Prolog

532 Words
PLAK. "DASAR KAU ANAK YANG TAK TAHU DIUNTUNG!" maki pria paruh baya itu setelah mendaratkan tamparan kerasnya di pipi seorang gadis. Menyentuh bagian yang sudah terkena tamparan, gadis malang itu lantas menatap pria di hadapannya dengan sorot menyalang. "Apa salahku? Kenapa kau menamparku?" teriaknya tak terima. Kemudian, kini ia pun menatap tajam pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri. "Salahmu adalah, kau sudah menyia-nyiakan kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Kau bodoh! Kau t***l!" seru pria itu tak lelah mencaci. Mendengar umpatan demi umpatan yang terlontar dari mulut busuk pria itu, gadis tersebut pun mendecih. "Kau sebut aku t***l? Lantas, bagaimana dengan dirimu sendiri? Kau adalah ayahku, ayah kandungku ... tapi justru kau malah berniat untuk menjual aku pada pria semacam itu. Kau pikir aku ini w************n? Kau rela menjualku hanya demi uang? Ayah macam apa kau ini!" racau sang gadis seakan membela diri. Bukan baru sekali ini saja dia mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayahnya. Tapi dia bahkan sudah berkali-kali nyaris dijual pada setiap pria yang membutuhkan wanita simpanan untuk koleksi hariannya. "Berani kau melawanku," desis pria itu. Lantas, ia pun beringsut mendekat dan mencengkeram dagu anaknya tanpa merasa kasihan sama sekali walau gadis itu terlihat kesakitan. "Kau berhutang banyak padaku, Anak bodoh!" ujarnya. "Kau pikir, selama ini aku memberimu makan, membelikanmu pakaian dan membiarkanmu tinggal di rumah ini hanya sebatas cuma-cuma? Tidak ada yang gratis di dunia ini. Segala sesuatunya harus kau bayar dengan seimbang," lanjutnya tak segan. Hatinya kembali hancur. Lagi-lagi, ayahnya mengutarakan semua hal yang sudah ia lakukan selama ini terhadapnya. Padahal, bukankah itu semua adalah kewajiban seorang ayah untuk anaknya? Memberikan perlindungan dan mencukupi segala yang dibutuhkannya, siapa pun merasa jika itu adalah tugas seorang ayah. Tapi sayang, rupanya pria ini sangat berbeda dari kaum pria yang sudah merasakan menjadi seorang ayah. Tidak ada belas kasih secuil pun yang ia simpan untuk anaknya. Alih-alih memberikan segenap kasih sayangnya, pria itu malah dengan keji hendak menjual anak kandungnya sendiri pada siapapun yang berani membayarnya mahal. "Kau menangis?" lontar pria itu kala melihat buliran air mata jatuh menetes membasahi kedua belah pipinya. "Dasar cengeng!" desisnya lagi. Lalu, ia pun mengempaskan dagu sang anak yang semula dicengkeramnya dengan kasar. Membuat tubuh si gadis terhuyung mundur dan kemudian ia pun ambruk terjatuh mendarat ke lantai. "Buatkan aku secangkir kopi. Setelah itu, kau bereskan seluruh rumah ini tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun!" titahnya tak mau dibantah. Setelah itu, dia pun melengos pergi meninggalkan sang gadis yang hanya mampu menahan tangis di tengah hatinya yang terluka parah. Sungguh, saat seharusnya seorang ayah kandung mempunyai hati bak malaikat terhadap anaknya sendiri, justru yang terjadi pada gadis malang ini malah kebalikannya. Pria itu memperlakukan dirinya seolah dia hanyalah beban yang menyulitkan. Padahal, jika dipikir ulang, bakti sang anak kepadanya selama ini sangatlah besar. Semenjak ditinggal oleh sosok istrinya, dialah yang berperan dalam mengurus segala hal yang ayahnya butuhkan. Dimulai dari menyiapkan makan, mencuci pakaian. Bahkan, gadis itu pun rela bekerja dari satu tempat ke tempat lainnya demi untuk menghasilkan uang yang lalu disetorkan pada ayahnya. Namun nahas, dibanding menghargai segala usaha yang dilakukannya selama ini, ayahnya itu justru malah ingin membuat hidupnya menderita dengan cara berulang kali berniat untuk menukarnya dengan sejumlah uang yang melimpah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD