Empat: Candice

1005 Words
Malam itu hujan turun dengan deras. Tapi Candice selalu membawa payung saat pergi bekerja, jadi tidak masalah baginya untuk pulang. Walaupun saking derasnya, memakai payung atau tidak nyaris tak ada bedanya. Dia tetap basah kuyup. Dan dia harus mandi lagi sampai rumah karena air hujan akan membuatmu sakit. Mandi air dingin di musim dingin! Surga. Ini bukan kalimat penuh sukacita, silakan dicatat. Dia banyak berpikir seharian ini. Awalnya dia ragu karena tuan yang akan dilayaninya nanti adalah seorang pria. Dia belum pernah bersama dengan seorang pria sebelumnya. Karena pekerjaan Ibunya, dan karena cemoohan dari teman - teman sebayanya di sekolah saat dia remaja dulu, membuatnya agak menjaga jarak dalam berhubungan dengan lawan jenis. tentu saja dia mengobrol dengan teman - teman prianya, tapi bukan obrolan yang intim. Hubungan professional, tentu saja tidak apa. Tapi seringnya jika ada pria sebaya yang datang di toko rotinya, dia akan meminta Maurice, yang pasti akan dengan senang hati melayani mereka. Apa bedanya dengan yang sekarang? Ini kan juga hubungan professional. Benar. Seharusnya dia tak perlu ragu, bukan? Tapi… konsep bersama dengan tuannya selama dua puluh empat jam penuh membuatnya kembali berpikir. Bodoh! Terima saja. Ini bukan uang kecil. Dan kastil di atas bukit itu, luasnya tidak seperti apartement sempit yang dia tempati saat ini! Tentu saja mereka tidak akan saling bertemu kecuali jika tuannya memanggil. Dia menegur dirinya sendiri. “Lagipula, tidak ada yang menarik untuk dilihat.” Gumamnya di depan kaca di kamarnya. Dia sedang berdiri telanjang memandangi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Apa sih, yang kupikirkan. Ini kan cuma jadi maid. Tidak ada hubungannya dengan tubuhku.” Katanya sambil terkikik, dan segera memakai piyama. Dingin! Baiklah! Sudah diputuskan. Dia akan mengambilnya. Dia akan berbicara pada Monsieur Lupin besok! Malam ini, dia harus istirahat. Cuaca semakin dingin. Dia mengecek Oma yang sudah tertidur dengan tenang di ruang tamu. Tubuh kurusnya terbungkus selimut berlapis - lapis, untuk melindungi diri dari tusukan rasa dingin. “Aku akan bekerja keras membuat kita berdua keluar dari tempat ini dan menemukan tempat yang lebih layak untuk kita, Oma. Je te promis (Aku berjanji padamu). Bonne nuit (Selamat malam),” *** Hari ini matahari menyapa mereka sebentar saat dia membuka matanya di pagi hari. Segera dia membersihkan diri dan menyiapkan sarapan untuknya dan Omanya. Hanya ada Baguette yang dibawanya pulang tempo hari atas ijin pemilik toko. kering dan sayuran beku. Tak apa. Itu cukup untuk mereka. Lebih baik daripada hanya mengganjal perut dengan minum air saja seperti uang sering mereka lakukan dulu. "Aku tidak mendengarmu pulang semalam." Sapa Omanya. "Oma tertidur nyenyak sekali saat aku pulang." Wanita tua itu tersenyum malu. "Aku menyelesaikan beberapa quilt dan rajutan kemarin. Hari ini aku akan mengantarkannya dan mengambil yang baru." "Oma ingat, oma tidak boleh capek - capek." "Je sais, Cherie. Ne t'inquiètes pas (Aku tahu, Sayang. Jangan khawatir." "Nah, ayo sarapan dulu."  Dia tidak harus berangkat kerja hingga nanti jam sepuluh pagi. Jadi dia bisa bersantai sejenak di rumah di pagi hari. Satu - satunya waktu santai yang dia punya karena dia mengambil shift panjang di toko roti, dari jam 10 pagi  hingga jam sepuluh malam.  "Oma, ingat untuk memakai masker saat keluar nanti, okay?" "D'accord (Baik)." Mereka makan dengan tenang. Sesekali mereka mengobrol. Saling mengingatkan untuk melakukan sesuatu. "Oma harus tetap sehat sampai kita kembali ke klinik. Dua minggu lagi." "Non (Tidak). Aku sudah sehat. Tidak perlu kembali ke klinik)." "Oma," panggilnya. Tapi wanita tua di depannya ini sudah terlebih dulu menggeleng keras kepala. "Oma harus benar - benar sembuh untuk sembuh. Penyakit Oma sangat bisa disembuhkan asal rajin meminum obat." "Tentu saja aku ingin sembuh. Minum obat juga bukan masalah bagiku. Hanya uang untuk pengobatannya yang selalu menjadi masalah."  "Serahkan padaku. Oma tidak perlu khawatir." Katanya dengan nada ceria dan senyum yang selalu terpatri di bibirnya. "Aku mendapat pekerjaan baru. Mereka akan membayarku tiga hingga empat kali lipat dati gajiku sekarang." "Bercanda, ya?" *** Tentu saja dia serius. Dia amat tidak sabar menunggu Monsieur Lupin datang sore harinya. Dia terlonjak sepanjang hari saat lonceng berbunyi. Dia juga jadi sering melamun karena menanti - nanti. Monsieur Arnaud, si pemilik toko datang terlebih dulu. Dia berbicara dengan Candice tentang hal ini juga. "Sebenarnya berat melapaskanmu. Kau sudah bersamaku selama lebih dari tiga tahun ini. Tapi aku berhutang budi pada Lupin, dan aku tau selain karena kau butuh uang ini, kau juga akan melakukan pekerjaanmu dengan baik." "Oui Monsieur (Ya Tuan.)." "Sesekali saat kau turun, mainlah kesini dan sapa orang tua ini. Aku pasti akan merindukanmu." "Bukankah kau ini berlebihan? Dasar tua bangka." Ternyata Monsieur Lupin sudah datang dan sekarang sedang berjalan menghampiri mereka. "Dia hanya akan bekerja di kasti di atas tebing, bukan meninggalkan Prancis." Desahnya saat berhasil duduk. Dia berjalan dengan tongkat. Itulah sebabnya perlu waktu lama baginya untuk berjalan. Selain itu, cara jalannya juga agak aneh karena seperti tertatih-tatih dan terhuyung.  Itulah sebabnya dia tidak bisa mengurus kastil tersebut saat ada penghuninya. Dia tidak cukup cepat bergerak. Dan banyaknya tangga serta ruangan di dalam kastil memperlambatnya. Tuannya akan amat tidak senang dengan keterlambatan pelayanan darinya. "Tetap saja aku akan kehilangan pegawai terbaikku." "Kau masih punya Maurice dan Nora. Dan selalu lebih gampang bagimu menjerat gadis - gadis muda disini untuk bekerja padamu." Candice tersenyum karena kedua pria tua ini malah memperebutkan dirinya. Dia merasa tersanjung karena Monsieur Arnaud menyebutnya sebagai pegawai terbaik di toko ini. Walaupun yang dia lakukan tidak lebih dari menyambut tamu dan mengajak mereka mengobrol, lalu merekomendasikan minuman dan kue apa yang sebaiknya mereka pesan berdasarkan suasana hati mereka saat itu. Banyak pelanggan menyukainya, tapi tak sedikit pula yang merasa terganggu dengan ulah nya. Mereka menganggap Candice benar - benar gila dan mengganggu. "Jadi, Disa. Kau sudah memutuskan?" Akhirnya Monsieur Lupin bertanya langsung padanya. Dia masih agar ragu. Tapi dengan mantap dia menjawab. "Oui, Monsieur. Je l'accepte (Ya, Tuan. Saya menerimanya). Kapan saya mulai?." "Besok pagi. Kau akan tinggal di castil. Kadi bawa serta beberapa perlengkapanmu selama disana. Aku akan menunggumu di kasti besok pagi. Jam yang sama dengan biasanya kau berangkat kerja kesinil. Okay?" Secepat itu?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD