Tiga Puluh Sembilan

1117 Words
Laras masih terlihat menikmati segala kegiatan di media sosial nya. Gadis itu merupakan gadis yang cukup aktif dengan segala kegiatan yang dia miliki. Baik itu kegiatan di sekolah ataupun di lingkaran pertemanannya. Laras merupakan gadis yang periang, cantik dan juga baik hati menjadi nilai tambah untuk dirinya sehingga dengan mudah selalu di Terima di lingkungan baru yang dia masuki. Saat ini di media sosial dan beberapa grup w******p yg ia tergabung di dalamnya sedang ramai membahas salah satu teman yang sedang di jadikan bahan pembicaraan di seluruh lingkar pertemanannya. Laras seringnya malas bergabung jika grup sedang ramai membahas aib seseorang seperti saat ini. Dia lebih memilih menyamping dari keramaian itu. Ditutupnya akun media sosial dan aplikasi percakapan miliknya. Ia lebih memilih membuka aplikasi pemutar musik miliknya, mendengarkan musik tentunya menjadi pilihan yang tepat untuknya yang jenuh dengan gosip - gosip yang mampir di telinganya. Lagu - lagu favorit terdengar mengalun di rongga telinga Laras melalui aerphone yang terpasang di kedua telinganya, membuat ia terhanyut dan tanpa sadar secara perlahan masuk ke dalam tidurnya. Laras lelap di atas sofa berwarna abu - abu yang terasa hangat dan empuk. Semakin lama, Laras semakin tidak mengetahui keadaan sekitarnya. Yang sebelumnya dalam keadaan setengah tidur, kini ia sudah masuk semakin dalam ke dalam alam bawah sadarnya. "Laras.... Laras... Laras...!!" Samar - Samar Laras mendengar suara seorang perempuan memanggilnya. Tetapi semua terasa aneh, ketika ia mendengar namanya di panggil, entah mengapa kesadarannya semakin lah hilang. Ia merasa semakin jatuh ke dalam tidurnya yang dalam. "Laras... Sini, Ras! Temani aku! " Suara perempuan itu semakin jelas terdengar. Laras seperti ingin membuka kedua mata. Ia ingin mengetahui siapa pemilih suara itu, tetapi rupanya membuka pandangan matanya itu, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan saat ini. Seolah ada sesuatu yang menahannya, kedua mata itu tidak juga mau membuka walaupun pikiran Rai telah memintanya untuk terbuka. "Laras.... " Suara Wanita itu masih terdengar memanggil, namun sekarang dia mulai menampakan wujudnya. Dia sosok yang terlihat memiliki usia yang sama dengan Laras. Berambut panjang hitam dengan mata yang sepertinya cantik. Tetapi itu tidak bisa dipastikan, karena tatapan matanya saat ini terkesan begitu sendu di penglihatan Laras. Laras mendekatinya, duduk terdiam tepat di sampingnya. Seperti apa yang dia minta, dia minta Laras untuk menemaninya. Akhirnya Laras pun menemaninya. Gadis di penglihatan Laras itu lama kelamaan mulai menangis. Tangisannya begitu menyayat hati. Laras yang seolah mengerti apa yang sedang dia rasakan, ikut mengeluarkan air mata dan mencoba menenangkan wanita itu dengan mengelus-alus punggungnya. Saat itu, Laras tidak terlalu paham dengan keberadaannya sendiri, apakah yang ia alami itu mimpi atau kan nyata. Iya seperti benar - benar sedang ada bersama wanita itu, tetapi dia juga tidak yakin dimana ia berada saat ini. Tempat itu sama sekali tidak ia kenali dan rasanya seperti disekap di dalam ruangan yang tak memiliki jalan keluar. Semua waktunya itu hanya dia pergunakan untuk menemani gadis muda yang sedang menangis itu. Tidak ada percakapan apapun diantara keduanya, tetapi dengan setia Laras tetap menemani wanita itu. Laras mulai menyadari jika ia bukan sedang dalam dunia yang nyata, ia ingat tadi ia sedang berbaring di atas sofa sambil mendengarkan lagu - lagu kesayangannya. Ketika ia menyadari itu, ia sangat ingin terbangun. Ia ingin mengakhiri yang ia pikir sebuah mimpi itu Tetapi aneh, seolah semua telah di sengaja untuk menjebak Laras. Laras tidak tahu bagaimana bisa ia keluar dari mimpi itu, semua terlihat begitu sama tak ada jalan keluar. Sebesar apapun keinginannya untuk bangun, ia tetap tidak bisa melakukannya. Rai dan ibu telah sampai di rumah, ibu benar - benar menikmati perjalanannya yang hanya mengelilingi perkampungan saja. Setelah dari kediaman mbah Darmi, ibu dan Rai menyempatkan diri untuk mampir ke toko sembako yang sudah menjadi tempat langganan Rai berbelanja. Setelah berbelok masuk ke pekarangan rumahnya. Rai jalan di depan mendahului ibu. Ia bergegas membuka pintu kaca itu, setelah selesai dengan semua belanjaan di toko sembako Rai sempat merasakan ingin buang air kecil. Sampai - sampai setelah di depan rumah, ia tidak dapat lagi menahannya, dengan cepat Rai jalan sedikit berlari menuju kamar mandi di belakang. Ia sempat melewati ruang tengah, tetapi saat itu Rai tidak melihat ada adik iparnya yang sebelum ia pergi ada di sana, berbaring sambil bermain ponsel. "Mungkin Laras tidur di kamar?" Gumam Rai dalam hati. Ia pun terus berjalan, memasuki ruang belakang yang kosong, ketika ia akan berbelok ke arah dapur, Rai cukup terkejut karena ia mendapati Laras sedang terduduk, di anak tangga paling bawah. "Ras, sedang apa di sini?" Rai sempat bertanya kepada Laras, walaupun ia tak mendapatkan jawaban. Karena sudah tidak tahan, akhirnya Laras tetap berlalu melalui Laras dan masuk ke dalam kamar mandi untuk menyelesaikan segala urusan nya. Tidak butuh waktu lama, Rai pun kembali keluar. Saat itu juga Rai melihat Laras masih terduduk di sana. Ia berjalan menghampiri adik iparnya itu. "Ras, ngapain duduk di sini sendirian? Ke depan yuk! Mbak Rai dengan ibu sudah pulang. Kita bawa rambutan, yuk ke depan!" Rai berdiri di depan Laras. Laras masih diam saja, ia belum juga merespon pertanyaan serta ajakan dari kaka iparnya itu. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Laras. Rai pun mulai merasa curiga, dia merasa ada yang salah dengan Laras. Rai mengubah posisinya ia berjongkok tepat sling berhadapan dengan Laras. Rai melihat, kedua mata Laras dalam keadaan terbuka, tetapi tatapannya terlihat kosong. Saat menyadari itu Rai pun mulai panik. " Ras, Ras, sadar Ras! Ras," Rai terus mengguncangkan tubuh Laras agar gadis itu mau tersadar, tetapi usahanya sia - sia. Laras tak kunjung sadar walau sekeras apapun Rai berusaha. Tanpa pikir panjang Rai mengangkat tubuh Laras yang seperti tak ber- ruh itu. Tubuh Laras benar - benar terasa berat. Tubuh mungil Rai benar - benar berusaha untuk membawa Laras pindah ke ruang depan. Ibu yang saat itu sedang asik membuka kulit - kulit rambutan di ruang tengah, sangat terkejut melihat Rai dengan susah payah mengangkat tubuh Laras yang berukuran lebih besar darinya itu. " Ya Allah, Laras, kenapa Lagi, Rai?" Ibu terperanjat, secara reflek berlari ke arah Rai meninggalkan rambutan yang baru saja akan dia makan. Ibu membantu Rai meletakkan tubuh Laras di atas sofa. Ibu ketakutan saat melihat keadaan Laras, mata Laras masih dalam. Keadaan terbuka tapi tatapannya terlihat kosong menatap lurus ke arah depan. Ibu mulai nangis, "ini Laras kenapa, Rai? Ya Allah. Kita harus bagaimana, Rai?" Ibu benar - benar sangat khawatir. Rai pun menjelaskan awalnya ia mendapatkan Laras dalam keadaan seperti itu. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Laras. Walaupun Rai juga merasa takut, takut akan terjadi hal yang buruk pada Laras, tetapi Laras mencoba tetap tenang dan meminta ibu juga untuk tenang. Ia harus segera melakukan sesuatu pada Laras, ia tidak mau terjadi hal - hal yang tidak diinginkan terjadi pada adik iparnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD