7. Cowok Misterius Itu...

1186 Words
  Cowok Misterius itu…   Ke esokan harinya. Putri dan Rini sudah berada di ruangan Clarisa. Mereka sedang membicarakan konsep apa yang akan mereka gunakan di pernikahan Putri.   “Lo sehat Clara?” tanya Putri. “Lo ga usah panggil gue Clara lagi. Clara yang baik hati dan murah senyum udah mati. Sekarang lo berhadapan sama gue. Clarisa Andria Molefatho. Bukan Clara! Clara bukan gue lagi,” ujar Clarisa sedikit meninggi.   “Ya udah maaf Ris, jadi gini…” Putri menjelaskan konsep yang ia inginkan. Berikut acara apa saja yang akan di selenggarakan, saat pernikahan nanti. Karena Putri orang Bandung. Ia ingin sekali Pre weddingnya di kawah putih.  “Gitu..” Putri mengakhiri ceritanya. “Kalo gitu lo buat perjanjian aja sama Rini. Nanti pas Pre wedding lo ketemu gue lagi. Maaf hari ini gue ada meeting sama client di luar,” setelah pamit. Clarisa langsung meninggalkan Rini dan Putri di ruangannya. “Clara kok jadi kaya gitu? Sumpah gue kaget banget lihatnya. Apa karena waktu itu dia koma selama enam bulan Rin?” dahi Putri berkerut aneh. Ya, Clarisa memang koma saat kejadian itu. Setelah enam bulan koma. Clarisa sangat terpukul, karena mendapat kabar bundanya tidak terselamatkan. Dan yang lebih parah. Ayah Clarisa telah menikah lagi dengan perempuan lain. “Ya gitu deh Put, gue harep sih. Clara bisa berubah kaya dulu. Ga kaya gini. Ini bukan Clarisa yang gue kenal Put, huh rasanya sedih ngelihat sahabat sendiri kaya gini Put,” Rini hanya bisa berharap suatu saat Clara, dapat kembali dalam diri Clarisa.   ♡♡♡♡ Flash Back     “Clara ayo sini,” ucap ayah lembut. Saat itu hujan turun sangat deras. Petir menyambar di sana sini. Bunda Maura sedang ada meeting dengan client WO Molefatho. Sementara itu Clarisa sangat ketakutan. “Ayah Clara takut yah takut,” Clarisa kecil menangis. “Ah kakak kalah sama Inti. Inti ga takut loh, kak Jasih juga ga takut kan?” ledek Inti. “Engga dong. Jasih juga ga takut,” Ayah memeluk erat putri pertamanya. Clarisa memang sangat takut dengan petir. Tidak aneh, kadang Inti atau Jasih yang memberikan pelukan  untuk Clarisa. Tentunya hanya untuk menenangkan Clarisa. Sampai-sampai, Inti adik bungsunya iri pada Clarisa. “Clara jangan takut yah,” kata-kata itu masih terniang di benak Clarisa.   “Ah! Gue benci di panggil Clara. Gue bukan Clara lagi! Bukan! Itu cuma si berengsek itu yang manggil gue kaya gitu!” pekiknya. Pikirannya kembali ke masa lalu lagi.   Flash Back   “Lo pergi sekarang juga pergi! Jangan harap lo bisa tinggal di sini lagi!” hardik Clarisa pada saat itu. Inti dan Jasih yang melihat kejadian itu. Langsung di bawa ke kamar oleh pembantu rumahnya. “Maafin ayah Clara. Ayah khilaf. Sekarang bunda udah tenang di sana. Kamu harus bisa belajar ikhlas,” sesal Ayah. “GA!! Lo pengkhianat! Bahkan lo udah nikah lagi kan? Sialan! bunda kan baru pergi enam bulan yang lalu. Clara udah MATI! Anggap aja Clara mati bersama bunda. Ga ada lagi Clara yang baik hati. Ga ada lagi Clara yang murah senyum. Yang ada gue. Clarisa Andria Molefatho. Yang angkuh dan keras kepala, dan gue ga akan pernah percaya sama orang lain. Termasuk lo! Hahaha,” ucap Clarisa sambil tertawa dan menangis.     Air mata Clarisa terjatuh, jika mengingat semua kejadian itu. Kejadian dimana yang membuat ia berubah seratus delpan puluh derajat berbeda dari sikapnya. “Gue benci sama semua ke adaan ini. Gue benci! Benci!”   Duuaaaarr!   Suara petir terdengar lagi. “Shhittt! Kenapa harus hujan sih. Gue benci hujan!” rutuknya. Lutut Clarisa mulai bergetar. Saat hujan tiba bersama petir yang menyambar. Pasti Clarisa ketakutan. “Lo jangan takut. Ada gue di samping lo,” Clarisa membalikan badan. Rasanya suara itu sudah sangat familiar di telinganya. “Rendy!” “Lo takut petir kan? Lo benci hujan juga, udah lo ga perlu takut,” Rendy coba menenangkan Clarisa. “Sebentar sebentar.. kenapa lo tahu gue takut petir?” dahi Clarisa berkerut aneh. “Malam itu lo pingsan. Gue lihat lo ketakutan. Kaya lihat setan aja. Padahal cuma petir,” jawabnya enteng.   Hah? Berarti. Berarti malam itu Rendy yang nolong gue? Ah dasar carmuk alias cari muka. “Jadi lo yang nolong gue malem itu?!”   Duuaarr!!!   Suara petir terdengar lagi. Respek Clarisa langsung memeluk Rendy. Tubuhnya bergetar. Mendadak sikap Clarisa yang galak dan angkuh hilang dalam dirinya. Clarisa menangis di pelukan Rendy.  “Lo selalu kaya gini yah kalo mau hujan?” tanya Rendy. Clarisa tidak menjawabnya. Clarisa masih dalam ketakutannya. Fobia takut petir ini sangat menyiksa dirinya. d**a Clarisa naik turun. Rasanya Rendy tidak tega, membiarkan makhluk manis di pelukannya sekarang menangis ketakutan. “Ya udah lo tenang aja yah. Ada gue di sini. Lo ga perlu takut,” setidaknya ucapan Rendy bisa menenangkan hati Clarisa.   Clarisa masih menutup matanya dengan mendekap telinganya dengan kedua tangannya. Rasanya sangat menyiksa. Selain fobia terhadap petir. Kejadian demi kejadian terjadi bertepatan dengan akan hujan. Kalau hujan pasti ada petir. Itulah yang membuat ia tambah benci dan takut pada petir. Setidaknya, dia aman bersama Rendy sekarang. Sejenak Clarisa berubah, menjadi anak manja yang ketakutan. Rendy memang pahlawannya saat ini. Rendy tulus ingin menolong Clarisa. Bukan cari muka yang seperti Clarisa tuduhkan Hangatnya tubuh Rendy membuat Clarisa nyaman. Selain dadanya yang bidang, tubuhnya yang atletis juga wangi membuat Clarisa semakin teduh. Rasa takut sedikit demi sedikit mulai menghilang. “Lo tenang aja. Sekarang lo aman sama gue,”   Deg! Kata-kata Rendy membuat jantung Clarisa dag dig dug ser. Darahnya mengalir deras. Astaga! Apakah cowok misterius itu  benar-benar Rendy orangnya? ♡♡♡♡   “Kok malem ini, kak Rendy belum pulang juga yah kak?” tanya Okta. “Ada lembur kali de. Nanti juga pulang. Sana tidur dulu. Udah jam sembilan. Nanti besok kan kamu sekolah,” titah Anadewi. “Kak Anadewi, Okta takut aja kak Rendy di manfaatin. Kak Rendy emang terlalu baik sama semua orang. Dia selalu nurut apa kata orang. Okta takut kak,” Okta mulai cemas. “Heii, kamu jangan bilang gitu ah. Kakak kamu itu udah besar. Bisa membedakan yang mana  yang bener, dan yang mana yang salah. Emang Okta mau punya kakak yang jahat?” Okta menggeleng. “Nah, mendingan kak Rendy baik kan. Memang ga selamanya, kebaikan seseorang itu di nilai baik sama orang lain. Tapi, mendingan kita berbuat baik dari pada berbuat jahat pada orang lain,” nasihat Anadewi. Semenjak Mama Papah mereka bercerai dan Mama meninggal. Sekarang Anadewi yang berusaha menjadi kakak, sekaligus ibu bagi mereka. Rendy selaku anak-anak laki-laki satu satunya, merasa paling bertangung jawab atas kehidupan mereka. Rendy menjadi tulang punggung mereka. Meskipun ada Anadewi kakak sulungnya. Tapi, ia tetap tidak mau tergantung pada kakaknya itu. Biarlah mereka bersama-sama untuk menyambung kehidupan. “Okta kangen mama kak,” Anadewi langsung memeluk adik bungsunya. Rasanya tidak lengkap. Jika tidak ada orang tua di dalam hidupnya. Tapi, takdir mengajarkan kita untuk tegar. Tuhan memanggil mereka yang ia cintai bukan tanpa alasan. Namun, agar kita bisa menghargai betapa pentingnya makna seseorang ketika mereka sudah tiada.       Dan ternyata cowok misterius malam itu adalah Rendy. Apakah Clarisa akan berubah? Hal apa lagi yang akan terungkap dalam hidup mereka?                          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD