Prolog

515 Words
"Photo preweednya di taman saja ya Hen?" tanyaku pada Hendra yang sedang memakan nasi goreng buatanku. Sejak aku bekerja di restoran punya Hendra, aku memang banyak belajar berbagai jenis masakan. Semua itu kulakukan sebagai salah persiapanku untuk menjadi Ibu Bhayangkarinya dari AKP Hendra. Ya, tiga bulan setelah kami bertunangan, kami menentukan tanggal pernikahan di mana pada tanggal itulah kami akan menyatukan cinta kami dalam ikatan suci pernikahan. Memang biasanya tanggal pernikahan ditentukan saat tunangan, tapi waktu itu kami belum mendapat tanggal yang pas karena terbentur dengan semua kesibukan Hendra di dunia kepolisian. Dan aku, tentu saja aku harus mengungkap kasus korupsi di restoran milik Hendra. Kasus korupsi itu terbongkar hanya dalam waktu sebulan, dan pelakunya adalah Sang manajer restoran. Aku sendiri tidak menyangka bagaimana manajer restoran menjadi pelakunya sedang dia sendiri yang melaporkan masalah korupsi tersebut pada Hendra. Ya awal penyelidikan memang tertuju pada Kepala Koki restoran, tapi setelah diteliti, ternyata menejerlah yang melakukannya. Dia sengaja membuat fitnah itu karena cintanya di tolak Sang Koki. Hhhmmm ... cinta memang selalu dapat merubah orang dari baik jadi jahat, dan tentu saja sebaliknya. Sama seperti Wilman dan Arina, orang baik yang berubah jadi jahat hanya karena ingin mendapatkanku dan Hendra kembali. Dan sekarang aku sudah bahagia bersama Hendra. Kami sedang mempersiapkan pernikahan kami yang akan dilaksanakan sekitar enam bulan lagi. Kami memang memilih mempersiapkan semuanga sendiri tanpa bantuan weeding organaiser. Rasanya jauh lebih indah ketika mengurus semuanya sendiri. "Di ruangan saja Di, kalau di taman pasti repot," kata Hendra di sela-sela makannya. "Tapi kan lebih enak dan bebas di taman Hen," rajukku pada Hendra. "Ya, tapi kan ini musim hujan Di, cuacanya sedang tidak menentu," kata Hendra menghempaskan semua rajukanku. Hhhmm ... sepertinya kali ini aku harus mengalah pada Hendra. Musim hujan memang sedang melanda kotaku hingga cuacanya sering sekali tak menentu. Sebentar hujan, sebentar panas, dan tak jarang hujan seharian tanpa panas sedikit pun. "Tapi Hen...," kataku. "Sebentar," kata Hendra memotong perkataanku karena ponselnya berdering dengan sangat nyaringnya mengganggu kebersamaanku dengan Hendra yang baru saja beelangsung selama tiga puluh menit. "Hallo Ndan," kata Hendra saat mengangkat telponnya. "..." "Siap Ndan, saya merapat sekarang," kata Hendra yang langsung menutup telponnya. Mendengar perkataan Hendra, aku cukup sadar bahwa kebersamaan kami akan segera berakhir. Dapat dipastikan jika dia baru saja mendapat panggilan tugas. "Aku pergi dulu ya Di, ada tugas mendadak," kata Hendra sambil mengelus pipiku lembut. Huft ... aku hanya dapat menghirup napas lemah karena mendengar perkataan Hendra. Ini memang bukan pertama kalinya kebersamaan kami terganggu, tapi tetap saja rasanya sangat tidak enak. "Ya Hen, kamu hati-hati di jalan," kataku sambil menggenggam tangan Hendra erat. Aku melepas kepergian Hendra dengan sebuah senyuman yang kubuat seindah mungkin. Rasa sedih dan kecewa lagi-lagi aku pendam dalam. Siapa yang tidak sedih jika kami baru saja bersama setengah jam setelah sebulam tidak bertemu dan tiba-tiba kembali harus berpisah karena tugas. Aku dan Hendra memang masih menjalani hubungan jarak jauh karena Hendra masih belum dapat pindah tugas ke sini. Kulambaikan tanganku saat perlahan mobil Hendra meninggalkan halaman rumahku. Dan ini sama saja dengan akhir dari kebersamaan kami di hari minggu yang cerah ini.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD