Tujuh belas

1144 Words
Hari semakin sore. Seharian ini Rai lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Entah apa yang membuat ia merasa malas sekali keluar dari ruangan pribadi tempatnya melepas lelah itu, kecuali ada hal yang mengharuskan ia keluar dari sana, seperti jika harus ke kamar kecil atau karena lapar datang melanda. Tidak lama dari sekarang, jamnya Pras pulang dari kantor. Rai memilih untuk pergi mandi, agar saat suaminya pulang nanti ia sudah terlihat lebih bersih dan segar. Wanita berhijab itu memilih menunggu kedatangan suaminya dengan menikmati senja yang mulai datang perlahan. Sore itu jalanan di depan rumah terlihat sangat sepi. Jika biasanya saat sore hari jalanan terlihat lebih ramai dibanding jam - jam lainnya, sore itu jalanan benar - benar terasa lengang. Menit demi menit telah berlalu dari semenjak Rai terduduk diteras rumah. Suasana yang begitu sepi membuat kegiatan menunggunya menjadi terasa sangat lama. Sudah lewat tiga puluh menit dari jam biasanya Pras pulang kantor. Tetapi belum juga ada tanda - tanda suaminya itu akan segera tiba di rumah. Suara motor yang biasanya sudah sangat Rai kenali walaupun posisinya masih jauh dari rumah, sampai sekarang belum juga terdengar ciri khasnya. Rai mulai khawatir, karena belum pernah sebelumnya suaminya itu pulang terlambat tanpa memberinya kabar. Bahkan selama pindah ke kota perantauan, suaminya itu belum pernah satu kali pun pulang terlambat. Suaminya selalu pulang tepat waktu di jam yang selalu sama. Karena waktu sudah hampir masuk waktu maghrib, Rai memutuskan untuk mencari tahu kabar tentang suaminya. Dia harus menghubungi suaminya itu untuk mengetahui dimana keberadaannya saat ini, juga tentang alasan keterlambatannya pulang ke rumah. Rai merogoh gawai yang ia simpan di dalam saku celananya. Dilihatnya aplikasi percakapan berwarna hijau yang ada di layar. Tidak ada satu pun notifikasi pesan masuk untuknya, berarti suaminya itu memang belum memberinya kabar. Ditekannya lambang telepon berwarna hijau di samping kontak bertulisan 'sayangku'. Tak lama terdengar suara nada terhubung dari ponselnya. Tuuuttt... Tuuutt... Tuuuutt... Nada sambung cukup lama terdengar tetapi panggilan teleponnya tak kunjung dapat jawaban dari seberang. Awalnya Rai ingin mengulang panggilan itu tetapi ia mengurungkan niatnya. Dia memilih menunggu suaminya yang akan menghubunginya kembali. Rai masuk ke dalam rumah karena dia harus bersiap untuk menunaikan solat maghrib. Dalam hitungan beberapa menit adzan maghrib akan berkumandang, menggema ke seantero penjuru. Mengingatkan semua umat untuk kembali menunaikan salah satu kewajiban lima waktu harian mereka. Saat Rai sedang mengunci pintu, terdengar suara dering panggilan dari ponselnya. Saat dilihat di layar, tertera nama kontak suaminya disana. Rai pun lekas menggangkat panggilan itu. "Assalamualaikum, mas." Rai mengucapkan salam. [waallaikumsalam, dek.] "mas, kamu lagi dimana? Kamu gak kenapa - kenapa kan? Kok jam segini belum pulang?" ucap Rai langsung memberondong pertanyaan pada lawan bicaranya di seberang. [satu - satu dong, dek, pertanyaannya.] "aku khawatir, mas." ucap Rai. [iya, maafin mas yah! Tadi ban motornya bocor ditengah jalan pulang, udah gitu posisi bengkel jauh. Mas lama karena harus jalan kaki sambil dorong motor buat sampai ke bengkel.] "ya ampun, mas, kasihan banget sih." ucap Rai dengan penuh rasa khawatir pada suaminya itu. [tapi ini sudah dibengkel kok. Baru nemu bengkel yang buka. Baru mau dikerjain ban yang bocornya.] "tapi kenapa kamu gak kasih kabar ke aku sih, mas?" protes Rai pada Pras. [iya maaf! Aku salah. Tadinya aku pikir akan menghubungi kamu setelah menemukan bengkel, tetapi rupanya terlalu lama sehingga membuat kamu khawatir menunggu.] Rai luluh mendengar penjelasan laki - laki diseberang panggilan teleponnya itu. Ia pun tidak bisa marah, justru Rai merasa sangat kasihan dan khawatir. Suaminya harus sedikit berjuang untuk sampai kerumah. Padahal mungkin dia sudah merasa lelah karena sudah bekerja seharian. "ya sudah, hati - hati, mas. Aku tunggu dirumah." ucap Rai. Tak lama berselang terdengar suara adzan maghrib berkumandang saling bersaut - sautan dari beberapa toa masjid memenuhi cakrawala. Rai langsung menunaikan kewajibannya. Setelahnya Rai kembali menunggu kedatangan Pras. Mengusir kebosanan, wanita bertubuh mungil itu mengambil remote dan menyalakan televisi dengan menekan tombol on/off, ia berharap ada siaran televisi yang dirasa cukup menghibur untuk menemaninya yang mulai merasa sepi itu. Suasana magrib masih kental terasa. Suasana benar - benar terasa lengang saat itu, hanya samar - samar terdengar dari toa masjid, suara orang - orang yang sedang solat berjamaah. Sreeekkk.. Sreeeekk.. Sreeekk..!!! Tiba - tiba Rai mendengar suara orang seperti sedang menyapu halaman. Suaranya tidak hanya datang sekali. Setelah terhenti sejenak, suara itu datang kembali. Sreeekkk... Sreeeekk.. Sreeeekk..!! Rai cukup bingung."siapa yang sedang menyapu halaman di waktu maghrib seperti ini?" tanyanya dalam hati. Sebenarnya Rai cukup penasaran tetapi dia belajar untuk tidak ingin banyak tahu. Dia akhirnya membiarkan suara itu, tanpa memiliki keinginan untuk menengok keadaan diluar. Setelah Rai tidak mengacuhkannya, Lama kelamaan suara itu terdengar semakin menjauh dan menghilang. Tetapi betapa terkejutnya Rai karena secara tiba - tiba, ada suara ketukan cukup keras pada kaca jendela di ruang tengah, posisi jendela itu ada disamping rumah menuju halaman samping, jadi posisinya sangat dekat dengan posisi ia terduduk saat itu. Tuukk... Tuukk.. Tuukk..!! Suara itu terdengar berulang - ulang setelah berbunyi sebanyak tiga kali. Rai tahu ada yang tidak lazim disitu. Siapa juga yang akan menyapu dan mengetuk kaca jendela rumahnya? Apalagi di waktu maghrib seperti ini. Kalau pun itu manusia tidak mungkin dia sejail itu. Rai mulai merasa tidak nyaman, jujur dia sedikit takut tapi dia tetap berusaha tenang. Rai memilih mematikan televisi dan membiarkan suara itu. Ia masuk ke dalam kamar kembali, merasa di ruangan itulah dia dapat merasa lebih nyaman dan aman. Dalam ketakutan wanita Rai berusaha tetap tenang sampai menunggu suaminya pulang. Setelah di dalam kamar dia tidak lagi mendengar suara orang menyapu halaman atau pun suara ketukan di kaca jendela. Disaat rasa takut masih ia rasakan, tiba - tiba suara - suara tak lazim lainnya terdengar. Rai seolah dapat mendengar langkah kaki seseorang yang bolak - balik berjalan diatas rumput kering dihalaman depan rumahnya. Kali ini dia memberanikan diri untuk mengintip keluar, melalui jendela kamar. Sebenarnya Rai cukup Ragu untuk melakukannya, tetapi rasa penasaran sudah tidak lagi dapat dia bendung. Secara perlahan dia mulai membuka sedikit tirai dikamarnya, dia hanya membuka dan mengintip keluar melalui ujung tirai. Hanya menyibaknya sedikit seukuran satu bola matanya saja. Dia menyapukan pandangannya keseluruh halaman depan rumah, hasilnya nihil dia tidak menemukan apapun disana. Tetapi betapa terkejutnya ia, saat netranya menatap agak jauh ke luar pagar rumah. Dari kejauhan netranya menangkap suatu benda berbalut kain putih melompat - lompat di luar pagar rumahnya. Makhluk itu sangat jelas tertangkap oleh penglihatan Rai. Setelah melompat - lompat kesana kemari, akhirnya sosok berbalut putih dengan ikatan di kepala dan kakinya itu, berdiri mematung tepat di depan pagar, sambil menghadap ke arah rumahnya. "astagfirullah hal adzim, astagfirullah hal adzim." mulut Rai terus mengeluarkan kalimat istigfar. Setelah melihat hal itu, secara spontan Rai mendorong tubuhnya mundur menjauh dari jendela. Mulutnya tak henti - henti mengucapakan semua doa-doa. Dadanya berbebar sangat keras. Ketakutannya semakin ia rasakan. Rai memilih naik keatas ranjang dan berlindung dibalik selimut kesayangannya, untuk membuat dirinya merasa lebih baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD