Enam Puluh Dua

1109 Words
Rai masih merasakan nyeri disekujur tubuhnya, ada rasa teramat sakit yang ia rasakan dibagian kakinya. Sedangkan cedera di kepala yang telah mendapatkan penanganan oleh dokter masih terasa sangat perih dan rasa pusing pun masih ia rasakan. Untungnya selama perjalanan dari rumah menuju rumah sakit tadi, mbah Darmi tak henti - hentinya menahan darah yang terus mengalir dari cedera di bagian kepala majikan perempuannya itu. Setidaknya tindakan yang mbah Darmi lakukan itu membuat darah yang keluar dari luka di kepala Rai tidak terlalu banyak. Saat ini Rai sedang menunggu untuk melakukan pemerikasaan pada kakinya yang terasa sakit. Dokter akan melakukan rontgen untuk mengetahui apakah terjadi patah pada tulang kaki Rai. Selain cedera di kepala yang cukup parah, Rai juga mendapatkan beberapa memar dan luka lecet di bagian tubuh lainnya. Rai masih belum memiliki cukup tenaga dan kesadaran untuk banyak berbicara. Saat ini dia tengah merasakan badan yang masih terasa sakit. "Mbah, sebaiknya si mbah pulang saja yah! Nanti saya pesankan taksi untuk mengantar si mbah sampai rumah" Ucap Pras pada mbah Darmi yang terlihat sedang mengusap - usap tangan Rai dengan lembut. " Iya, mbah. Sebaiknya mbah pulang saja. Kasian kalau di rumah sakit mbah tidak bisa istirahat. Takutnya ini akan lama, atau aku butuh rawat inap." Ucap Rai menambahkan perkataan suaminya. " Si mbah tidak apa - apa kok, mbak. Si mbah masih kuat jika harus menemani mbak Rai di rumah sakit." Ucap Mbah Darmi yang merasa berat jika harus meninggalkan Rai yang sedang kesakitan. " Aku tidak apa - apa kok, mbah. Lagi pula aku masih ada mas Pras yang menjaga. Si mbah jika mau menemani besok saja pagi atau siang, jika aku harus rawat inap." Ucap Rai meyakinkan mbah Darmi. "Iya, mbah. Mbah istirahat saja di rumah. Sekalian aku nitip rumah." Ucap Pras menambahkan. " Tapi si mbah nanti di rumah sendirian, mas." Ucap Rai merasa khawatir. " Mbah bagaimana? Berani di rumah sendiri?" Tanya Rai memastikan. "Iya, berani. Kenapa mesti tidak berani, mbak?" Ucap mbah Darmi yakin. Selama ini, mbah Darmi memang tidak pernah sekali pun mengalami kejadian tak masuk akal dan ganjil di rumah dinas itu. Gangguan - gangguan yang sering dilakukan oleh makhluk penunggu rumah, selama ini memang hanya di dapati oleh Rai dan Pras saja. Bahkan dapur rumah yang awalnya selalu Rai dapati dalam keadaan berantakan di pagi hari, tetapi selama mbah Darmi menempati rumah dan menjadikan dapur sebagai tempat dinasnya, belum satu kali pun mbah Darmi mengalami peristiwa dapur berantakan seperti yang Rai alami. Bahkan ibu saja yang hanya sempat berkunjung kurang dari satu minggu di rumah itu pernah mengalaminya. "Ya sudah, mbah aku pesankan taksi saja untuk pulang yah. Sebaiknya istirahat di rumah. Apalagi waktu semakin malam. Sepertinya Rai tidak akan langsung pulang malam ini. Kemungkinan besar dokter akan meminta Rai untuk rawat inap malam ini." Ucap Pras. Akhirnya mbah Darmi pun setuju untuk pulang lebih dulu malam ini. Pras menemani mbah Darmi di lobby rumah sakit, menunggu taksi yang sudah di pesan untuk mengantar mbah Darmi pulang. "Mbah, aku nitip rumah yah!" Ucap Pras ditengah - tengah menunggu kedatangan taksi. " Iya,mas. Kabari si mbah ya, mas, jika ada perkembangan tentang mbak Rai." Ucap mbah Darmi. "Iya, pasti." Jawab Pras. " Tetapi ,mbah, jika si mbah merasa kurang nyaman atau tidak betah di rumah sendirian. Mbah boleh kalau malam ini mau pulang dulu ke rumah si mbah. Besok pagi saja datang ke rumah." Ucap Pras memberikan pilihan pada wanita berusia senja yang berdiri dengan posisi sedikit bungkuk di sampingnya itu. Sebenarnya Pras juga tidak tega dan agak khawatir membiarkan mbah Darmi seorang diri di rumah. "Iya, nanti kalau memang mbah tiba - tiba merasa ingin pulang. Mbah pulang dulu ke rumah si mbah malam ini ya, mas? Besok pagi baru si mbah ke rumah mas Pras dan mbak Rai." Sahut mbah Darmi. Dari tempat Pras dan Mbah Darmi berdiri, terlihat ada sebuah mobil memasuki area parkir lobby rumah sakit. Pras melihat plat nomer yang tertera pada mobil itu sesuai dengan apa yang tercantum pada aplikasi tempatnya memesan taksi daring. Seolah memiliki perasaan yang kuat. Supir taksi daring itu menghentikan laju mobilnya secara perlahan tepat di hadapan Pras dan mbah Darmi. " Dengan mas Prasetya?" Tanya supir taksi daring itu dengan sedikit membungkukkan tubuhnya untuk dapat melihat Pras yang berdiri di luar mobil. "Iya, dengan pak samsul yah?" Tanya Pras dengan menyebutkan nama supir tersebut. Sang supir pun tersenyum ramah sambil menganggukkan kepalanya. " Tolong, antar mbah saya yah, pak!" Ucap Pras seraya merangkul mbah Darmi yang masih berdiri di sampingnya. " Baik, pak." Sahut sang supir taksi. " Mbah, ayo naik. Hati - hati yah dijalan." Ucap Pras seraya menuntun mbah Darmi membantunya menaiki mobil. Perlahan dengan gerakan tuanya, mbah Darmi menaiki mobil taksi daring yang akan mengantarnya pulang. Ia meminta pada Pras untuk duduk di kursi penumpang saja. Pas pun membantunya memasuki bangku penumpang dengan membuka pintu belakang. Secara perlahan mobil yang membawa mbah Darmi pun melaju semakin jauh meninggalkan lobby rumah sakit. Semakin lama, Pras pun tidak dapat lagi melihat keberadaan mobil tersebut. Setelah kepulangan mbah Darmi, Pras kembali memasuki ruangan unit gawat darurat untuk menemui istrinya. Pras melihat ada dua orang perawat yang berada di samping brankar tempat Rai berbaring. Ia pun mempercepat langkah kakinya untuk mengetahui pemeriksaan apa yang sedang diterima istrinya itu. Saat semakin dekat Pras baru mengetahui ternyata kedua perawat itu memang sedang menunggu kedatangannya untuk memberitahukan tindakan rontgen yang akan Rai jalani. "Maaf, pak. Kami sedang menunggu bapak. Untuk meminta tanda tangan bapak selaku wali dari pasien." Ucap salah satu perawat seraya menyodorkan lembaran yang harus Pras tanda tangani. Dengan segera Pras pun meraih papan berisi lembaran yang harus ia bumbuhi tanda tangan. Dia membubuhkan tanda tangan itu dengan tanpa ragu, apalagi sebelumnya dokter juga sudah memberitahukan dan menjelaskan padanya secara panjang lebar. Kembali dua orang perawat datang menghampiri ia dan Rai. Salah satu dari perawat tersebut terlihat mendorong kursi roda. " Mari mbak. Silakhan ! Kami berdua akan menemani mbak Rai menuju ruang rogten. Ucap salah satu perawat. Dengan dibantu oleh keduanya, Rai berpindah dari ranjang tempatnya berbaring ke kursi roda. Pras jalan membuntuti kedua perawat yang sedang mengantar istrinya menuju ruang radiologi Rumah sakit. Salah satu dari keduanya mendorong kursi roda dengan cukup hati - hati karena tak jarang Rai mengeluh kesakitan saat kursi roda sedikit terguncang. Kursi roda berhenti saat di didepan sebuah pintu yang sangat besar dengan tulisan radiologi sama sepertinya, untuk selanjutnya menuju salah satu ruangan lagi denga tulisan sinar X. Kami berempat sempat menunggu beberapa saat, ketika semua lampiran berkas yang harus diberikan sudah perawat serahkan ke petugas jaga. Tidak butuh waktu lama, Rai pun memasuki ruangan itu untuk melakukan rotgen. Sedangkan Pras menunggu di luar ruangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD