? Jangan mentang-mentang anak pejabat terus kelakuannya jadi sok, ya! Dia minta gue nggak ganggu dia dan ngejauh dari dia? Fine! Siapa juga yang mau berteman sama orang dingin kayak gitu?   Elo pastiin aja Demon kalau lo nggak bakal ngajak gue ngomong. Karena, ini adalah pertama dan terakhir kalinya gue membuka mulut gue untuk ngomong sama lo! Ever mengucap janji dalam hati. *** Ever merenggangkan tangannya untuk melemaskan semua otot-otot tubuhnya. Dia baru saja selesai mengikuti ekskul voli di sekolah. Diliriknya jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul setengah enam lewat. Pasti dia akan tiba di rumah malam hari. Mengingat ini jam pulang bagi semua orang yang bekerja di kantor. Ditambah juga hari ini hari senin.               Ever mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah dan sebagai gantinya, gadis itu melangkah menuju kantin. Perutnya terasa lapar dan tenggorokannya kering. Gadis itu memutuskan untuk makan terlebih dahulu di kantin lalu pulang. Lagipula, sekolah belum terlalu sepi. Masih ada anak basket yang sedang berlatih di lapangan indoor.               Setelah selesai mengisi perut, barulah Ever sadar bahwa hari sudah gelap. Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat dua puluh menit. Ever bergegas membayar semua makanannya dan membereskan peralatannya. Gadis itu mulai menggerutu.               “Heran deh … baru juga hari pertama masuk sekolah, masa ekskul udah aktif latihan aja? Kebangetan banget tuh si Bryan. Besok gue mau protes.” Ever mengeluh sambil menyumpahi Bryan, sang ketua ekskul voli dalam hati.               Ever melihat lapangan parkir sekolahnya mulai lengang. Hanya terdapat beberapa sepeda motor terparkir di sana. Tadinya dia ingin menelepon Micky, saudara sepupunya yang kuliah tidak jauh dari sekolahnya untuk menjemput. Namun, Micky tidak bisa menjemput karena masih ada kuliah sampai malam. Akhirnya, terpaksa Ever pulang sendiri malam-malam begini.               Ever berusaha menyanyikan beberapa bait lagu yang dihapalnya untuk mengusir rasa takut yang tiba-tiba saja menyerang. Biasanya kalau ekskul, dia akan pulang bersama Titan yang satu ekskul dengannya. Namun hari ini, Titan minta izin pada Bryan untuk tidak mengikuti latihan karena harus pergi. Ever menghembuskan napas keras dan melirik ke kiri dan kanan dengan tatapan waspada.               “Pokoknya kalau sampai gue kenapa-napa, besok gue abisin si Bryan!” gerutu Ever dalam hati.               Dari sekolah menuju jalan besar, Ever harus melewati perumahan penduduk sekitar. Lumayan jauh, sekitar sepuluh menit perjalanan. Langit yang gelap, ditambah suasana yang sepi dan mencekam, membuat Ever resah.               Di tikungan jalan, ketika Ever berbelok, gadis itu menghentikan langkahnya. Di depannya terdapat tiga orang laki-laki berseragam SMA dengan tampang kacau. Ever menyipitkan mata dan melihat di tangan ketiga laki-laki itu tegenggam sebuah botol. Gadis itu langsung menutup mulutnya dengan sebelah tangan.               Ya Tuhan … minuman keras!? Seru gadis itu dalam hati.               Ketika Ever memutuskan untuk berbalik dan memakai rute jalan yang lain, saat itulah ketiga laki-laki itu menyadari kehadiran Ever. Salah satu dari laki-laki itu, yang berambut agak gondrong, berlari ke arah gadis itu dan menghadang langkahnya.               “Eh … ada cewek cakep ….” Laki-laki itu mencolek dagu Ever yang langsung ditepis dengan kasar oleh gadis itu. Mata Ever bergerak-gerak liar, mencari bala bantuan, tapi nihil. Tidak ada satu orang pun yang lewat dan perumahan itu sangat sepi, seakan tidak berpenghuni. Sebenarnya Ever bisa saja berteriak kencang, supaya para penghuni rumah keluar dan memergoki aksi kurang ajar dari laki-laki di depannya ini. Tapi, entah kenapa suaranya seperti tercekat di tenggorokan dan tidak mau keluar.   Kedua teman dari laki-laki itu mendekat dan mulai mengerubungi Ever. Ever mencoba mengontrol dirinya sendiri dan ketakutannya. Tangisnya ditahan agar tidak pecah keluar.   “Ma … mau apa lo semua!?” seru Ever berusaha lancang. Namun ketiga laki-laki itu hanya tertawa. Sama sekali tidak takut dengan nada suara Ever.   “Ni malam dingin banget loh … beruntung banget lo lewat sini. Jadi, bisa kan angetin kita? Mau minta bayaran juga boleh! Lo tenang aja, kita bertiga bisa bayar lo mahal ….”   Darah Ever mendidih mendengar ucapan kurang ajar itu. Memangnya mereka pikir dirinya apa? Tapi, rasa takut yang kian membuncah membuat Ever tidak berani membentak atau menampar ketiganya. Salah-salah, dia sendiri yang bisa abis dibikin pecel.   Ever bergerak cepat, berusaha lari melalu celah yang ada, namun ketiganya lebih cepat lagi. Salah satu dari mereka menerjang Ever, dan menahan kedua tangannya. Ever berontak. Air matanya kini sudah turun membasahi wajahnya. Laki-laki yang menahan tangannya sangat bau akan alkohol.   Ever mati-matian melepaskan diri. Sekarang bukan hanya laki-laki itu saja yang menerjangnya, melainkan kedua temannya juga. Ever harus melakukan sesuatu kalau tidak ingin masa depannya hancur berantakan. Dia harus teriak … dia harus teriak … teriak yang kencang Ever!   Alih-alih berteriak, Ever malah memanjatkan do’a dalam hati. Tuhan … tolong aku, Tuhan … aku mohon munculkan seseorang untuk membantuku!   Sedang sekuat tenaga meloloskan diri dari laki-laki yang hendak menciumnya, mendadak mata Ever menangkap sesuatu yang berkilauan. Sesuatu yang sangat terang menyilaukan, hingga membuat kedua matanya menyipit. Kemudian terdengar suara deruan. Ketiga laki-laki yang menyerang Ever berhenti melakukan kegiatan mereka dan menoleh menatap sesuatu di depan mereka.   Ketika sinar terang itu hilang, barulah Ever bisa melihat lagi dengan fokus, tanpa harus menyipitkan kedua matanya. Gadis itu terperangah ketika melihat sebuah motor ninja Kawasaki berwarna hijau tua berhenti di depan mereka. Terlihat juga sesosok manusia dengan pakaian putih dan celana panjang abu-abu. Orang itu mengenakan helm berwarna hitam.   “Siapa lo!?” tanya salah satu dari laki-laki itu keras. Ever kembali berusaha melepaskan diri, tapi ternyata ketiga laki-laki itu tidak berniat untuk melepaskan Ever.   Sosok orang yang mengenakan helm itu perlahan mulai melepaskan pelindung kepalanya itu. Ketika helm itu terlepas sepenuhnya, dan orang itu menatap tajam ke arah mereka, sambil meletakan kedua tangannya di atas helm yang berada di atas tangki motor, barulah Ever berhenti memberontak. Gadis itu diam. Air matanya bahkan tidak dihapus olehnya. Matanya hanya tertuju pada satu sosok yang sedang duduk di atas motor ninja Kawasaki berwarna hijau tua itu.   Sosok itu berdecak keras, lalu menatap tajam ketiga laki-laki itu secara bergantian. Ketika tatapannya jatuh pada Ever, sosok itu melumat kedua bola mata Ever dengan tatapan elangnya yang terbungkus rapih dari balik bingkai kacamata tipisnya.   “Elo itu emang benar-benar udah mengganggu hidup gue … Evera Gracia! Habis ini, gue harap elo siap menerima semua mimpi buruk lo. Hadiah spesial gue untuk lo, karena lo udah mengacaukan kehidupan gue!”   Sosok itu … Demon! ***    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

FINDING THE ONE

read
34.5K
bc

Dear Pak Dosen

read
434.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
77.8K
bc

T E A R S

read
317.7K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
484.1K
bc

Symphony

read
184.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook