Dua Puluh Enam

1003 Words
Pras, ibu dan Laras dalam perjalanan menuju rumah dinas kediaman Pras dan Rai ketika waktu melewati tengah hari. Dengan menggunakan mobil taksi berbasis daring ketiganya membelah jalanan kota yang terlihat cukup lengang siang itu. Padahal pagi tadi, saat Pras berangkat untuk menjemput dua wanita cantik beda generasi yang saat ini berada satu mobil dengannya itu, keadaan jalanan cukup padat. "Kenapa kamu gak ajak Rai ikut jemput ibu l, Pras? Kasihan, pasti selama ini dia hanya di rumah saja." Tegur ibu Pada anak laki - laki kebanggaannya itu. "Iya, mas. Kenapa mbak Rai gak mas ajak aja jemput kita? Kasian dia di rumah sendiri." Laras menimpali, rupanya adik perempuannya itu satu kubu dengan ibunya tercinta. "Bukannya gak aku ajak, bu. Hanya saja Rai lebih memilih sibuk di dapur untuk memasakkan masakan kesukaan kalian, dia mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan ibu dan Laras." Ucap Pras membelah diri. "Kasian Rai, pasti capek masak sendiri. Padahal biar nanti masaknya menunggu ibu datang, biar masak sama - sama dengan ibu." Ucap ibu. Seperti itulah ibu, dia terlihat sangat menyayangi anak menantunya itu. Kadang kala, ia malah terlihat lebih menyayangi menantunya itu dibanding Pras sebagai anaknya sendiri. "Tetapi Rai tidak sendiri, bu." Tutur Pras. "Maksudnya? Memang sedang ada teman kalian di rumah?" Tanya ibu polos. "Di rumah kami sekarang itu ada si mbah yang biasa kami panggil dengan panggilan mbah Darmi." Papar Pras dengan menoleh pada ibunya. Wanita yang masih terlihat anggun di usia senjanya itu, mendengarkan penjelasan anak laki - lakinya itu dengan seksama. "Awalnya kami juga tidak memiliki rencana sama sekali untuk mempekerjakan orang lain untuk membantu - bantu di rumah, tetapi akhirnya aku memutuskan untuk membawa mbah Darmi tinggal bersama kami karena merasa kasihan pada Rai yang lebih banyak sendiri di rumah, ditambah dia belum memiliki kenalan atau pun teman di sini." Terang Pras. "Tetapi bagaimana mbah Darmi itu? Apakah dia orang yang aman buat kalian pekerjakan di rumah? Kalian berdua sudah periksa asal usul dan orang seperti apa dia?" Ibu bertanya untuk memastikan kemana anak menantunya itu. "" Tentunya sudah, bu. Mbah Darmi itu hanya seorang wanita tua yang hidup sebatang kara. Dia sama sekali tidak memiliki anak ataupun sanak saudara. Aku juga mendapatkan informasi jika sebelum dia juga pernah bekerja lama dengan atasan aku di kantor." Terang Pras. "Syukur kalau seperti itu adanya, semoga keberadaan ia di rumah kalian menambah keberkahan karena telah menolong seorang janda. tetapi bagaimana kamu membayarnya Pras? Memang kamu memiliki cukup dana untuk membayar gajinya si mbah?" Tutur ibu. "Aamiin." Pras mengamini doa dari wanita yang paling dia sayangi itu. "Sebenarnya jika diambil dari gaji Pras dari pekerjaan yang sekarang sih gak cukup, bu. Apalagi Pras kan anak baru." Jawab Pras. "Lantas?" Kembali ibu mengajukan pertanyaan. "Aku kan masih ada bisnis bareng temen - temen waktu di kantor lama. Alhamdulillah sejauh ini usahanya lancar dan aku masih dapat keuntungan bagianku setiap bulannya." Jawab Pras. Wanita yang telah melahirkan Pras itu terlihat mengangguk - anggukan kepalanya mendengar penjelasan dari anak laki - lakinya itu. Laras terlihat menikmati perjalanan mereka menuju tempat tinggal kakak laki - lakinya itu. Dia bahkan tidak mendengarkan obrolan panjang yang dilakukan ibu dan kakaknya sepanjang perjalanan. Telinga anak remaja itu ditutupnya dengan earphone yang mengeluarkan lagu - lagu kesukaannya, dengan mata yang tak lepas menatap kiri kanan jalan. Mobil yang mereka tumpangi terus melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan keramaian kota dan mulai memasuki jalanan yang lebih kecil menuju perkampungan tempat mereka tinggal. Pras cukup bahagia dan antusias menerima kedatangan ibu dan adiknya di kediaman mereka. Mungkin semua akan bertambah sempurna jika ayahnya juga bisa ikut datang bersama ibu dan Laras. Tetapi karena orang tua laki - laki dari Pras itu masih aktif berdinas, ia pun tak bisa ikut dengan istri dan anak perempuannya untuk menengok anak laki - lakinya yang sedang merantau di pulau seberang itu. Akhirnya mobil sampai di depan rumah dengan perkiraan waktu yang sesuai dengan prediksi mereka. Ketiganya keluar dari mobil dengan perasaan lega karena telah selamat sampai tujuan. Pras jalan mengekor mengikuti langkah kaki kedua wanita yang berjalan di depannya. Ibu dan Laras seolah sudah tidak sabar untuk melihat dan mengetahui bagaimana anak dan menantunya itu tinggal di tanah rantau. Ketiganya berjalan memasuki rumah peninggalan jaman belanda yang berpagar besi itu. Nampak pekarangan rumah yang dulunya tak terawat menjadi perhatian ibu. Sebab pekarangan yang dulu dipenuhi rumput kering itu kini telah disulap menjadi taman yang dapat menyejukkan mata. Rumput Jepang terhampar seluas pekarangan depan dan samping. Di pinggirnya pagar pun banyak ditanami tanaman soka dengan topiary dan tentunya yang makin menambah kecantikan taman tersebut karena banyaknya pot - pot yang tertanam berbagai macam jenis dan warna bunga. Selama mbah Darmi tinggal di rumah itu, sedikit demi sedikit taman itu pun dirawat nya dengan cinta hingga pekarangan yang tadinya terlihat kering dan gersang berubah terlihat menyejukkan mata. Walaupun tentunya semua pun atas permintaan Rai. Setiap pagi dan sore keduanya selalu menyempatkan diri untuk merapihkan pekarangan sedikit demi sedikit. "Cantik," Ucap Ibu yang menoleh pada Pras sambil menunjuk taman yang ada disamping kanannya. Pras hanya tersenyum mendengar pujian dari ibunya itu. Pras pun merasa begitu, taman itu memang menjadi cantik sekarang. Ibu dan Laras semakin mendekat dengan pintu masuk rumah itu. Senyum kedua wanita itu melebar ketika melihat Rai sudah menunggu kedatangan keduanya dengan berdiri di depan pintu rumah. Setelah ketiganya semakin dekat, Rai pun melangkahkan kakinya beberapa langkah lebih maju untuk menghampiri mertua perempuannya itu. Rai meraih tangan ibu, diciumnya punggung tangan wanita yang telah banyak membelai lembut suaminya itu dengan hikmat. Mereka pun saling berpelukan melepas rindu. Hal yang serupa pun dilakukan bergantian dengan Laras, bedanya Laras yang mencium punggung tangan kakak iparnya itu. "Ibu sehat?" Tanya Rai memastikan keadaan mertuanya itu. "Alhamdulillah, sehat." Jawab ibu dengan senyum. " Kamu bagaimana?" Ucapnya balik bertanya. "Alhamdulillah bu," Jawab Rai. Setelah melakukan segala ritual pelepas rindu, keempatnya pun melangkah masuk kedalam rumah. Pras dan Rai benar - benar merasa senang. apalagi setelah ibu dan adiknya benar sudah datang di kediaman mereka. jika tak ada halangan apapun keduanya akan menginap selama satu minggu di rumah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD