Chapter 38

1285 Words
          Aku mengerjakan tugas sambil terus mengumpat pak Arya. Sialan pak Arya! Kenapa tidak di ketik saja sih! Kenapa harus tulis manual? Aku bahkan sampai membongkar lemari untuk mencari kertas kosong dan sebuah pulpen, tapi tak ketemu juga. Untung saja mama masih sering menggunakan benda itu, jadi mama memberikan stok miliknya padaku. Sudah setengah jam aku berkutat di depan kertas, tapi baru beberapa kata saja yang tertulis di sana. Aku melihat tulisanku lamat- lamat dan menghela napas panjang.             “Ini bisa gak ya di baca sama pak Arya. Cakar ayam begini …” gumamku. Aku sedih melihat tulisanku sendiri. Aku menghela napas panjang dan melempar pulpen ke atas meja. Ah, lelah sekali. Aku menaruh kepalaku di atas meja belajar.             “Ya ampun, kenapa harus banget sih tulis tangan? Zaman udah modern juga!” gerutuku sebal. Aku memukul meja pelan dan mendengus kesal. Aku melihat sekeliling. Hem, bosan. Aku mau istirahat dari tulis surat permohonan maaf yang aneh ini. Aku mengambil mr. communicator dan berjelajah di dunia maya. Tapi sebuah pesan masuk di Quirk menghentikan hal itu. Pesan itu memang dari kontak asing, tapi aku bisa tahu siapa pengirim pesan itu dari isi pesan tersebut.             Althea, saya tunggu surat permohonan maafnya di kumpulkan ke saya paling telat jam 2 siang besok. Sudah di scan dan di ubah ke dalam format dokumen. Terima kasih. Ttd: pak Arya.             Aku melirik jam. Ya ampun, ini sudah jam 8 malam! Aku baru selesai beberapa kata, yang jika di gabungkan sih baru jadi satu paragraf saja. Duh, aku harus tulis apa lagi sih ini? Banyak banget tulis permintaan maaf sampai 2 lembar. Aku harus tulis apaan sih?! Kayaknya beberapa kata ini udah melengkapi semuanya deh. Aku kembali membaca tulisanku. Yah, agaknya begitu sih.             “Saya, Althea Miranda Putri dengan ini menyatakan bahwa saya bersalah karena sudah melakukan tindak kekerasan pada teman saya yang baru saja menjadi murid di sekolah ini, yaitu Bayani Janari Dakara. Saya bersalah karena sudah menjambak dan mendorong teman saya, Bayani Janari Dakara hingga terpental. Dengan sangat berat hati saya meminta maaf karena sudah menganggu dia.” Aku membacakan isi surat permohonan maaf.             “Bukannya ini udah cukup ya?” gumamku. Aku menggigit ujung pulpen hingga sedikit penyok. Aku menghela napas panjang.             “Halah yaudahlah tulis aja asal- asalan. Palingan juga gak terlalu di periksa,” ujarku. Aku pun melanjutkan menulis surat permohonan maaf dan terbuai di dalam sana. ***             Akhirnya aku selesai mengerjakan surat permohonan maaf ini di jam 2 malam. Tentu saja dengan distraksi yang begitu banyak dan sedikit- sedikit istirahat. Aku menggeliatkan badan. Capek banget. Lebih capek menulis 2 lembar ini daripada duduk berjam- jam di bengkel untuk mengaktifkan robot yang ku kerjakan.             “Selesai juga, yah walau isinya begitulah ya,” gumamku. Aku kembali melihat lembar surat permohonan maaf itu. Ya ampun, semakin ke belakang tulisanku semakin tampak menyedihkan. Aku akan merobek kertas ini selesai scan dan mengirimkan versi dokumennya ke pak Arya. Tulisan tangan yang buruk ini harus di musnahkan!             Aku bersandar di kursi dan mendongakkan kepala menatap langit- langit kamar. Kapan ya terakhir kali aku menulis selain ini? Aku lupa kapan terakhir kali aku menulis, apa yang aku tulis, dan siapa yang mengajariku menulis. Mungkin waktu umur 6 tahun? Atau 8? Entahlah, intinya sudah lama sekali. Mungkin saja waktu umur 9 tahun, karena aku ingat papa pertama kali mengajariku teknologi dan membawaku ke bengkel pribadinya sewaktu aku berusia 9 tahun. Sejak itu aku juga tertarik dengan hal yang sama seperti papa. Papa mulai mengajariku sejak saat itu, dan perlahan aku juga mulai mencari ilmu sendiri. Yah, walaupun aku belum bisa mengungguli papa, tapi tetap saja aku lebih unggul daripada teman sebaya.             Agaknya, begitu sih. Tetap saja, sehebat apapun Kara, tetap lebih unggul akulah! Dia aja yang belum lihat kemampuanku! Aku tertawa terbahak- bahak dan membusungkan d**a.             “Apaan, kan lebih superior aku daripada Kara!” ujarku bangga. Aku tertawa kencang dan berhenti saat terdengar suara pintu di ketuk dan muncullah mama dengan mata mengantuk.             “Teh kamu kenapa sih berisik malem begini … kenapa belum tidur …?” tanya mama lemas.             “Teh baru siap nugas ma,” jawabku. “Mama kenapa kemari?” tanyaku balik.             “Iya suara kamu ketawa itu kenceng banget, kedengeran sampek ke bawah,”jawab mama. “Udah, tidur sana. Jangan ribut lagi nanti ganggu tetangga,” pinta mama. Mama menutup pintu kamarku. Ah benar juga, sudah jam segini. Aku membereskan meja belajar dan langsung menuju ke kasur. Sudahlah, besok pagi saja aku scan di ruang kerja mama. Sempat kok, sekarang saatnya tidur. ***             Oke ternyata dugaanku salah. Semua tidak berjalan sesuai rencana. Seharusnya aku bangun lebih pagi hari ini, tapi yang terjadi malah aku bangun beberapa menit sebelum jam 2 siang. Agaknya alaram di kamarku sedang mandek jadi dia tidak melaksanakan tugasnya untuk berdering dan membangunkanku. Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan mengambil surat permohonan maaf. Tanpa cuci muka dan tampang yang masih kucel, aku buru- buru turun ke bawah. Ada mama dan nenek di bawah sedang menikmati teh di ruang tengah.             “Oh tuan putri baru bangun ternyata,” sindir mama. Aku tidak memperdulikan perkataan mama.             “Ma, ma, aku numpang scan tugas ya di ruang kerja mama!” ujarku dan langsung berlalu ke ruang kerja mama yang ada di belakang. Sesampai di sana aku segera memasukkannya ke dalam mesin scan dan menyetelnya untuk langsung di ubah ke dalam bentuk dokumen. Proses ini membutuhkan waktu beberapa saat. Aku menunggunya dengan harap cemas sambil terus melirik jam. Ya ampun, ini sudah lewat sedikit dari waktunya!             “Duh cepet dong cepet …” gerutuku tak sabar. Aku memperhatikan lamat- lamat mesin scan, berharap dengan begitu bisa bekerja lebih cepat. Tak lama, hasil dokumen sudah keluar. Aku segera mengirimkannya ke pak Arya melalui Quirk. Aku baru bisa bernapas lega setelah dokumen berhasil terkirim. Aku mengambil kembali kertas dari mesin scan dan keluar dari ruang kerja.             “Udah selesai scan tugasnya?” tanya mama. Aku tersentak kaget melihat mama berdiri di dekat pintu.             “Sudah ma,” jawabku.             “Ya sudah, kamu cuci muka dulu sana. Terus makan, itu udah di sisain punya sarapan tadi,” perintah mama. Aku mengangguk.             “Iya ma. Teh balik ke kamar dulu,” pamitku.             Aku kembali ke kamar. Sesampai di kamar aku segera masuk ke kamar mandi dan mencuci muka dan menggosok gigiku. Aku mengganti baju tidurku dengan kaos oblong dan celana pendek. Yah meski aku belum mandi sih, seengaknya biar nampak sedikit segar. Nanti saja mandinya.             Aku baru saja hendak turun ke bawah saat  mr. communicator berbunyi. Aku mengeceknya dan tertera kontak yang tak asing bagiku. Aku segera mengangkat telpon itu.             “Ya hallo …” salamku.             “Halo Althea, ini pak Arya,” ujar seseorang di ujung sana. Duh, ini bapak kenapa menelpon kemari?             “Oh ya ada apa ya pak? Surat permohonan maafnya sudah saya kirim kan pak?” tanyaku langsung. Ah, pasti beliau nanya tak jauh dari itu juga toh.             “Iya, sudah saya terima memang. Tapi kamu telat mengumpulkannya,” jawab pak Arya. Aku terdiam. “Dan lagi, apa- apaan tulisan ini? Saya hampir tidak bisa membacanya!” gerutu pak Arya. Aku menelan ludah.             “Yah, mau bagaimana lagi pak. Itu memang tulisan saya begitu pak,” ujarku.             “Tapi saya tidak suka. Begini saja. Saya lihat ini isinya juga hampir semua kata berulang, no ini tidak boleh. Saya tidak mau menerima surat permohonan maaf seperti ini. Saya mau kamu buat baru,” pinta pak Arya. Aku melongo.             “Hah? Gimana pak?” tanyaku berusaha memastikan. Kurang ajar sih rasanya kalau harus buat baru lagi.             “Ya, kamu harus buat baru lagi suratnya. Oh ya, dan harus kamu kirim langsung ke saya dan juga ke Kara, begitu juga sebaliknya,” pinta pak Arya.             “HAH?!” ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD