Empat Puluh

1125 Words
Rai cukup kelelahan setelah memapah tubuh Laras dari tangga. Ia tidak mengerti bagaimana bisa tubuh anak gadis remaja itu bisa begitu sangat berat. Ibu terlihat menangis duduk di pinggiran sofa sambil terus beristighfar, berharap Laras bisa kembali normal. "Rai, kita harus bagaimana? Sebenarnya ini Laras kenapa, sih?" Ibu bertambah panik karena Laras masih tetap diam dan walau telah berkali - kali kita sadarkan. " Bu, apa kita bawa ke rumah sakit yah? Aku gak tau ini Laras kenapa, sakit atau apa? Rai juga bingung, bu." Rai sebenarnya menduga jika Laras bukan sakit secara medis. Ia merasa apa yang terjadi dengan Laras berhubungan dengan penunggu rumah rumah dinas ini. "Ibu kok gak yakin Laras sakit ya, Rai. Bagaimana kalau kamu panggil pak RT juga pak Haji yang kemarin ke sini, yang juga membantu Laras, saat Laras tak sadarkan diri." Rai merasa saran yang ibu berikan memang lebih cepat untuk di lakukan. " Ya sudah, Rai coba mencari Pak RT bantuan dulu ya, bu. Lalu ibu bagaimana? Ibu bisa aku tinggal? Ibu berani aku tinggal sendiri?" Rai mulai bingung, dia menjadi ragu untuk meninggalkan ibu sendiri dengan kondisi Laras yang seperti saat ini. Ibu sempat terdiam. Sepertinya ibu ragu untuk ditinggal oleh anak mantunya itu. "Ya sudah, tidak apa - apa. Harus bagaimana lagi? Diantara kita harus ada yang keluar untuk meminta bantuan." Jawab ibu dengan bijak. " Kalau begitu aku tinggal ya, bu. Ibu hati - hati." Rai bergegas mencari bantuan keluar rumah, meninggalkan ibu seorang diri menemani Laras dalam keadaan yang cukup membuat takut. Sementara, ibu yang ditinggal sendiri di rumah merasakan perasaan yang tidak nyaman. Susana di rumah mendadak terasa sangat suram. Terasa sangat lembab dan hening. Ada hawa dingin berhembus menerpa kulit. Tak henti - henti ibu bershalawat, membaca doa - dia, meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan setan dan jin. Perasaan takut lama kelamaan semakin menguasai ibu. Ibu sudah berusaha setenang mungkin tapi suasana yang terasa membuat perasaan menjadi tak karuan. Rai yang baru saja keluar untuk mencari bantuan bahkan terasa sudah lama meninggalkan rumah. Kaki ibu tak hentinya bergerak, untuk menghilangkan ketakutannya. Dilihatnya sesekali Laras yang terbaring di atas sofa, masih dengan keadaan yang sama. "Ras, sadar dong sayang! Kamu kenapa?" Ibu terus mengusap punggung tangan Laras, yang semakin lama terasa semakin dingin. Hanya satu yang membuat ibu merasa sedikit tenang, tarikan nafas Laras masih terlihat, dadanya masih bergerak turun naik menandakan anak gadisnya itu masih bernafas. Ibu ingin menepis semua pikiran tidak baik yang kadang muncul dipikirannya, tetapi tetap saja saat dihadapkan dengan keadaan seperti sekarang ini, perasaan dan pikiran tidak baik selalu ada di dalam kepala. Ibu teringat untuk mengabari Pras yang masih ada di kantor. Mungkin saja Pras dapat memberi solusi atau dapat ijin untuk pulang lebih awal. Karena mau bagaimana pun ibu merasa butuh laki - laki untuk situasi yang sedang mereka hadapi saat ini. Terdengar suara Pras menjawab salam ibu di seberang panggilan telepon. Ibu belum memulai bicara, suara tangisnya lebih dulu terdengar memasuki rongga telinga Pras. "Kenapa, bu?" Pras terkejut saat mendengar suara tangis ibunya mengawali panggilan telepon itu. "Laras, Pras." Suara ibu terdengar terisak, "Bu, coba tenang dulu. Aku tidak mengerti apa yang ibu katakan." Pras mencoba untuk membuat ibu yang terdengar panik itu menjadi lebih tenang. "Coba ibu tarik nafas dulu yah!" Pras memberi arahan. Terdengar ibu menghirup dan menghembuskan nafas secara perlahan. Nada bicaranya mulai terdengar lebih teratur. "Coba sekarang ibu ulangi, yah! Ada apa dengan Laras?" Pras kembali menanyakan maksud ibu menghubungi dirinya. "Tadi pagi, ibu dan Rai pergi keluar untuk menengok mbah Darmi yang sedang sakit." Ibu mulai menceritakan kronologis kejadian hari ini. "Mbah Darmi sakit?" Pras memotong. "Iya, tadi pagi ada tetangganya datang ke rumah, memintakan ijin agar mbah Darmi tidak bekerja hari ini." Jelas ibu. "Oke, lalu apa hubungannya dengan Laras, bu?" Pras kembali ke pokok pembicaraan yang akan ibu sampaikan. "Ibu dan Rai itu pergi berdua, Laras kita tinggal sendiri di rumah., karena dia juga tidak mau ikut dengan kita. Awalnya semua baik - baik saja, saat kita tinggal, Laras pun dalam keadaan baik - baik saja." Ibu menghentikan ceritanya untuk kembali mengatur nafas. " Saat kami berdua sampai rumah, keadaan Laras tiba - tiba seperti ini." Ibu kembali terdengar menangis. Pras membiarkan ibu meneruskan tangisannya. Dia memberikan kesempatan pada ibu untuk mengeluarkan perasaannya. "Laras bagaimana keadaannya, bu?" Saat dirasa cukup, Pras kembali bertanya pada ibu. "Laras seperti orang tidak sadar, Pras, tetapi dia tidak berteriak - teriak seperti kemarin. Kali ini dia hanya diam mematung, tatapannya kosong menatap kejauhan. Dia tidak merespon semua pertanyaan atau apapun yang kita tujukan kepadanya." Kembali ibu menangis saat menceritakan keadaan Laras. "Rai sekarang dimana, bu?" " Rai sedang mencari bantuan, ia sedang mendatangi Pak RT dan Pak Haji yang kemarin membantu Laras juga. " Ya sudah,aku segera pulang. Ibu tunggu yah! Sabar ya, bu. Mudah - mudahan Rai segera datang." Pras kembali menenangkan ibu. Ibu menutup panggilan telepon itu. Perasaannya sedikit tenang saat Pras berkata akan meminta ijin untuk pulang. Ibu kembali menjatuhkan tatapannya pada Laras. Belum juga terlihat ada perubahan pada Laras. Tatapan Laras masih terlihat kosong. Saat melihat itu ibu kembali lagi menangis. Ibu tidak mengerti liburannya kali ini akan menjadi seperti ini. Walaupun tidak dipungkiri ia sangat bahagia dapat menjumpai anak menantu yang sedang merantau. Ibu terus mengusap punggung tangan Laras dengan lembut. Berharap dapat membawa perubahan pada anak gadisnya itu. Tidak lama terdengar suara orang berdatangan dari luar rumah. Sejenak ibu meninggalkan Laras yang masih berbaris di atas sofa. Ia melangkah ke depan mencari tahu siapa yang datang. Ia berharap yang datang adalah Rai dan orang - orang yang dapat membantu. Rai memasuki rumah bersama pak RT dan haji Nasikin. Rai mengarahkan pak RT dan Haji Nasikin kepada Laras yang masih berbaring di atas sofa. " Bagaimana pak Haji? Kira - kira apa yang terjadi pada Laras? Apa ini ini hanya masalah medis saja?"Rai bertanya. Setelah Pak Haji melihat keadaan Laras. " Sepertinya ini masih ada hubungannya dengan kejadian yang kemarin, mbak." Pak Haji menjelaskan. "Maksud Pak Haji bagaimana?" "Sepertinya, ada sosok yang menyukai dek Laras ini, mbak. Sejak dari awal kedatangan Laras ke rumah ini, sosok itu sudah memperhatikan Laras. Dia merasa Laras memiliki kesamaan dengan dirinya." Pak Haji menjelaskan keadaan yang sedang Laras alami. "Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk Laras?" "Serahkan semua kepada Allah SWT ya, mbak. Selalu berdoa memohon pertolongannya. Berharap semua yang terbaik untuk kesembuhan Laras. Saya akan mencoba membantu semampu saya. Saya juga meminta kepada ibu dan mbak Rai membantu dengan doa." Ucap Pak Haji. Haji Nasikin mulai melakukan hal - hal yang dia bisa untuk mengusahakan kesadaran Laras kembali. Pak RT bersama pak Haji bersama memulai mendoakan Laras. Bacan bacaan ruqyah terdengar menggema di seluruh ruangan. Ibu dan Rai menanti dan berharap kesadaran Laras dapat kembali dengan segera.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD