FM-2

2064 Words
Joshua Giordino, dengan kaos berwarna hitam yang dipadu dengan celana jins berwarna biru navy, serta dilengkapi jaket kulit tebal yang membungkus tubuh tegabnya, pria itu berjalan menyusuri pintu kedatangan internasional di salah satu Bandara terbesar kota ini. Kacamata yang masih bertengger di atas hidungnya menambah kesan tampan pada pembawaan pria dua puluh sembilan tahun itu. Senyum terbit di bibirnya tatkala mendapati seseorang yang sangat ia kenal telah berdiri tak jauh darinya, sedang berkerumun bersama beberapa orang yang sengaja menjemput para penumpang pesawat yang baru saja mendarat. Koper miliknya dia lepas begitu saja karena kini kedua lengan Joshua dengan lebar merentang bersiap menyambut pelukan dari sahabat baiknya. Syafique Kale, pria setara usia dengannya yang telah menjadi teman terbaik Joshua semenjak mereka berdua duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Persahabatan yang masih terjalin hingga sekarang sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya. Hanya Syaf seseorang yang selama ini selalu ada bersama Josh di kala suka maupun duka, dan hanya Syaf pula tempat Josh mencurahkan segala macam rasa isi hatinya. "Akhirnya kau datang juga," ucap Syaf kala tubuh sang sahabat memeluknya dengan sangat erat. "Berapa lama kita tidak berjumpa Syaf?" Josh bertanya. Pelukan mereka terlepas, masih saling menatap dengan mata sama-sama menelisik dari atas ke bawah. "Belum ada satu tahun kita berjumpa serasa seabad lamanya," Syaf menjawab yang kemudian ditanggapi oleh Josh dengan kekehan. Ya, memang benar apa yang Syaf sampaikan. Baru sekitar enam bulan lalu Syaf dan Josh bertemu. Josh ingat di mana kala itu Syaf yang menemani mamanya menjalani operasi di sebuah rumah sakit yang berada di luar negeri. Meski berada di negara yang berbeda, nyatanya Josh tetap meluangkan waktunya untuk terbang mengunjungi sekaligus melihat kondisi mamanya Syaf. Dan sekarang setelah enam bulan lamanya, Syaf meminta dengan sangat pada Josh agar sahabatnya itu mau datang ke Indonesia. Semua sebab telah Syaf utarakan hingga membuat Josh tak ada pilihan menolak apa yang Syaf minta padanya. Mama Syaf yang memang harus menjalani pengobatan kembali ke luar negeri, sehingga Syaf harus menemani sang Mama. Terpaksa meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu. Namun, sebuah tanggung jawab besar yang harus diemban oleh Syaf demi masa depan para mahasiswanya, membuat Syaf mempunyai ide untuk menjadikan Josh sebagai dosen pengganti dirinya. Hanya satu semester atau sekitar enam bulan lamanya sampai Syaf kembali lagi ke Indonesia. Lagipula saat ini Josh juga sedang tak ada pekerjaan setelah satu bulan yang lalu pria itu memilih resign dari pekerjaan lamanya. "Ayo kita pulang!" Ajakan Syaf yang enggan di iyakan oleh Josh. Jujur Josh katakan bahwa ia sangat enggan pulang ke rumahnya. Harus bertemu dengan Papa dan Joana merupakan hal terberat dalam hidupnya. "Kenapa kau diam? Jangan katakan jika kau tak ingin pulang ke rumahmu?" tebak Syaf yang mendapati Josh hanya diam membisu tak merespon perkataannya. "Entahlah, rasanya aku berat sekali untuk pulang. Tak adakah tempat yang bisa aku singgahi sekarang selain rumah Papa. Setidaknya selama aku berada di sini, jangan kau memintaku untuk pulang ke rumah papaku." "Ada rumah keluarga Omamu, Josh? Apakah kau lupa." Josh menggelengkan kepalanya. Ia tak lupa, tapi juga enggan pulang ke rumah Oma dan Opanya yang telah tiada. Rumah yang beberapa tahun ini hanya ditinggali oleh para pembantu rumah tangga. "Berada di rumah Oma hanya mengingatkan aku akan keberadaan Oma Julia." Ya, Opa dan Oma Josh memang telah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil beberapa tahun silam. Sangat sedih Joshua rasakan mengetahui orang-orang yang ia cinta harus meningalkannya satu per satu. Itulah salah satu sebab yang menjadikan Joshua enggan sekali kembali ke Indonesia. Semua kenangan hanya membuat sesak di dalam dadanya. "Ayo lah, Josh. Ini hanya masalah waktu. Tak kan lah kau tak bisa berdamai dengan hatimu. Hanya enam bulan saja. Aku yakin kau pasti bisa menahan rasa. Semua memang butuh proses, tapi kau tak bisa terus menghindari kenyataan. Hadapi semua dengan lapang dadaa." Josh menghela napas sekali. Ia diam untuk sesaat. Berpikir dan menyimpan hati yang terasa sakit. Hingga tarikan tangan Syaf menyadarkan Josh dari lamunanya. "Ayo!" Josh terpaksa menganggukkan kepalanya. Bahkan koper miliknya telah berpindah tangan dan sedang ditarik oleh Syaf. Keduanya keluar dari area Bandara menuju mobil milik Syaf di parkirkan. *** Joshua masih duduk diam di dalam mobil milik Syaf. Namun, pandangan matanya tak lepas mengawasi bangunan megah dua lantai yang menjadi tempat ia tumbuh besar sejak kecil sampai ia remaja. Rumah yang memiliki banyak kenangan indah diantara dia dengan Jofan, papa angkat yang tak lain adalah adik dari papa kandungnya. Semua telah berubah karena kehadiran Joana. Ya, wanita itu yang mangacaukan hidupnya juga hidup papanya. Dalam hal ini seharusnya Josh tak boleh menyalahkan Joana. Karena bukan kesalahan Joana semata hingga menghancurkan masa depan yang dulu telah dia rancang begitu indah. Semua karena takdir. Mendapati kenyataan bahwa Joana adalah adik kandungnya meski beda ayah, tapi keduanya tetap saudara seibu yang sampai kapan pun dilarang menikah. Huft ... helaan napas berkali-kali Josh embuskan dari sela bibirnya. Sementara itu, Syaf yang duduk di balik kemudi hanya diam menunggu Josh menyiapkan dirinya. Ini masalah hati dan perasaan. Syaf sangat tahu apa yang dirasakan oleh Joshua. Semua permasalahan hidup Joshua telah diketahui dengan baik oleh Syaf. Jadi, Syaf tak akan menyalahkan siapa pun juga dalam hal ini. "Kita ke hotel saja. Biarkan untuk sementara waktu aku akan tinggal di hotel sampai aku mendapatkan tempat tinggal yang bisa aku singgahi selama berada di sini." "Kau yakin?" Syaf berusaha memastikan. "Bahkan kita sudah berada di sini, Josh. Tak adakah keinginanmu untuk bertemu dengan Om Jofan dan Joana. Mereka keluargamu dan kau tak bisa memungkiri hal itu." "Tapi aku tak bisa bertemu mereka, Syaf. Dadaku ini sudah terasa sesak demi membayangkan papaku dan Joana sedang bersama di dalam sana." "Mereka suami istri. Sudah wajar jika mereka bersama. Yang tak wajar itu adalah kau karena sampai sejauh ini tetap tak mau menerima semua yang telah terjadi. Lepaskan rasamu dari Joana. Dia adik dan Mama tirimu. Sampai kapan pun kau dan Joana tak akan bisa bersama dalam hubungan ikatan yang lebih dekat lagi. Sadarlah akan hal itu, Josh!" Joshua memejamkan matanya. Menata hati yang sangat sulit ia lakukan. Namun, apa yang dikatakan Syaf semua adalah benar. Dia dan Joana tak akan pernah ditakdirkan untuk bersama. Seharusnya dia berterima kasih pada Papa Jofan yang telah menguak semua misteri yang terjadi diantara dirinya dengan Joana. "Baiklah. Kita turun. Kumohon, dampingi aku Syaf. Ingatkan aku jika perasaan ini mulai muncul dan susah aku enyahkan." "Aku akan selalu berada di sisimu, Josh. Kau jangan mengkhawatirkan hal itu. Ayo kita turun dan masuk menemui keluargamu." Joshua mengangguk ragu, meski begitu ia tetap keluar dari dalam mobil. Diikuti oleh Syaf yang kini telah mengeluarkan koper dan menyeretnya. Berjalan di belakang tubuh Josh yang terlihat ragu untuk melangkah mendekat pada pintu. Empat tahun lalu, sebenarnya Josh sudah berencana untuk pulang dan menetap kembali di Indonesia. Meneruskan perusahaan keluarga yang dipimpin oleh Opanya. Berminggu-minggu Josh memikirkan semua. Namun, rupanya Tuhan memang belum mengijinkan ia untuk menjejakkan kaki terlalu lama di Indonesia. Baru satu bulan Josh berada di Indonesia, masih tahap belajar mengelola perusahaan keluarga, sebuah insiden terjadi. Di mana Julia bersama sang suami mengalami kecelakaan hingga menyebabkan keduanya meninggal dunia. Ditinggalkan oleh Opa dan Omanya membuat Josh kembali kehilangan arah hidupnya untuk kali sekian. Hingga ia pun memutuskan pergi dari Indonesia dan membawa diri lari ke negara di mana ia bisa tenang memulai kembali kehidupannya di sana. Rumit memang kisah hidup seorang Joshua. Penuh lika liku yang setiap orang melihat akan dibuat pusing kepala. Takdir hidup yang seolah selalu mempermainkan Joshua hingga detik ini pun belum ada rasa ketenangan yang singgah di dalam hatinya. Berdiri di depan pintu, perlahan tangannya terulur menekan bel hanya sekali. Ia diam, tapi pikirannya sudah berkelana entah ke mana. Harap-harap cemas akan bertemu dengan semua orang penghuni rumah ini. Ceklek Pintu terbuka. Sesosok perempuan yang terkejut melihat kehadirannya membuat Josh melemparkan senyuman. Wanita bernama Murni yang merupakan asisten rumah tangga yang telah cukup lama bekerja di rumah ini, tertegun hingga detik berikutnya tampak bahagia. "Mas Joshua!" Joshua mengangguk. "Hai, Murni. Apa kabar?" "Saya baik. Ayo silahkan masuk." Ragu Joshua melangkah melewati pintu. Ia menoleh ke belakang dan Syaf mengangguk memberikan isyarat padanya agar masuk. Syaf masih mengikuti Josh hingga keduanya berhenti di ruang tamu. "Papa ada?" tanya Josh pada Murni. "Tuan Jo masih di kantor. Tapi ada Nona Joana di dalam." "Owh. Bisakah aku bertemu dengannya." "Ini kan rumah Mas Josh juga. Tentu boleh bertemu dengan semua penghuni rumah ini. Oh ya, saya bantu membawa koper Mas Josh. Saya masukan ke dalam kamar." Lagi-lagi Joshua ragu, apakah ia akan tinggal di rumah ini. Ekor matanya hanya menatap bagaimana Syaf yang menyerahkan koper miliknya pada Murni. "Sikahkan duduk, Mas. Saya ambilkan minum sekalian saya panggilkan Nona Joana." Murni menghilang dari pandangan Joshua. Karena Syaf sudah duduk mendahuluinya, maka tak ada pilihan lagi bagi Josh selain ikut duduk bersama Syaf. Jari telunjuk Josh mengetuk tanganan kursi karena berusaha menahan debaran jantung nya yang tiba-tiba menggila hanya karena tahu bahwa sebentar lagi ia akan bertemu kembali dengan Joana. Terakhir ia bertemu mama tirinya itu saat ia memutuskan kembali ke luar negeri empat tahun silam. "Kak Joshua!" Panggilan yang membuat Joshua menolehkan kepala pada arah sumber suara. Seorang gadis kecil berusia sembilan tahun menatap ceria kepadanya. Rambut panjang yang dikepang dua dengan aksen pita menambah kesan cantik pada diri seorang Jelita Giordino. Ya, gadis kecil itu adalah adiknya. Anak dari Jofan dengan Joana. "Jeli!" Josh menyebut nama adiknya membuat gadis kecil itu tertawa riang dan berlari kecil mendekat pada Josh. Pria itu segera bangkit berdiri dan menangkap tubuh mungil yang hanya setinggi bawah bahunya. Menggendong sang adik, yang jujur saja membuat Josh merasa bahagia. Entahlah. Hanya dengan Joana saja Josh merasa enggan untuk bersua. Ia takut. Sangat takut jika tak mampu mengendalikan perasaannya. Lihatlah betapa Jelita yang juga sangat merindukannya. Gadis kecil itu memeluk lehernya sangat erat. "Jeli rindu kakak," ucapnya. Tangan Joshua mengusap rambut panjang sang adik. Lalu ia turunkan tubuh mung Jelita tatkala netranya menangkap kehadiran Joana yang masuk ke dalam ruang tamu. "Josh! Kau datang? Kenapa tak memberitahu kami jika kau ada di sini?" Terkejut, tentu saja. Ekspresi yang Joana tunjukkan pada mantan kekasihnya yang juga kakak tirinya. Joshua hanya tersenyum kecil. "Aku memang datang mendadak karena tak ada persiapan. Apa papa maisj di kantor?" pertanyaan basa basi yang sukses membuat Syaf berdehem demi menyadarkan Josh yang sedari tadi menatap lekat tak berkedip pada Joana. Deheman Syaf rupanya berhasil mengalihkan perhatiaan Joana." Hai, Syaf! Eum ... Jadi, kau yang tadi menjemput Joshua?" Pria bernama Syafique Kale itu menganggukkan kepala. "Iya. Aku memang yang meminta Joshua untuk pulang ke Indonesia." Kernyitan tampak jelas di kening Joana. Laku,wanita itu memilih ikut duduk di sofa yang berseberangan dengan yang Syaf dan Josh duduki. Sementara Jeli memilih duduk di atas pangkuan Josh. Joshua sama sekali tak keberatan memnagku sang adik karena nyatanya ia merasa senang bisa bertemu kembali dengan adik kecil yang rupa wajahnya sangat persis dengan Joana. "Maksudnya?" Joana bertanya yang ditujukan pada Syaf. "Aku harus pergi untuk beberapa waktu lamanya menemani namaku berobat ke luar negeri. Sementara, tugasku sebagai dosen tak mungkin aku tinggalkan begitu saja. Jadi, aku meminta bantuan pada Josh untuk menggantikan posisiku sebagai dosen pengganti untuk sementara waktu sampai aku kembali nanti." Penjelasan Syaf mampu dicerna dengan baik oleh Joana. Pandangan wanita itu tertuju pada Josh yang sejak tadi tak lepas memandang wanitanya. Wanita yang begitu ia rindukan selama ini. "Josh ... Jadi kau akan kembali tinggal di sini, kan?" pertanyaan Joana lebih pada meminta kejelasan. Karena jika memang benar Joshua akan kembali tinggal di rumah ini, sudah dapat Joana pastikan bahwa Jofan akan sangat bahagia sekali. Sejak Joshua mengingkari keputusan yang mau kembali menetap di Indonesia tentu membuat Jofan sangat kecewa. Ya, Jofan tak bisa memaksa putranya itu jika karena kehilangan Opa dan Omanya sangat membuat Joshua terpukul. Jofan membiarkan Joshua berdamai dengan hidupnya sendiri hingga sampai detik ini pun, Jofan tak pernah lagi meminta atau justru memaksa Josh untuk kembali ke Indonesia. "Ya. Hanya sementara. Setelah tugasku di sini selesai, maka aku akan kembali ke luar negeri." Joana tersenyum mendengar jawaban Josh. "Papa Jofan pasti akan sangat senang andai tahu kau akan kembali tinggal di sini, Josh." Joshua tertawa miris. Dalam hati ia sangat berharap jika Joana juga merasa senang atas kembalinya dia di rumah ini. Namun, rupanya Joana hanya bersikap biasa saja padanya. Seolah tak pernah terjadi sesuatu yang istimewa diantara dirinya dan Joana selama ini. Kekecewaan yang membuat Joshua hanya bisa diam dan membeku di tempat. Menunggu papanya pulang dan melihat reaksi apa yang akan ditunjukkan kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD