9. Yes, I Fall in Love

1301 Words
Yes, I Fall in Love   Kantor Molefatho Wedding Organizer.   Hari ini semua karyawan di sibukan oleh project barunya. Pernikahan anak seorang pengusaha batu bara. Client meminta pre wedding profesi. Itu artinya mereka akan menyelenggarakan proaesi pre weddingnya di pertambangan batu bara. Jam istirahat biasa mereka gunakan untuk bergosip ria. “Oh jadi si Rendy teh ka pesta dansa sareng mbak Clarisa, duh m**i hoyong pisan aku teh,” cablak Wahida memulai gosipnya. “Katenye mereka dinner juga. Ya gile Rendy ca’em begitu. Pastinya mbak Clarisa kesem-sem lah sama ganteng nye Rendy,” tambah Silvi. “Tapi, Rendy itu udah punya pacar belum yah? Si Agung kan udah tunangan. Fauji udah nikah. Cowok-cowok di sini udah pada punya pacar. Nah kalo si Rendy?” rempet Liana. “Belum lah kayanya. Orang dia anteng-anteng aja sama mbak Clarisa,” bantah Lutfiani. “Eh barang kali aja Fi, kan dia pendiem. Di ajakin kumpul sama kita-kita aja ga mau,” timpal Annisa. “Ya pasti ga mau lah, kitakan semuanya cewek. Suka aneh aja kamu Nis,” sahut Erinda. “Yah mudah-mudahan we atuh si ganteng teh belum punya pacar. Da cocok oge sareng mbak Clarisa,” kata Wahida. “Ya gile, mendingan ame aye aja keles, kalo si Rendy masih jomblonya.” Silvi sewot. “Yeh elo emang maunya kali Vi,” Ullie ikutan sewot. Tidak lama Rendy melewati mereka. Mendadak mereka diam dan pasang muka seimut mungkin di hadapan Rendy. Sok cari perhatian ceritanya. Tapi ,engga ngefek sama Rendy. Dia hanya tersenyum dan lurus saja menuju ruangannya. Sementara di ruangnya Clarisa. Ia sedang melamun. Kejadian kemarin, membuat Clarisa senyam senyum sendiri. Masih terbayang tatapan Rendy yang hangat. Pelukannya, wangi aroma tubuhnya, bibirnya yang tipis dan semuanya yang ada pada diri Rendy. Sepertinya Clarisa mulai jatuh cinta pada Rendy. “Apa sih lo Clarisa. Ga mungkin gue bisa jatuh cinta sama bawahan gue!” dumalnya.   Tok tok tok. Pintu di ketuk.   “Masuk!” kata Clarisa. Ana masuk saat di persilahkan masuk. “Mbak sekarang kita ke lokasi batu bara, dua jam lagi client datang. Kita harus pripare,” lapor Ana. “Oke. Ayo kita berangkat!” seru Clarisa.   ♡♡♡♡               Tiba di lokasi pre wedding, semua sibuk dengan tugasnya masih-masing. Semua tim langsung di sibukan dengan arahan Clarisa. “Ullie lo jangan lupa cek lighting, kabel-kabel dan lain-lain. Jangan sampe ada ke salahan. Nurmala lo jangan ceroboh lagi. Ayas, gaunnya jangan sampe kotor. Rendy...” Clarisa terdiam sejenak. “Lo udah siap?” Loh? kenapa pertanyan yang keluar dari mulut Clarisa. Dia benar-benar mati kutu di buatnya. Clarisa langsung meleos pergi. Dan kembali ke clientnya.   “Clara!” Panggil Rendy sambil menghampiri Clarisa. “Clara? Gue bukan Clara! Clara udah mati!!” dampratnya. “Astaga lo ngomong ke mana aja. Huftt.. emang lo mau beneran mati? Engga kan? Gue cuma mau bilang kalo lensa wide angel nya lupa gue bawa. Ga pake lensa itu ga apa-apa kan?” Clarisa malah mengerutkan dahinya. Mungkin tidak mengerti apa yang di ucapkan Rendy.   “Maksud lo?” Rendy tersenyum. “Jenis lensa yang di gunakan SLR atau DSL itu banyak yang gue tau itu ada lensa fokus halus, lensa kit, lensa fokus tunggal, lensa tetap, lensa fish eye, lensa wide angel, lensa tele, lensa zoom, lensa super zoom, lensa parfokal dan ambiguitas lens. Semua itu punya fungsinya sendiri-sendiri. Kita harus menggunakan lensa yang tepat buat hasil jepretan yang bagus juga,” jelas Rendy. Clarisa malah melongo melihat Rendy. Setengah kagum, karena dia banyak tahu tentang kamera. Di satu sisi, dia juga masih terpesona dengan karisma Rendy. “Coba gue lihat camera lo,” lah ko Clarisa engga nyambung sih. Dengan pasrah Rendy menyerahkan cameranya. Clarisa membidik sebuah objek di depannya. “Pake lensa yang ini juga ga apa-apa ko Ren, lensa apa yang di pake sekarang?” tanya Clarisa sambil terus melihat objek di camera Rendy. “Itu lensa kit. Bisa di bilang kamera natural. Jadi hasil jepretannya ga jauh beda sama aslinya, client juga minta pake lensa fish eye. Biar ada efek yang berbeda nantinya,” jelasnya. “Eumm gitu. Lo mau kan ajarin gue tentang foto? Berikut lensa-lensa yang kata lo tadi?” Clarisa masih fokus dengan camera Rendy, sambil sekali kali ia memotret objek yang ada di hadapanya. “Boleh, lo lagi motret apa sih?” Clarisa tersenyum jail. Rendy baru sadar kalau Clarisa sedang memfoto dirinya. “Jail banget sih! Ntar camera gue rusak kalo fotoin gue haha,” Rendy malah tertawa. “Engga kok ganteng,” ups! keceplosan. Wajah Clarisa merah padam. “Apa lo bilang tadi? Gue ga denger hhaha,” lagi lagi Rendy ngakak. “Rese lo! Udah nih!” Clarisa memberikan camera Rendy dengan kasar. “Ga usah marah juga kali. Gue kan bercanda. Iya gue denger. Lo tadi bilang gue ganteng kan?” muka Rendy mulai serius.   Deg! Ya ampun tatapannya engga nahan. Bikin gue sesak napas aja. Ya Tuhan gue beneran jatuh cinta sama Rendy, gumam Clarisa dalam hati. Clarisa tersenyum malu. Rasanya malu sekali kepergok ngomong ganteng sama orangnya langsung. “Engga ko! Salah denger kali lo!” bohongnya. “Ckckck Clara Clara.. ada-ada aja lo. Akuin aja lah kalo gue emang ganteng. Hehe” Rendy nyengir kuda. “RENDY!! Jangan panggil gue Clara. Clara udah mati!!!!” Clarisa malah marah. Rendy mendekat. “Oke. Oke. Semua orang punya pilihan. Menurut gue sih lo harus berubah deh Ris, kita ga pernah tahu kan hidup kita sampe kapan. Kalo iya kita berubah pas kita masih hidup. Nah kalo kita dah mati. Terus sikap kita di benci orang gimana? Bisa bisa mereka nyumpahin kita pas kita mati,” Rendy memberikan wajengan pada Clarisa. “Jangan sok tahu deh. Lo ga akan pernah ngerti apa yang gue rasain,” protes Clarisa. “Apapun yang terjadi di kehidupan masa lalu lo. Biarlah berlalu. Kita harus menatap masa depan, tanpa bayangan masa lalu. Masalah umur ga ada yang tahu. Jangan lo anggap kematian seseorang itu, sebagai pertanda Tuhan benci sama lo. Tuhan ngambil seseorang yang lo sayangi, bukan karena ga ada alesan. Tapi, Tuhan mengambil mereka untuk kita bisa menghargai betapa pentingnya mereka ketika mereka sudah tiada,” hati Clarisa berdesir. Rasanya seperti dapat pencerahan dari Rendy. “Kok jadi ngomongin mati! Serem tahu! Udah ah!” Clarisa mengalihkan pembicaraan. “Haha, Mati besok atau sekarangpun ga ada yang tahu, Ris. Ga perlu lo takutin. Cepat atau lambat pasti terjadi,” baru kali ini Rendy banyak omong. “Udah ah!” Clarisa menjauh dari Rendy. Rendy hanya tersenyum. Clarisa membalas senyumannya. Rendy membalikan badannya. Dia mulai sibuk dengan cameranya. Sementara di belakang Clarisa mengambil handphone yang ada di tas kecilnya. Ia mulai memotret Rendy dari belakang menggunakan handphonenya. Ia sambil senyam senyum dan mundur.   Ya Tuhan dari belakang aja seksi banget. Apalagi dari depan. Ahhh.. Rendy. Lo itu manusia atau  malaikat sih? Kok begini amet aaaaahh gue cinta lo Ren. Cinta lo! Clarisa berteriak dalam hati.               “AAAWWWAAASSS  CLARA!!!!” teriakan Rendy mengejutkan Clarisa. Clarisa di dorong Rendy. Ia terhempas ke lantai.   PRRAAAGGG!!!   Suara itu begitu keras. Ia meliat Rendy yang tersungkur juga ke tanah. Pecahan lampu lighting berserakan di mana-mana. Ia menghampiri Rendy. Sempat Clarisa melihat Rendy kejang-kejang dan sekarang Rendy terdiam. Sepertinya tidak sadarkan diri. “Rendy!” teriaknya. Ia memangku kepala Rendy. Darah segar? Rendy tidak sadarkan diri. Darah segar mengalir deras di kepalanya. Cairan kental berwarana merah itu terus membanjiri kepala Rendy. Tidak hanya itu, mungkin Rendy ke setrum juga. Karena ada percikan api di lampu itu. Dan tadi sempet kejang-kejang juga. Wajahnya mulai memucat dan bibirnya berubah menjadi biru. Kenapa ini? Rendy kenapa?   “REN!! RENDDYYY! Help me please!! Cepet bawa Rendy ke rumah sakit!!! CEPET!!” teriak Clarisa panik sambil menangis.     Ada apa dengan Rendy? Apakah Rendy akan selamat? Bagaimana selanjutnya dengan rasa cinta yang Clarisa rasakan pada Rendy?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD