Enam Pukul Tiga

1064 Words
Enam Puluh Tiga Kejadian di sore hari tadi tentu saja membuat tubuh tuanya bergetar, bahkan hingga saat ini dia masih enggan untuk mengingat - ingat kejadian yang ia saksikan dengan sangat jelas. Bagaimana Rai jatuh dan bersimbah darah tepat dibawah kakinya. Mobil yang membawa mbah Darmi pulang malam itu, membelah jalanan kota yang masih cukup ramai meski waktu sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam. Sebenarnya dia sangat ingin menemani majikan perempuannya itu di rumah sakit tetapi memang benar apa yang dikatakan oleh majikan laki - lakinya. Keputusan Pras untuk memintanya pulang sepertinya memang hal yang paling baik. Saat ini saja dia sudah sangat merasa lelah, dia butuh berbaring dan mengistirahatkan semua tubuh dan pikirannya. Jalanan kota yang masih tampak ramai tadi kini sudah tidak terlihat lagi ketika mobil mulai memasuki jalan perkampungan. Memasuki jam sembilan malam tentu suasana di permukiman tempat tinggal mereka sudah semakin sepi. Mobil pun menghentikan lajunya tepat di depan pagar rumah dinas tempat mereka tinggal. Dari kejauhan, bagian depan rumah terlihat tampak gelap. Dengan langkah tuanya mbah Darmi keluar dari mobil yang sudah mengantarkannya pulang dan berjalan perlahan menuju rumah. Mobil yang tadi mengantarnya pun berlalu, membuat suasana menjadi bertambah sepi. Banyak pasang mata yang sebenarnya memperhatikannya malam itu. Mata - mata yang memperhatikan gerak geriknya. Seolah ingin mengganggu tapi juga sedikit enggan karena wanita tua ini sudah tidak memiliki perasaan takut pada mahkluk - mahkluk seperti mereka. Bagi wanita tua seperti mbah Darmi, apalagi selama ini sudah hidup sendiri. Kehadiran mahkluk - makhluk tak kasat mata seperti jin yang sering mengganggu manusia tidak terlalu ia hiraukan. Ia sudah merasa cukup tua untuk takut dengan hal - hal semacam itu. Selagi ia tidak pernah mengganggu ia akan membiarkan hal - hal semacam itu tidak akan mempengaruhinya. Mbah Darmi membuka pintu rumah dengan kunci yang sebelum pulang tadi sempat Pras berikan padanya di lobby rumah sakit. Bagian dalam rumah terlihat tidak terlalu gelap seperti bagian luar karena sebelumnya ia sudah menyalakan lampu di beberapa ruangan rumah. Mbah Darmi mengunci rumah itu kembali setelah sebelumnya lebih dulu menyalakan lampu diluar rumah. Kedua matanya dengan perlahan mengitari seluruh ruangan yang ada di rumah itu. Semuanya terlihat nampak kacau. Rumah itu ditinggal dalam keadaan yang cukup berantakan. Banyaknya orang - orang yang cukup panik masuk ke rumah untuk menolong Rai tentunya membuat rumah menjadi sedikit berantakan. Banyaknya barang - barang di rumah yang bergeser, juga banyak tapak kaki yang nampak di permukaan lantai, ditambah beberapa bercak darah milik Rai yang sudah mengering. Mbah Darmi merasa tubuhnya tidak cukup kuat jika harus membersihkan dan merapihkan rumah malam itu juga, tetapi dilain sisi jiwa bersih dan rapihnya tidak dapat melihat rumah dalam keadaan yang terlihat cukup kotor itu. Mbah Darmi pun memilih untuk beristirahat sejenak lalu kemudian membersihkan rumah seperlunya sebelum ia tinggal tidur. Besok paginya bisa ia lanjutkan lagi untuk menjadi sempurna. Mbah Darmi berjalan memasuki kamar tidurnya. Sejenak ia akan membiarkan rumah itu masih ada dalam keadaan yang berantakan. Ia menjatuhkan tubuhnya yang sudah merasa lelah di atas ranjang tempat tidurnya. Seketika rasa lelah yang sedari tadi menggelayuti tubuhnya pun luruh secara perlahan - lahan. Tanpa ia sadari ia pun terlelap masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Niatan awal yang hanya ingin beristirahat sejenak pun sepertinya tanpa sadar ia lewatkan. Mbah Darmi semakin dalam masuk ke alam mimpinya. Kedua matanya bahkan tertutup semakin rapat. "Mamak... Tolong aku, mak!" Terdengar sayup - sayup dari kejauhan dan semakin kencang suara perempuan meminta pertolongan. Dalam penglihatannya, mbah Darmi terlihat berada di suatu ruangan kosong dengan warna putih mendominasi ruangan. Saat itu ia berjalan ke sana kemari tetapi tidak juga menemukan pintu keluar dan suara wanita itu terdengar semakin jelas. Tiba - tiba dari salah satu sudut ruangan mbah Darmi melihat ada seorang wanita terduduk membelakanginya. Dengan sedikit ragu mbah Darmi berjalan menghampiri wanita itu. Mbah Darmi memegang bahu wanita yang sedang terduduk di hadapannya. Sejurus kemudian sosok wanita dalam penglihatannya itu menengok ke arahnya. " Mamaaakk... Tolong aku,mak!" Ucap wanita yang ada di hadapannya itu dengan mata mengiba. Betapa mbah Darmi terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat itu. Betapa dia terkejut jika orang yang ada di hadapannya itu terlihat sangat mirip dengan Lastri anak gadis mbah Darmi yang selama ini ia cari - cari. Karena terkejut mbah Darmi memundurkan badannya beberapa langkah kebelakang. "Mak, tolong aku, mak! Tolong Lastri, Lastri ingin pergi dari sini. Bagaimana Lastri bisa keluar dari sini? Dia selalu mengawasi Lastri dan mengunci Lastri di dalam sini." Kembali sosok yang terlihat sangat mirip dengan anak perempuannya itu mengiba meminta pertolongan darinya. Mbah Darmi masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Jika itu ada dan nyata mungkin saat ini mbah Darmi sudah berhambur berlari untuk memeluk gadis perempuan yang sedang menangis dan mengiba pada dirinya itu. Tetapi saat itu mbah Darmi menyadari jika ia sedang ada di alam mimpi, ia tidak yakin apakah perempuan itu benar - benar Lastri, anak perempuan satu - satunya yang sudah sangat mbah Darmi rindukan. "Mak, tolong aku, mak!" Kembali perempuan yang sedang menagis itu meminta pertolongan oada mbah Darmi. Tiba - tiba suara gaduh terdengar dari atap kamar mbah Darmi. Seperti suara benda keras terjatuh tepat terjatuh di atap kamarnya. Sobtak mbah Darmi terbangun dari tidurnya. Ia cukup terkejut dengan mimpi yang baru saja ia alamai. Detak jantungnya masih berdebar cukup kencang nafasnya juga tidak beraturan. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul satu malam. Rupanya ia terlelap cukup lama. Mbah Darmi bangun dari tidurnya. Ia terduduk di atas tempat tidur. Kembali mengingat - ingat mimpi yang baru saja ia alami. Mimpi itu terkesan nyata untuknya. Suara tangis Lastri, semua permintaan tolong yang ia katakan bahkan sosoknya terlihat nyata di hadapan mbah Darmi. Setelah kejadian yang menimpa Rai sore tadi, Mbah Darmi sempat menyerah untuk tidak lagi mencari petunjuk tentang keberadaan Lastri, tetapi mimpi yang baru saja ia alami membuatnya kembali merasa yakin akan halnyang selama ini mengganjal di hatinya. Ia sangat yakin bahwa mimpinya tadi adalah petunjuk untuknya agar kembali mencari keberadaan anak perempuannya itu. Mbah Darmi akhirnya beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan keluar dari kamar itu menuju kamar mandi. Diambilnya air untuknya berwudhu. Ia sangat membutuhkan petunjuk dari rabb -nya. Saat seperti ini adalah waktu yang paling tepat untuknya bercerita, mengungkap semua rasa yang memberatkan d**a hanya pada sang pencipta. Mbah Darmi terhanyut dalam khusyuk - nya malam itu. Malam yang terasa sangat begitu sepi. Malam dimana orang - orang masih terlelap dalam tidurnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD