10. I Hope

1089 Words
I Hope   “Help me please! Ren bangun Ren! RENNDDDYYY!!!” pekiknya sambil menangis. Clarisa mengguncang-guncang tubuh Rendy. Darah Rendy sudah banyak keluar sampai mengotori baju Clarisa. Rendy di gotong di bawa ke mobil. Clarisa duduk di jok belakang bersama Rendy. Ia langsung menyobek bajunya. Dan mengikatkan kain itu pada kepala Rendy. Mungkin agar darahnya berhenti. “Ren, lo pasti kuat Ren,” ucapnya sambil menangis. Clarisa terus memandang Rendy yang semakin melemah. “Cepetan dong pak nyetirnya!” perintah Clarisa pada supir kantornya. Baru saja tadi Clarisa curi-curi pandang pada Rendy. Clarisa ingat percakapannya dengan Rendy.   “RENDY!! Jangan panggil gue Clara. Clara udah mati!!!!” Clarisa malah marah. Rendy mendekat. “Oke. Oke. Semua orang punya pilihan. Menurut gue sih lo harus berubah deh Ris, kita ga pernah tahu kan hidup kita sampe kapan. Kalo iya kita berubah pas kita masih hidup. Nah kalo kita dah mati. Terus sikap kita di benci orang gimana? Bisa bisa mereka nyumpahin kita pas kita mati,” Rendy memberikan wajengan pada Clarisa. “Jangan sok tahu deh. Lo ga akan pernah ngerti apa yang gue rasain,” protes Clarisa. “Apapun yang terjadi di kehidupan masa lalu lo. Biarlah berlalu. Kita harus menatap masa depan tanpa bayangan masa lalu. Masalah umur ga ada yang tau. Jangan lo anggap kematian seseorang itu, sebagai pertanda Tuhan benci sama lo. Tuhan ngambil seseorang yang lo sayangi, bukan karena ga ada alesan. Tapi, Tuhan mengambil mereka, untuk kita bisa menghargai betapa petingnya mereka ketika mereka sudah tiada,” hati Clarisa berdesir. Rasanya seperti dapat pencerahan dari Rendy.  “Kok jadi ngomongin mati! Serem tahu! Udah ah!” Clarisa mengalihkan pembicaraan. “Haha.. Mati besok atau sekarangpun ga ada yang tahu, Ris. Ga perlu lo takutin. Cepat atau lambat pasti terjadi,” baru kali ini Rendy banyak omong.  “Udah ah!” Clarisa menjauh dari Rendy. Rendy hanya tersenyum. Clarisa membalas senyumannya. Masih teringat jelas semua kejadian sebelum Rendy kecelakaan. Memang sedikit aneh. Sejak tadi Rendy membicarakan kematian. Apakah itu pertanda? Oh tidak!!  Clarisa langsung mengecek nadi Rendy. Kemudian ia tempelkan tangannya di d**a Rendy. Detak jantungnya semakin lemah. “Ren, please jangan tinggalin gue.. Please Ren lo harus kuat,” lirih Clarisa.     ♡♡♡♡   Rumah Sakit Medical Sehat   Tim medis langsung membawa Rendy ke UGD. Sepertinya yang di alami Rendy sangat serius. Mereka bolak-balik masuk ruangan Rendy. Sementara Clarisa, hanya terduduk dan menangisi Rendy. Kalau saja dia tadi tahu, akan ada lighting yang jatuh. Clarisa lebih memilih dirinya yang celaka ketimbang Rendy. Tuhan, jangan ambil dia Tuhan. Baru aja gue ngerasa nyaman sama dia. Jangan ambil orang yang gue sayangi lagi. Cukup bunda aja yang pergi. Jangan ambil Rendy Tuhan. Jangan! Clarisa bergumam dalam hati. Tim WO Molefatho datang menghapiri Clarisa yang masih bersenderan di tembok, sambil menangis duduk di lantai. “Mbak gimana kondisi kak Rendy?” tanya Silvi khawatir. Clarisa bangun dari duduknya. “Kenapa lighting itu bisa jatoh? Ullie gue bilang jangan ada kesalahan!!! Elo kan bagian logistik. Masa bisa jatoh gitu?!!!” tandas Clarisa sambil menangis sesegukan. “Lo mau gue pecat HAH!” “Udah Ris udah. Eumm.. Maaf lebih baik kalian kembali ke lokasi aja. Biar saya sama Clarisa yang di sini,” Rini mencoba menenangkan suasana. Semuanya menurut saja permintaan Rini. Mereka pergi meninggalkan rumah sakit. Ullie menangis sambil pergi. Ia merasa bertangung jawab atas kejadian ini. Secara tidak langsung, Uliie merasa ini salah dia karena memang dia belum cek lighting yang akan di pakai pemotretan. “Rin, Rendy Rin. Gue takut,” keluhnya pada Rini. Clarisa menangis dalam pelukan Rini. “Gue tahu kok, lo merasa bersalah. Udah yah gue yakin Clara, Rendy bisa bertahan,” Clara? Hufft kali ini Clarisa sedang tidak mau membahas panggilannya. Ia sedang terfokus dengan Rendy. “Gue ga mau dia pergi Rin, gue ga mau!! Udah cukup semuanya udah cukup!! Gue ga mau kehilangan orang yang gue cintai lagi!!” Rini mengerutkan dahinya. “Jadi lo cinta sama Rendy?” Ups! Clarisa keceplosan. Apa boleh buat. Ia benar-benar shock atas kejadian ini. Clarisa hanya mengangguk tanpa kata.   Ya ampun ternyata sahabatku jatuh cinta sama Rendy. Pantas saja aku sering lihat Rendy dan Clarisa selalu bersamaan beberapa bulan terakhir ini. Benar kata Clarisa. Sudah cukup ia menderita. Cukup Tuhan. Jangan ambil Rendy dari sisinya, gumam Rini dalam hati.   “Kenapa lo ga akuin aja Ris?” tanya Rini. Clarisa menggeleng pasrah. Ia tidak tahu kata apa lagi yang ingin ia ucapkan. Yang Clarisa butuhkan saat ini adalah kesembuhan Rendy. Tidak lama dokter keluar. “Gimana dok kondisi Rendy?” Dokter sedikit panik. “Pasien kehilangan banyak darah. Beberapa pecahan  masuk dalam otaknya. Bisa di bilang ini gegar otak yang cukup parah. Belum lagi strum tegangan tinggi. Mungkin saja ada beberapa syaraf yang rusak. Tapi, saya akan memeriksanya lebih lanjut. Setelah keluar hasilnya, saya akan melakukan tindakan lebih intensif. Dengan berat hati saya katakan. Jika dalam dua puluh empat jam pasien tidak siuman. Maka dia akan koma,” jelas dokter. “Oh my God! Rendy,” ucap Clarisa. Ini sungguh mimpi buruk bagi Clarisa. “Saya tinggal dulu. Saya harus melakukan beberapa tindakan sebelum keluar hasil tesnya. Mungkin pasien harus operasi dulu agar sisa pecahan kacanya bisa dikeluarkan dari otaknya,” pamit dokter. “Lakukan yang terbaik buat Rendy dok. Berapapun biayanya asalkan Rendy selamat,” Clarisa pasrah. Setelah dokter pergi. Clarisa kembali memeluk Rini. Ini benar-benar mimpi buruk baginya.   ♡♡♡♡   Tidak henti hentinya Clarisa menangisi Rendy. Ia meliat dari luar kaca ruangan Rendy. Kepalanya sudah di balut perban putih melingkar. Hidungnya tertutup oleh masker oksigen. Punggung tangannya tertancap beberapa infusan. Dan beberapa alat medis lainnya yang berusaha menopang hidup Rendy. Clarisa benar-benar tidak tega melihatnya. Clarisa berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Masih terbayang rasa bersalah pada Rendy. Sejenak ia terhenti dan melihat ruangan di depannya. Musola. Clarisa masuk dengan rasa rendah hati dan penuh harap. Ia ambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat. Setelah itu ia berdo'a. “Ya Allah, aku duduk di sini berdo'a penuh harap dengan rasa rendah hati. Berarap engkau mengabulkan do'aku. Hamba tahu hamba tidak pernah melaksanakan perintahMu. Tapi, aku mohon ya Allah. Selamatkan Rendy, jangan kau ambil dia dari sisiku. Hamba tahu hamba berdosa. Tapi hamba mohon ya Allah, sudah cukup kau ambil bunda yang aku sayangi. Kali ini tolong. Jangan ambil Rendy, aku benar-benar mencintainya. Hanya dia yang mampu mengubah aku menjadi seperti ini. Tolong salamatkan dia ya Allah. Aku mencintainya, aku menyayanginya. Tolong ya Allah,” do'a Clarisa.     Apakah Rendy akan sadar dalam dua puluh empat jam? Ataukah Rendy akan koma?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD