Dua Puluh Delapan

1402 Words
"AAAAAAAAHHHH HAHAHAHAHAHA... " Suara teriakan yang bergantian dengan suara tawa menggema memenuhi seluruh ruangan. Suaranya terdengar jelas namun juga samar. Sulit di gambarkan atau pun disamakan dengan suara apapun. Pras dan Rai yang terkejut, sontak bergerak menuju ruang tengah yang merupakan sumber suara itu berasal. Sesampainya di ruang tengah dilihatnya sudah ada mbah Darmi yang berdiri mematung bersandar pada salah satu dinding ruangan, seolah ia takut dan terkejut karena melihat telah sesuatu. Kegaduhan itu rupanya juga membangunkan ibu yang sedang beristirahat di kamar Pras dan Rai. Betapa terkejutnya Pras dan Rai dengan apa yang dilihat oleh kedua pasang mata mereka. Saat itu Rai dan Pras melihat Laras dalam keadaan terduduk, duduknya sama persis dengan posisi duduk yang sebelumnya baru saja Rai peragakan di depan suaminya itu. Tapi apa yang dilihat saat ini sungguh membuat keduanya merasa terkejut. Di atas sofa terlihat Laras duduk dalam keadaan tertunduk, tetapi kali ini matanya memicing ke arah Pras dan Rai berada. Tatapannya terlihat begitu tajam dan menghujam. Siapapun yang melihat pasti akan langsung menebak jika adik perempuan mereka ini kerasukan. Saat melihatnya Rai sempat memundurkan langkahnya, nyalinya sedikit ciut saat melihat sesuatu yang nampak mengerikan tepat di depan mata. Tetapi Rai segera menguasai dirinya. Dia harus menangani Laras yang dirasa menunjukkan gejala - gejala tidak baik. Laras terlihat sangat tidak normal, ia terus berteriak dan tertawa. Matanya kadang membulat menatap bergantian Pras, Rai, ibu dan mbah Darmi. "Astaghfirullah, Pras, ini Laras kenapa, Pras?" Ibu mulai menangis setelah melihat yang terjadi pada anak perempuannya itu. "Pras juga gak tahu, bu." Jawab Pras. Pras sendiri merasa bingung, dia tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Baru kali ini dia mengalami hal seperti ini di depan matanya sendiri. "Ini kita harus bagaimana, mas? Apa yang harus kita lakukan pada Laras?" Tanya Rai yang juga terlihat mulai panik. "Mas juga ga ngerti, dek." Jawab Pras. "Mas coba dekati dulu yah." Lanjutnya. Rai merasa kasihan melihat Laras, sedangkan ibu tak perlu ditanya. Wanita berhati lembut itu sudah membanjiri seluruh pipinya dengan air mata. Ia tak mengerti apa yang sedang terjadi pada anak perempuannya itu. Apalagi dirasanya beberapa saat yang lalu semua masih baik - baik saja. Anak perempuannya itu tak mengeluhkan hal apapun kepada dirinya. Rai membawa ibu dalam pelukannya ketika Pras mencoba untuk mendekati adik perempuannya itu. Berharap pelukan yang Rai berikan dapat menenangkan wanita paruh baya itu walau sedikit. Pras berdiri tepat di depan Laras yang masih dalam keadaan terduduk. Dipegangnya kepala adik perempuannya itu lembut. "Dek, istighfar, dek!" Pras coba meminta adiknya untuk mengingat allah. Masih mengusap lembut kepala Laras dengan lembut. Pras mencoba membacakan beberapa surat - surat dan ayat alquran. Tetapi usahanya tidak membawa perubahan apapun. Bahkan Laras bereaksi, seolah ia tidak menyukainya. Seketika tatapan mata Laras menatap dalam kearah kakak laki - lakinya itu dengan penuh amarah. Bola matanya terlihat membulat penuh, bahkan yang terlihat hampir seluruhnya bagian yang putih saja. Bagian hitamnya terlihat memutar dan berada di atas sambil terus menatap Pras penuh kemarahan. Sejurus kemudian secara tiba - tiba Laras mendorong Pras dengan sangat kuat sambil kembali mengeluarkan tawanya yang terdengar begitu menakutkan. Pras yang mendapat serangan secara mendadak tentu saja tak bisa menguasai dirinya. Sehingga dorongan itu membuat Pras jatuh terjungkal ke belakang. Apalagi dorong yang Laras lakukan terasa begitu kuat. Pras sendiri merasa heran bagaimana bisa adik perempuannya itu memiliki tenaga sebesar itu. "Ya allah." Ibu kembali menangis saat melihat Laras dengan begitu kuat mendorong Laras. "Kita harus bagaimana ini, Rai." Tanya ibu yang terlihat semakin panik. Setelah mendorong Pras, Laras yang seperti bukan Laras itu terus tertawa tiada henti. Tawanya terdengar melengking panjang. Menggema ke seluruh sudut rumah tersebut. Posisi jatuhnya Pras tepat di depan mbah Darmi. Wanita berusia senja itu pun membantu majikan laki - lakinya untuk berdiri. "Sepertinya mbak Laras kerasukan, mas." Bisik mbah Darmi seraya membangunkan Pras dari jatuhnya. "Kalau seperti ini kita harus bagaimana ya, mbah?" Pras bertanya karena bingung dengan apa yang harus dia lakukan." Apa si mbah tahu orang sini yang biasa menangani hal seperti ini?" Tanyanya lagi meminta pendapat dari wanita tua di hadapannya. Mbah Darmi teringat akan seseorang di kampung ini yang memang biasa menolong dalam hal - hal itu. "Saya permisi tinggal sebentar ya, mas. Saya coba panggil beberapa orang untuk membantu." Ucap Mbah Darmi. Wanita tua itu segera bergegas meninggalkan rumah. Dia keluar untuk mencari bantuan. Pertama yang ada dipikirannya saat itu tentu saja aparat setempat, ketua Rt atau pun ketua Rw yang harus diberi tahu. Selanjutnya yang akan dia datangi dan mintai tolong mungkin Pak Haji Nasikin. Orang mengerti agama di kampung itu yang ia tahu pernah beberapa kali menolong warga yang mengalami hal serupa dengan Laras. Mbah Darmi terlihat berjalan pelan memasuki gang perkampungan. Dimasukinya pagar suatu rumah yang terlihat sangat sederhana tetapi nyaman. Mbah Darmi mengetuk pintu rumah itu dan mengucapkan salam. Tak perlu waktu lama orang yang mbah Darmi carilah yang membukakan pintu itu sendiri. "Eh, si mbah? Ada apa, mbah? Ada perlu apa?" Tanya laki - laki di hadapan mbah Darmi yang sudah dia menjabat sebagai ketua RT setempat selama dua kali pemilihan. "Itu loh pak, saya mau minta tolong bapak untuk datang ke rumah majikan saya. Pasangan suami istri yang baru pindah dari Bogor itu." Ucap mbah Darmi. "Oh, memangnya ada apa, mbah? Ada masalah atau apa? Kok mbah Darmi seperti terburu - buru." Pak RT kembali bertanya. Mbah Darmi pun mulai menjelaskan maksud kedatangannya itu dan juga menceritakan apa yang saat ini sedang terjadi di rumah majikannya itu. Setelah mendengar penjelasan dari mbah Darmi, Pak RT pun setuju untuk ikut dengar wanita tua itu. " Tetapi saya mau minta tolong pak Haji Nasikin juga, pak." Ucap mbah Darmi. "Pak RT duluan saja ke rumah majikan saya ya?" Ucap mbah Darmi pada Pak RT. Kebetulan saat itu, Warso lewat di hadapan keduanya. Dengan cepat Pak RT pun memintanya untuk menolong. "So, So," Panggil Pak RT pada Warso. Warso pun menengok ketika mendengar panggilan itu. "Iya, Pak RT." Sahut Laki - laki itu. "So, kamu bisa tolongin saya untuk panggil Pak Haji Nasikin gak?" Ucap Pak RT meminta bantuan pada Warso. "Pak Haji Nasikin? Iya insya Allah bisa." Ucap Warso mengiyakan. "Alhamdulillah, nanti kamu bawa pak Haji ke rumah mas Pras dan mbak Rai yah! Majikannya mbah Darmi." Pinta pak RT. "Oh, gitu. Tapi kalau boleh tau ada apa ya Pak? Biar nanti saya enak jelasin ke pak Haji-nya." Tanya Warso. Lalu pak RT pun menjelaskan apa yang terjadi di rumah itu pada Warso. Setelah mendengar penjelasan dari Pak RT, Warso pun bergegas menuju kediaman Haji Nasikin. Sedangkan mbah Darmi bersama Pak RT lebih dulu menuju rumah Pras dan Rai. Setibanya di depan rumah. Dari luar pagar saja, pak RT dan mbah Darmi dapat mendengar suara teriakan dan tawa cekikikan dari dalam. Saat mbah Darmi sampai, diluar rumah sudah ada beberapa warga yang tertarik untuk datang dan melihat rumah itu karena mendengar suara - suara gaduh dari sana. "Di dalam ada apa, mbak?" Tanya salah satu warga yang mbah juga kenal karena penasaran dengan apa yang sedang terjadi. "Aku juga belum tahu." Jawab mbah Darmi. Keduanya pun bergegas masuk ke dalam rumah. Saat mbah Darmi dan Pak RT masuk ke dalam. Keadaan di sana sudah berubah lebih buruk dari sebelumnya. Terlihat ada beberapa barang yang berantakan dan pecah. Bahkan keadaan Laras terlihat semakin buruk. Dia sudah tidak lagi terduduk, kali ini dia terlihat berdiri di salah satu sudut ruangan dengan rambut yang menutupi setengah dari wajahnya. Tatapan matanya masih sama dengan tadi. "Bagaimana keadaannya, mas?" Tanya Pak RT pada Pras. "Seperti yang terlihat, Pak. Lebih tidak baik - baik saja dibanding sebelumnya." Jawab Pras yang terlihat mulai bingung. Pak RT pun mulai mendekati Laras yang saat itu menatapnya dengan tajam. Bahkan Laras mengeluarkan erangan - erangan selain tawa yang yang dapat terdengar hingga luar rumah. Pak RT melakukan sesuatu pada Laras. Tetapi kali ini Laras terlihat hanya diam saja, dia tidak bereaksi seperti ketika Pras mendekati dan menyentuhnya tadi. Pras, Rai, ibu dan mbah Darmi yang saat itu sama - sama menyaksikan seolah dibuat tegang akan situasi dan keadaan yang sedang terjadi saat itu. Tidak lama sesaat nya, terlihat Warso dan Haji Nasikin datang bersama. Tanpa banyak bicara dan bertanya Haji Nasikin langsung mendekat ke arah Laras. Dia dan Pak RT saling membantu dalam menangani Laras yang diluar kendali. Pras sebenarnya ingin membantu, tetapi dia bingung dengan apa yang harus dilakukannya. sehingga dia lebih memilih menunggu aba - aba yang diberikan oleh kedua sesepuh desa ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD