Tiga Puluh Satu

1039 Words
Ingatan tuanya membawa ia pergi ke masa lalu. Masa dimana ia pernah sangat merasa bahagia. Masa dimana semua hal baik seolah berpihak dan mengelilingi dirinya. Setelah bertahun - tahun menantikan hadirnya seorang malaikat kecil dalam kehidupan pernikahannya. Akhirnya saat itu, setelah usianya tidak lagi muda. Tuhan menitipkan bayi mungil itu hadir ditengah - tengah mereka, pasangan menikah yang sudah lebih dari tiga puluh tahun selalu mendambakan hadirnya seorang bayi. Semua yang telah sepasang suami istri itu lalui tidaklah mudah, banyak pengorbanan dan kesabaran yang harus mereka lalui. Bersyukur semua pengharapan itu datang di saat mereka sudah benar - benar ikhlas menerima takdir hidupnya. Darmi dan Wanto bahkan membuktikan cinta mereka dengan merantau dari kampung halamannya. Semua dilakukan karena Wanto tidak mau menduakan Darmi hanya demi memiliki seorang keturunan seperti yang orang tuanya paksakan padanya. Dengan penuh cinta dan kesetiaan, akhirnya Wanto mengajak istrinya yang sudah tidak memiliki siapapun selain dirinya di dunia ini, pergi menjauh dari keluarganya sendiri yang selalu bersikap tidak baik pada Darmi, karena berpikir gadis sebatang kara itu tidak bisa memberikan keturunan, berupa cucu pada mereka. Sebenarnya saat itu Darmi pasrah jika harus mengikhlaskan suaminya untuk dinikahkan lagi dengan wanita lain oleh kedua orang tuanya, ia pun merasa jika mungkin memang dia-lah yang tidak bisa memberikan suaminya keturunan. Tetapi Wanto sangat mencintai istrinya, dia tidak ingin melukai perasaan Darmi. Baginya hidup bahagia berdua dengan Darmi sudah cukup, meskipun Tuhan tidak akan pernah memberikannya keturunan. Begitu besarnya cinta Warto pada Darmi istri yang dinikahinya dengan penuh cinta. Ia pun membawa Darmi merantau dengan tanpa bermodal apapun. Bertahun - tahun hidup di tempat rantau, ternyata bukanlah hal yang mudah seperti bayangan mereka saat pertama kali memutuskan untuk pergi. Apalagi mereka berdua sama sekali tidak memiliki ijasah atau pun keahlian tertentu. Tetapi keduanya adalah orang yang gigih dan tak pernah merasa gengsi untuk melakukan pekerjaan apapun. Pasangan suami istri itu adalah pasangan yang jujur dan tulus dalam bekerja. Mereka hidup seadanya berdua dengan bahagia. Tak pernah mengeluh dengan segala hal, baginya ada saling menemani satu sama lain sudah lebih dari cukup. Sampai memasuki usia yang tidak mungkin lagi bisa memiliki anak, mereka tetap saling mengasihi. Wanto masih sama seperti dulu tetap mencintai Darmi seperti dulu. Betapa mereka tidak percaya saat kabar kehamilan Darmi yang telah lama ditunggu itu datang. Saat itu usia Darmi hampir memasuki usia lima puluh tahun. Hamil di usia tua bukanlah hal yang mudah, banyak resiko yang harus ditanggung. Tetapi karena hal itu sudah sangat didamba mereka tetap menanti dan menjalankannya dengan bahagia. Lastri, bayi perempuan itu lahir ditengah - tengah kebahagiaan kedua orang tuanya yang sudah tidak lagi muda. Selisih umur mereka saat itu tentu sangat jauh. Bagi sebagian orang bisa seperti antara cucu dan kakek nenek. Tetapi Darmi dan Warso benar - benar mencurahkan semua kasih sayang mereka pada Lastri secara penuh. **** Pagi telah datang untuk mengganti pekatnya malam yang terasa begitu sepi. Sudah sebelum azan subuh berkumandang mbah Darmi kembali sibuk dengan rutinitas hariannya. Apalagi semalam ia meninggalkan sedikit pekerjaan sebelum pergi tidur. "Mbah, sudah bangun?" Tanya itu menyadarkan mbah Darmi bahwa ada orang lain yang saat itu juga sudah terbangun. "Iya, bu. Ibu mau ke air? Monggo, bu. " Jawab mbah Darmi, saat ia menoleh ternyata sudah ada ibu yang akan menuju kamar kecil. Tidak lama setelah ibu, semua menyusul bangun subuh itu. Setelah Pras dan Rai, terakhir menyusul Laras yang bangun setelah tidurnya yang cukup panjang. Semua orang di rumah, tidak ada satu pun yang membahas kejadian kemarin sore. Tetapi secara diam - diam mereka tetap memperhatikan keadaan Laras. Mereka khawatir keadaannya berlanjut hari ini. Namun nampaknya dia terlihat biasa - biasa saja. Keceriaan anak remaja itu sedikit demi sedikit sudah mulai ia tunjukan kembali. "Mbah, kalau hari ini si mbah jadi mau pulang pergi saja selama ada ibu di rumah, si mbah ga apa - apa gak perlu sampai sore,mbah. Jika pekerjaan rumah sudah selesai si mbah boleh kalau mau pulang, tetapi kalau si mbah gak jadi pulang mau tidur disini juga gak apa - apa." Ucap Rai. "Iya, mbak. Rencananya si mbah mau minta ijin pulang siang, setelah selesainya pekerjaan rumah. Tetapi mbak Rai sudah menawarkan lebih dahulu." Jawab mbah Darmi dengan sedikit senyum. "Oh, gak apa - apa, mbah, senyamannya si mbah saja." Ucap Rai. " Oh, iya, rencananya juga hari ini aku mau ajak ibu dan Laras pergi." Lanjutnya. "Baik, mbak." Sahut mbah Darmi. Mbah Darmi merasa lebih baik jika mengurangi waktunya untuk bertemu Laras. Walaupun dia begitu merindukan Lastri yang begitu mirip dengan Laras, tetapi melihat Laras hanya malah membuat mbah Darmi bersedih karena semua kenangan yang kembali tergambar di ingatannya. "Bu, aku pamit dulu yah! Hari ini ibu dan Laras ikut Rai belanja saja yah. Untuk mengisi kegiatan biar gak bosan di rumah." Ucap Pras sebelum pergi bekerja pagi itu. Hatinya makin bertambah tenang karena Laras sudah terlihat kembali ceria, seolah kejadian kemarin sore tidak pernah terjadi. Pagi itu semua keinginan untuk pindah rumah yang sempat ia pikirkan sepanjang malam menguap begitu saja. Siang hari ketiga wanita kesayangan Pras pun pergi meninggalkan rumah. Beberapa saat sebelumnya mbah Darmi sudah lebih dulu pamit pulang karena semua pekerjaan hari itu sudah ia selesaikan. Rai pun memastikan semua keadaan rumah berada dalam kondisi rapi dan bersih serta tidak ada listrik yang menyala saat ditinggalkan. Agar ia bisa tenang saat berada diluar meninggalkan rumah. Rumah itu terasa hening tanpa siapapun yang ada di rumah siang itu. Sosok itu terasa terjebak di sana. Ingin memberitahukan pada orang lain tentang keberadaannya, tetapi karena mereka ada di alam yang berbeda semua sinyal sinyal yang diberikan sosok itu seolah telah mengganggu keberadaan penghuni rumah yang juga tempat keberadaan. Ia tahu ada seseorang yang menunggu kehadirannya juga selalu menanti kabar darinya. Ia harus menyampaikan bahwa ia tidak lagi bisa ditunggu karena mereka akan bertemu nanti di dunia yang berbeda, bukan dunia yang penuh dengan orang - orang licik yang telah merenggut kebahagiannya dulu dengan orang tua yang sangat mencintainya. ia harus memberitahukan keberadaannya. Agar orang yang telah berbuat licik dan jahat kepadanya itu mendapatkan hukumannya. walaupun ia tahu hukuman akan datang cepat atau lambat. ketika tidak di dapat di dunia, hukuman itu pasti akan di dapat di akhirat kelak. Dimana orang yang telah berbuat jahat padanya itu akan dipertemukan dengannya di hadapan tuhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD