Tiga - Candice

1179 Words
Sudah hampir seminggu sejak dia mengutarakan maksudnya pada Tuan pemilik toko. Tapi dia belum mendapatkan kabar apapun. Keadaan Oma semakin parah. Batuknya semakin terdengar menyakitkan, dan kadang dahak yang keluar sampai bercampur darah.  Karena panic, Candice membawanya ke klinik terdekat, merelakan sisa uang gajinya bulan itu untuk berobat Omanya. Tidak apa. Dia tidak tega melihat orang tua itu menderita. TBC kata dokternya. Candice tau sekilas tentang penyakit ini. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang hidup di paru - paru. Bisa disembuhkan dengan pengobatan rutin dan menyeluruh, Itu masalahnya. Biaya pengobatannya, dia tidak punya. Dan dia sedang berusaha mencarinya. Dia berniat menanyakannya lagi pada pemilik toko sore ini. Barangkali sudah ada kabar terbaru, hanya karena beliau sibuk jadi lupa memberi tahunya? Hari ini cuaca cerah. Lokasi toko kue mereka berada di dekat pelabuhan. Karena cuaca cerah, pelabuhan juga ramai. Banyak kapal bersandar dan transaksi terjadi disana. Saat toko sepi, dan ada teman lain yang mau bergantian berjaga, biasanya dia akan pergi kesana sebentar menengok apa yang bisa dia beli untuk dibawa pulang. Membeli ikan atau barang - barang di pelabuhan lebih murah. Walaupun tidak selengkap pasar, kadang ada saja pedagang kepepet yang langsung menjajakan dagangannya begitu turun kapal. Tapi hari ini tidak. Dia sudah kehabisan uang untuk kemewahan kecil seperti protein hewani dan sayuran atau buah - buahan segar. Yang penting tidak kelaparan. Itu saja cukup baginya dan Oma. Mereka harus berhemat untuk membayar sewa bulan depan. Makan makanan seadanya yang kadang bagi orang lain kurang kayak, sudah amat biasa bagi mereka. “Bienvenue Monsieur - Selamat datang tuan.” Sapanya saat bel pintu berdentang, menandakan ada pelanggan yang datang. “Disa. Arnaud ada di toko?” Pria yang baru datang ini adalah teman baik pemilik toko.  “Kebetulan beliau sedang keluar ke pelabuhan. Anda mau menunggu atau menyusulnya langsung kesana? Saya akan membuatkan kopi hitam kesukaan anda dan menyajikan macaron jika anda memutuskan menunggu disini.” “Aku akan menyusulnya saja. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengannya.” “D’accord. Sois prudent, Monsieur – baiklah. Hati - hati, Tuan.” “A tout à l'heure – Sampai nanti” Toko kembali sepi. Meninggalkannya sendiri. Dia tidak suka berdiam diri tanpa melakukan apa - apa. Karena hal itu membuatnya overthinking akan segala hal yang terjadi di hidupnya. Tentang kenapa keluarga Mamanya tidak pernah mencarinya, tentang siapa sebenarnya Ayahnya, tentang kenapa hidupnya kadang amat tidak beruntung jika berhubungan dengan uang. Tentang hal - hal yang pada dasarnya tidak akan dipikirkannya lebih lanjut jika dia memiliki hal lain untuk dipikirkan. Dia sudah menerima keadaannya seperti ini. Ibunya p*****r gila. Oke, tidak masalah. Dia tidak gila dan dia bukan p*****r. Kehidupan ibunya adalah pilihan ibunya, dan kehidupannya adalah pilihannya. Mereka dua orang yang berbeda, meskipun banyak pemuda di lingkungan kumuhnya sering memandanginya dengan tak senonoh. Mereka adalah pria - pria yang pernah menjajal ibunya dulu. Hanya untuk memuaskan rasa penasaran mereka akan hubungan intim. Tidak ingin terlarut dalam pikiran tidak bergunanya, Candice meraih lap dan pembersih kaca, lalu mengelap kaca bagian dalam toko. “Kau sudah melakukannya tadi pagi.” Tegur Maurice, teman bekerjanya. Dia adalah penjaga kasir. “Tidak apa - apa. Aku tidak suka tidak melakukan apapun.” Jawabnya tersenyum ceria. “Kalau kau sebegitu inginnya bekerja, bantu saja Nora di dapur membuat adonan kue - kue.” Tegurnya keras. Maurice memang agak kurang ramah. Beberapa kali pemilik toko mendapat komplain karena pelayanannya yang kurang ramah, tapi dia bekerja dengan cekatan, jadi ada alasan bagi pemilik toko untuk terus mempekerjakannya. “Olaalaa! C’est vrai! – Benar juga! Aku akan membantu Nora. Aku di belakang jika kau membutuhkanku, okay?” Perempuan yang lebih muda dari Candice itu hanya melambaikan tangannya acuh. *** “Disa! Monsieur Arnaud mencarimu di depan.” Candice menoleh dari tumpukan loyang yang sedang dia bersihkan. Mengangguk pada Maurice sebagai penyampai pesan. Dia membersihkan dirinya dan beranjak keluar. “Nora, aku keluar dulu, okay.” “Oui, s’il te plait – silakan.” Dia keluar menghampiri pemilik toko yang sedang berbincang dengan temannya yang tadi datang ke toko mencarinya. Rupanya mereka berdua sudah kembali dari pelabuhan. “Anda mencari saya, Monsieur?” “Ah, Disa. Duduklah.” “Anda ingin saya membuatkan teh atau kopi untuk anda?” Tawarnya saat melihat meja mereka kosong. “Nanti saja. Assieds-toi, s’il te plait – silakah kamu duduk dulu.” Candice menurut. Duduk di salah satu kursi kosong di meja yang mereka tempati. “Disa, apa kau bilang padaku beberapa waktu lalu bahwa kau memerlukan pekerjaan tambahan?” “Oui Monsieur, C’et vrai – Iya Tuan, benar.” “Apakah kau masih membutuhkannya?” “Oui, biensur! – Ya, tentu saja!” Monsieur Arnaud, pemilik toko tempatnya bekerja meluruskan posisi duduknya. “Sejujurnya ini tidak mudah bagiku. Tapi aku tau kau membutuhkannya.” Candice hanya mendengarkan karena dia nggak tau apa yang sedang dibicarakan dan dimaksudkan oleh pemilik toko. “Kau mengenal temanku Lupin, kan.” Dia mengangguk mengiyakan. Monsieur Lupin Gerard sering sekali datang ke tokonya. Bukan hanya untuk mencari bosnya, tapi kadang dia juga datang untuk menikmati kopi dan beberapa kue di tokonya. “Dia menjaga villa di atas bukit tebing yang berada di selatan pelabuhan. Dia sedang mencari maid untuk mengurus kastil. Kurasa bayarannya juga asti lebih tinggi dari yang bisa kuberikan padamu. Tapi semua terserah padamu.” Wah… benarkah? Dia menoleh pada Monsieur Lupin, menunggu penjelasan lebih lanjut darinya. “Itu benar. Anak pemilik villa yang aku jaga selama ini akan datang, dan dia membutuhkan maid yang bisa bersamanya sepanjang waktu untuk menyiapkan kebutuhannya. Gaji yang kau minta, berapapun akan diberikan selama itu masuk akal. Saranku, mintalah sekitar tiga hingga tiga kali lipat dari gaji yang kau dapat disini.” Disa menganga. Matanya yang lebar terbelalak. Tiga kali lipat gajinya sekarang… itu banyak sekali!!! Dia bisa hidup mewah dengan penghasilan segitu! Dia sampai tergagap - gagap saat bertanya. “Benarkah saya bisa bekerja disana?” “Sebenarnya, aku tidak memiliki kandidat lain yang lebih cocok selain dirimu, Disa. Kau mungkin perlu beberapa waktu untuk mempertimbangkan, sayangnya aku tidak punya banyak waktu untuk diberikan padamu. Aku hanya bisa memberimu waktu berpikir hingga besok sore.” Dia langsung menggeleng. “Non, non. J’ai decide – Tidak, tidak, Aku sudah memutuskan. Akan saya ambil. Kapan saya bisa memulainya?” Kedua pria paruh baya di depannya ini saling berpandangan.  “Kau yakin?” Dia mengangguk lagi. Kapan lagi dia mendapatkan kesempatan seperti ini?! “Ada yang belum kusampaikan. Mungkin ini akan mempengaruhi keputusanmu,” Tidak. Tidak akan. Keputusannya sudah bulat. Dia akan mengambilnya. Dia amat membutuhkan uang ini untuk menyelamatkan satu nyawa yang berarti baginya. Mungkin satu - satunya yang diturunkan oleh ibunya padanya adalah caranya mendapatkan uang. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Yah, selama tidak harus menjajakan tubuhnya di jalan, dia akan mengambil pekerjaan ini. “Jadi, anak dari majikanku, pria ini agak susah dipuaskan. Kau harus amat berhati - hati nantinya saat bekerja bersamanya. Dan dia ingin kau ada disana bersamanya selama 24 jam. Apa kau sanggup?” “Dia seorang pria?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD