Nyonya Muda Yang Malang

1089 Words
Seorang wanita cantik yang tak sadar sedang menjadi topik pembicaraan hangat ayah dan anak di tempat lain, kini duduk termangu di tepi ranjang. Tatapannya kosong, saking tidak tahu harus seperti apa mengekspesikan perasaannya sekarang. Penghuni kamar yang sekarang tengah berbaring lemah itu membuat wanita itu dilema, antara harus senang atau sedih. “Celine....” Ujar seorang kakek yang tak lain adalah suami wanita itu. Suara lemah yang menyerukan namanya membuat Celine Song tersadar dari lamunannya. Celine Song terkesiap, bergegas menoleh ke pria tua tak berdaya yang memanggilnya. Ia tersenyum kikuk, meskipun sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun dengan Willy Song – pria yang lebih layak menjadi kakeknya namun malah menjadi suaminya, tetap saja rasa canggung itu begitu jelas terasa setiap kali ia berduaan seperti ini. “Ng... Iya, apa kamu membutuhkan sesuatu?” Tanya Celine Song, sebisa mungkin bersikap biasa meskipun berat hati. Willy Song tersenyum tipis, tubuhnya semakin melemah dan ia punya firasat bahwa ajalnya sudah terasa dekat. Ia menjulurkan satu tangannya, berusaha menggapai tangan Celine Song dengan tangan keriputnya. Celine Song tidak punya pilihan, meskipun agak risih namun ia tidak mungkin menolak permintaan suaminya. Tangan lembutnya pun digenggam erat oleh pria tua nan lemah itu seakan berat untuk melepaskannya. Sorot mata tipis milik pria itu yang sipitnya nyaris segaris itu menatap Celine Song, ada cinta yang besar terpancar dari tatapn itu. “Celine, waktuku sudah tidak banyak lagi. Ini saatnya aku akan menyampaikan hal penting padamu, tentang kelanjutan hidupmu setelah aku mati.” Gumam Willy Song, walau harus tertatih namun ia bisa menyelesaikan kata-katanya. “Sudahlah, jangan banyak bergerak dan bicara. Anda tidak akan mati.” Gumam Celine Song, meskipun sudah berstatus istri dari Willy Song, namun ia masih bicara formal kepada pria tua itu. Sulit bagi Celine Song untuk berlaku santai layaknya terhadap sebayanya, faktor usia yang terpaut jauh itu tak bisa membohongi hatinya bahwa ia harus berlaku hormat layaknya kepada orangtua terhadap suaminya itu. Willy Song tersenyum lemah, walaupun kata-kata istrinya terdengar menyenangkan dengan perhatian kecil, tetap saja ia yakin bahwa ajalnya kian dekat. Ia tidak bisa memboros waktu yang tersisa, pesan terakhirnya harus disampaikan sekarang juga. “Celine... Setelah aku mati, kamu akhirnya bisa terbebas dari tekanan batinmu selama ini. Aku sudah mengurus semuanya, nanti penasehat Liu yang akan mengatur untukmu sesuai wasiatku.” Celine Song menundukkan kepala, kata-kata yang berkonotasi perpisahan itu cukup mengguncang perasaannya. Walaupun tanpa rasa cinta terhadap pria yang sudah menjadi suaminya selama tiga tahun itu, tetap saja ada rasa sedih ketika tahu bahwa pria itu akan mengalami kematian. Perpisahan oleh maut ini akan menjadi jembatan menuju kebebasan yang Celine Song impikan. Ia tidak perlu lagi terikat dengan pria yang tidak ia cintai dan bisa menjalani kehidupan sesuai kehendaknya. ‘Maafkan aku, jika aku sedikit merasa senang atas kepergianmu nantinya.’ Gumam Celine Song dalam hati. “Aku minta maaf sudah menyulitkan hidupmu selama ini. Kamu harus bahagia ya dengan pria yang lebih pantas menjadi... Suamimu... Celine....” Kata-kata yang terbata itu akhirnya tersampaikan semua meskipun beradu cepat dengan nafas terakhir yang dihembuskan Willy Song. Pria tua itu berhenti menatap Celine Song, kini sepasang mata keriputnya sudah terpejam, wajahnya tampak damai dalam tidur panjangnya. Celine Song terhentak kaget, bukan karena kata-kata terakhir yang susah payah Willy Song sampaikan. Tetapi ia shock lantaran takut jika Willy Song sudah meninggal, ia belum pernah melihat orang meninggal di hadapannya dan ini terasa menakutkan. “Tuan? Tuan Song?” Seru Celine Song reflek mengguncang pundak Willy Song, tangannya gemetaran, ia dilanda rasa takut melihat pria itu terbujur tanpa reaksi. “Penasehat Liu... Tolong!” Teriak Celine Song kencang, ia menjauhkan tangannya dari tubuh Willy Song dan menoleh ke belakang, memekikkan orang terdekatnya yang memantau dari luar ruangan ini. Pria yang dielukan itu muncul, seorang pria paruh baya yang tergopoh menghampiri Celine Song. Penasehat andalan tuan besar Song itu panik saat mendapati kondisi Willy Song yang telah kehilangan nafas. Ia membenarkan posisi tangan tuan besarnya kemudian memberikan penghormatan terakhir dengan membungkukkan badan beberapa menit. Celine Song membisu, debaran jantungnya kian kencang, ia tahu maksud penghormatan itu namun rasanya kenyataan itu tak cukup untuk meluruhkan air mata kesedihan yang masih menggantung di kelopak matanya. Penasehat Liu membalikkan badannya kemudian menatap Celine Song dengan sayu. “Maaf nyonya, tuan besar sudah meninggal.” Tanpa dijelaskan pun Celine Song sebenarnya sudah tahu kenyataan itu, entah mengapa setelah mendengar langsung kenyataan itu membuat hatinya bergetar. Air mata kesedihannya kini luruh, bulir bening itu menunjukkan kepedihan untuk melepaskan pria tua itu ke pengistirahatan terakhir. ** “Dia sudah mati... Novan, kamu sudah baca berita hari ini? Si tua bangka itu sudah mati. Ha ha ha... Akhirnya kematian yang membuat ia kalah dari dunia ini, tidak ada lagi yang akan menghalangiku.” Gumam Martin Xu girang hingga bersiul tanpa menghiraukan ekspresi Novan Xu yang terguncang, persis pria putus asa yang tengah meratapi nasib sialnya. Kematian pria tua itu berarti pertanda buruk bagi Novan Xu. Akhir hidup tuan besar Song itu menjadi babak awal kehidupan neraka Novan Xu, bagaimana ia bisa ikut senang seperti ayahnya, jika sebentar lagi ia terancam menjadi suami pengganti istri yang ditinggalkan penguasaha nomor satu itu. “Oh, apa kita harus membuat pesta syukuran? Aku tak pernah sebahagia ini, kematiannya sudah ku nantikan sejak dulu. Siapa sangka dia yang mati dulu ketimbang aku.” Seru Martin Xu yang sama sekali tidak peka dengan perasaan putranya. Tanpa merasa bersalah, ia kembali bersiul dan bernyanyi, membuat Novan Xu geram hingga menggertakkan gigi melihat tingkahnya. “Ayah... Apa bisa sedikit bersimpati padaku? Atau ayah mau menyusul musuh bebuyutanmu ke akhirat biar perseteruan kalian dilanjutkan di sana tanpa melibatkan aku?” Geram Novan Xu dengan senyum mematikannya. Martin Xu mendadak bungkam setelah merasakan aura mematikan dari tatapan sinis putranya, ia tersenyum canggung dan berlagak memelas dengan tampang sok polosnya. “Oh, maafkan aku putraku. Bukan maksudku mengejekmu, tapi ayolah... Coba kamu lihat dari sisi lain. Ini kesempatan paling menguntungkan untuk kita. Selain bisa mendapatkan kembali aset perusahaan kita, kamu nantinya pun berkesempatan besar menjadi pewaris tunggal seluruh kekayaan klan Song. Mereka tidak punya pewaris lagi setelah nyonya Song itu meninggal. Jika wanita itu sudah tua, tidak menutup kemungkinan dia akan menyusul suaminya ke akhirat. Kamu hanya perlu berdoa, semoga cinta wanita tua itu sangat besar sehingga tidak keberatan menyusul suaminya ketimbang menikahimu. Dengan begitu... Kamu bisa membujuknya untuk menyerahkan seluruh warisan kepadamu.” Seru Martin Xu dengan senyum smirknya. Novan Xu termangu, pikirannya sedikit terhasut oleh penjelasan Martin Xu yang ada benarnya. Sekarang dilema besar menghantui benaknya, haruskah ia menuruti saran ayahnya dan menganggap perjodohan konyol ini sebagai satu-satunya jalan tol menuju kejayaan duniawi? **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD