Dua puluh

1027 Words
Wanita tua itu perlahan mengemas barang - barang pribadi yang akan dia bawa pindah ke rumah tempat ia bekerja nanti. Majikan baru tempatnya bekerja memintanya untuk tinggal menginap dirumah itu. Secara otomatis dia akan meninggalkan rumah miliknya sendiri. Wanita tua itu juga harus merapihkan rumah sederhana miliknya, merapihkan barang-barang yang akan dia tinggalkan selama dia tinggal di rumah majikan barunya. Kebetulan rumah tempat tinggalnya dan rumah tempat ia bekerja nanti masih terletak disatu desa yang sama, jadi dia bisa dengan mudah kapan saja menengok rumahnya. Mbah Darmi hanya hidup sebatang kara. Setelah suaminya meninggal bahkan dia tidak memiliki siapapun lagi didunia ini. Tak ada sanak saudara satu pun, baik itu saudara jauh apalagi saudara dekat. Dia pun tak tahu untuk siapa rumah peninggalannya itu nanti akan ditinggalkan, jika dirinya dipanggil pulang oleh sang pencipta, mungkin dia akan menghibahkan atau mewakafkan saja tanah miliknya itu untuk kepentingan umat. Hanya ada satu orang yang sampai saat ini selalu mbah Darmi rindukan. Ia sangat ingin mengetahui bagaimana nasih seseorang yang sangat ia rindukan itu. Orang yang sebenarnya dulu sangat ia harapkan sebagai gantungan ia dimasa tua. "Ril... Ril..." Mbah Darmi memanggil-manggil bu Nuril tetangga sebelah rumahnya. "Ril, kamu di rumah gak?" panggil mbah Darmi mencari keberadaan tetangganya itu. "yaaa, mbah." sahut bu Nuril, bergegas keluar untuk memenuhi panggilan mbah Darmi. "ada apa, mbah?" tanya wanita paruh baya itu ketika ia sudah ada dihadapan wanita tua tetangga samping rumah yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. "Ril, aku mau minta tolong sama kamu. Aku mau nitip rumah." jawab Mbah Darmi. "nitip rumah? Maksudnya apa, mbah? Memang si mbah mau kemana?" tanya bu Nuril belum mengerti. Mbah Darmi pun menjelaskan rencananya, yang akan bekerja dan tinggal dirumah tempat ia dan suaminya pernah bekerja dulu. Ia meminta bantuan pada Nuril tetangga samping rumah yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Mbah Darmi meminta bu Nuril untuk sering - sering menengok dan memeriksa rumahnya. Ia juga memberitahukan akan sering - sering datang untuk menengok rumahnya itu. Bu Nuril tidak menyangka bahwa perkataan mbah Darmi padanya tempo hari adalah sungguh - sungguh. Saat itu bu Nuril hanya menganggap itu hanyalah keinginan wanita tua yang sedang merasa kesepian saja. Dia tidak menyangka bahwa keinginan wanita tua itu benar - benar akan dia lakukan. "aku pikir perkataanmu tempo hari tidak sungguh - sungguh, mbah." walaupun kepindahannya dekat, bu Nuril tetap saja merasa sedikit kehilangan tetangga samping rumahnya itu. "kenapa si mbah harus bekerja lagi dirumah itu? Lebih baikkan sekarang ini, waktunya si mbah istirahat. Menikmati masa tua. Toh, kebutuhan si mbah sehari-hari ada masyarakat yang swadaya bergotong royong." Rayu bu Nuril, masih berharap mbah Darmi mengurungkan niatnya untuk bekerja. "justru itu, Ril. Aku tidak enak jika harus selalu merepotkan tetangga. Walaupun kasarnya hanya mendapat makan saja, setidaknya aku memang bekerja, itu hasil dari keringatku sendiri. Wanita tua seperti aku Ini tidak lagi memiliki banyak keinginan. Lagi pula sebelum aku meninggal nanti, ada suatu hal yang harus aku ketahui terlebih dahulu kebenarannya. Dan aku sangat yakin jawabannya ada dirumah itu." papar Mbah Darmi. Bu Nuril hanya diam, saat mendengar semua yang dikatakan oleh mbah Darmi. Sejujurnya ia sendiri tidak begitu paham maksud dari perkataan perempuan tua dihadapannya itu. "ya sudah kalau si mbah sudah begitu yakin. Selama disana jaga kesehatan. Kalau ada apa-apa atau merasa sedang tidak enak badan jangan sungkan hubungi aku." ucap bu Nuril melepas kepindahan mbah Darmi. "iya, tenang saja. Aku masih paling suka kalau diminta untuk merepotkanmu." jawab mbah Darmi dengan canda. Setelah pamitan yang singkat itu, bu Nuril terlebih dahulu mengikuti mbah Darmi yang kembali kerumahnya. Dia berniat untuk sedikit membantu berkemas barang atau merapihkan sesuatu yang harus dirapihkan sebelum rumah itu ditinggal pergi oleh pemiliknya. **** Pras dan Rai menyiapkan dan membersihkan kamar yang selama ini dibiarkan kosong. Tadinya kamar kosong itu disiapkan untuk saudara jauh atau siapapun yg datang menginap dirumah mereka, contohnya orangtua mereka dari kota Bogor yang suatu saat nanti mungkin akan datang menengok anak - anaknya diperantauan. Tetapi saat ini Rai memilih untuk menjadikan kamar itu sebagai kamar mbah Darmi, orang yang akan ikut tinggal bersama mereka kedepannya. Mungkin sebagian orang akan berpikir pasangan suami istri itu sedikit teledor dan berani membiarkan orang lain yang tidak terlalu dikenal ikut tinggal bersama mereka. Tentu kita tidak akan tahu apakah orang lain itu apakah orang baik atau tidak. Tetapi Pras dan Rai sama - sama berpikir lurus saja. Mereka berdua tidak terlalu berpikiran negatif tentang itu. Apalagi orang yang akan mereka ajak tinggal bersama dan bekerja dirumah itu hanyalah seorang wanita tua yang rasanya tidak mungkin bisa berbuat yang tidak - tidak pada mereka. Apalagi rumah mbah Darmi sendiri masih satu lingkungan dengam rumah mereka. Bahkan sebelumnya pasangan suami istri itu sedikit banyak sudah pernah mendengar cerita tentang mbah Darmi yang dulunya juga pernah bekerja pada keluarga pak Agung, atasan Pras dikantor. Dari yang mereka tangkap tidak ada hal aneh atau pun mencurigakan dari wanita tua itu. "mas benar kita akan meminta mbah Darmi untuk tinggal disini? Apa tidak sebaiknya mbah Darmi pulang pergi saja? Kan rumah beliau juga dekat masih diperkampungan yang sama dengan rumah kita." Rai kembali menanyakan pada suaminya, memastikan bahwa suaminya tidak mengambil keputusan yang salah. "mas rasanya tidak tenang, dek, membiarkan kamu sendiri seharian dirumah. Apalagi kedepannya mas mungkin akan lebih sering pulang hingga larut malam atau bahkan bisa tidak pulang berhari - hari." papar Pras menjelaskan keadaannya pada Rai. "memang pekerjaan sebanyak itu ya, mas?" tanya Rai yang sebenarnya juga tidak suka jika harus ditinggal sendiri dirumah itu. "ya, ke depannya akan ada banyak proyek yang harus mas kerjakan, alhamdulillah mas dipercaya untuk menangani proyek - proyek itu. Berartikan atasan puas dengan hasil kerja mas selama ini. Oleh karena itu mas tidak mau mengecewakan" ucap Pras. "kalau begitu kenapa kita tidak pindah saja? Aku rasa pikiran kita selama ini sama, aku tahu kenapa kamu begitu khawatir." ucap Rai memberi solusi yang lain. "mas, tidak tahu. Rasanya mas belum diberi keinginan untuk pindah. Selain rasa tidak enak hati pada pak Yanto dan pak Agung, rasanya masih malas jika harus pindah lagi. Membayangkan capeknya." ucap Pras memberikan alasannya. Rai pun terdiam setelah mendengar semua hal yang diucapkan Pras. Dia dapat memahami semua alasan yang diungkapkan oleh suamninya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD