***
Menikmati setiap detik waktu bersama dengan kamu adalah hal yang paling ingin saya lakukan sebelum hari-hari yang membuat saya sulit bertemu dengan kamu akan tiba, kita akan seperti sunrise yang menunggu sunset dan sebaliknya, saling merindukan tapi tidak di pertemukan
***
Walau ini bukan pertama kalinya bagi Rindu terbangun di sisi Bhanu tapi reaksi tubuhnya masih sama, Rindu selalu berdebar, malu dan pipi yang memanas, tidak banyak yang mereka lakukan, guling yang menjadi pembatas bagi mereka sepanjang malam masih ada di posisinya.
“Ini masih terlalu pagi untuk menikmati sunrise, Rindu, kamu mau subuhan duluan atau saya duluan?” tanya Bhanu, pria itu beranjak dari posisi tidurnya dan ikut duduk di ranjang. Rambut Bhanu acak-acakkan tidak jauh berbeda dengan Rindu tapi tidak ada yang berniat untuk merapikan penampilan. Keduanya sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini bahkan mereka pernah saling menyaksikan kondisi paling berantakan dari pada ini tapi tidak ada yang berubah, baik Rindu maupun Bhanu, mereka masih sama, perasaan yang mengikat mereka masih sama bahkan semakin besar dan kian erat setiap detiknya.
“Aku duluan boleh?” tanya Rindu, Bhanu langsung mengangguk cepat. Walau hubungan mereka sangat dekat dan saling erat bahkan memiliki tujuan yang jelas, Bhanu dan Rindu tidak pernah sekalipun shalat dengan Bhanu sebagai imam dan Rindu sebagai makmumnya jika hanya ada mereka berdua. Karena bagaimanapun mereka bukan mahram.
“Tentu saja boleh, kenapa pertanyaan kamu selalu sama ketika ingin shalat?” tanya Bhanu, dia menatap Rindu dengan lekat sampai senyum tercetak sempurna di bibirnya. Rindu hanya menggeleng, dia juga tidak tahu kenapa dia selalu bertanya seperti itu ketika ingin shalat, mungkin karena Bhanu seorang laki-laki, Rindu hanya ingin lebih menghargai.
“Mata kamu ternyata sehat banget ya, Sayang, masih bisa memproduksi kotoran,” ucap Bhanu sambil membersikan mata sebelah kanan Rindu dengan ibu jari tangannya membuat Rindu hampir menjerit dan menyingkirkan tangan Bhanu.
“Aku bisa bersihin sendiri Bhanu, tangan kamu kotor, gimana?” tanya Rindu mendadak panik, bukan hanya takut karena tangan Bhanu yang akan kotor karena kotoran matanya tapi lebih dari itu, Rindu merasa sangat malu.
“Tidak masalah, lagian apa yang salah dengan kotoran mata, itu bukan sesuatu yang menjijikan, itu adalah bukti mata kamu masih baik-baik saja.”
“Kamu nggak ilfeel sama aku?” tanya Rindu, dia masih membersihkan tangan Bhanu.
“Buat apa, mau belekan, mau ileran, mau rambutnya kayak singa pas bangun tidur kamu tetap Rindu-nya saya, jadi nggak perlu berusaha menjadi sempurna dalam keadaan apapun, Rindu, karena di mata saya, kamu itu tetap sama. Tetap akan menjadi gadis pertama yang membuat saya berani untuk jatuh cinta.” Bhanu tersenyum pada Rindu.
“Gombal receh mulu kamu, nggak aku doang yang baper dan mesem-mesem kayak orang gila, Bhanu, fans berat kamu di luar sana bahkan nggak nyadar kalau mereka udah punya buntut dan masih senyam-senyum baca kerecehan kamu!” seru Rindu, dia memalingkan wajahnya yang mendadak panas pagi-pagi menjelang subuh Bhanu bahkan sudah berhasil membuat detak jantungnya tidak normal. Benar-benar lelaki penuh perasaan!!
“Wudhu sana, pipi merahnya nanti aja pas lagi doa sambil ceritain tentang saya di hadapan yang paling berhak akan saya,” ucap Bhanu sambil menahan senyum geli.
“Berhenti senyum kayak gitu. Senyum kamu nggak aman banget!”
“Nggak aman buat apa?” tanya Bhanu masih belum menyerah menggoda Rindu. Dia sangat senang melihat Rindu dengan wajah memerah dan salah tingkah, gadis itu terlihat sangat menggemaskan sekaligus sangat cantik.
“BUAT JANTUNG AKU! NYEBELIN KAMU!” seru Rindu sebelum melangkah ke tempat wudhu yang tersedia. Bhanu benar-benar menyukai tempat berkemah layaknya di hotel bintang lima ini, mereka seolah hanya sedang pindah tempat tinggal saja.
Bhanu kemudian memilih memainkan ponselnya yang tidak dia sentuh sama sekali setelah melihat hasil ujiannya semalam. Bersama Rindu tidak pernah membuat Bhanu merasa bosan bahkan sedikitpun Bhanu tidak tertarik membuka ponselnya. Setiap kata yang mengalir dari mulut Rindu terasa lebih berharga dari chat ataupun status yang di posting oleh kawan-kawan atau rekan kerjanya.
Entah berapa menit yang Bhanu habisnya untuk mengecek pesan-pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ada pesan dari Hera, Winata, Hapsari bahkan Gentara. Mereka berempat kompak menanyakan hasil ujian Bhanu dan Bhanu langsung membalasnya.
“Seneng banget wajahnya, balas pesan dari siapa?” suara yang sangat dia sukai itu mengalun membuat Bhanu berhasil mengalihkan fokusnya, tatapannya bertemu dengan wajah cantik Rindu yang terbalut mukenah.
“Cantik banget mbak Rindu,” ucap Bhanu dengan senyum tulusnya, Rindu melepas mukenahnya dan merapikannya dengan benar.
“Makasih, udah tahu kok mas Bhanu,” jawab Rindu ogah-ogahan membuat tawa Bhanu langsung meledak.
“Tadi saya bales pesan dari mama, papa, mbak Hapsari dan mas Gentara,” ucap Bhanu, dia meletakkan ponselnya di kasur lalu menatap Rindu sebentar. Satu hal yang Bhanu syukuri, Rindu tidak lagi terpengaruh ketika mereka menyeret Gentara ke dalam percakapan. Kedua orang itu benar-benar sudah berdamai dan menjadi teman yang baik.
“Nggak sabar banget jadi imam kamu waktu shalat, rasanya pasti menyenangkan,” ucap Bhanu. Rindu mendorong pria itu untuk segera menjauh darinya.
“Berhenti ngehalunya sekarang shalat dulu, ke buru habis subuhnya, Bhanu!” seru Rindu, tawa Bhanu semakin meledak. Dia tidak bercanda sama sekali soal keinginannya menjadi imam Rindu saat shalat karena itu pasti akan menjadi hal yang sangat menyenangkan. Mereka sama-sama bersimpuh di hadapan pencipta dan mengucap syukur atas apa yang mereka dapatkan selama ini.
“Iya-iya, mbak Rindu, ini saya mau shalat dulu. Kamu siap-siap buat liat sunrise, cari sarapan dan joging sekitar komplek Prambanan sekalian kita nostalgia sih,” ucap Bhanu, Rindu langsung mengangguk, untung saja Bhanu membawakan baju olahraga untuknya, sepertinya pria itu memang sudah merencanakan ini dengan sangat baik. Rindu yakin, Bhanu bekerja sama dengan Karlita untuk bagian pakaiannya karena semua hal yang Rindu butuhkan ada di dalam paper bag yang di maksud oleh Bhanu.
Setelah rapi, Rindu memilih menunggu Bhanu di luar tenda, dia sudah siap dengan ponselnya, Rindu tidak sabar untuk mengabadikan semua moment sunrise yang akan muncul di balik megahnya candi Prambanan. Rindu yakin akan sangat menawan.
Tidak hanya dia dan Bhanu pasangan yang menikmati glamping ini, beberapa pasangan lainnya juga ada. Mereka juga sudah terlihat bersantai di depan tenda masing-masing. Rindu memilih berselancar di i********: miliknya kemudian membalas pesan yang menurutnya memang harus di balas. Rindu dan Bhanu adalah tipe pasangan yang selalu melupakan ponsel ketika sedang menikmati waktu bersama. Bagi mereka setiap detik yang mereka miliki akan sangat di sayangkan jika di buang begitu saja.
“Seantusias itu?” tanya Bhanu, pria itu duduk di samping Rindu. Bhanu sudah terlihat segar dengan pakaian olahraganya bahkan juga sepatunya.
“Kelihatan banget ya?” tanya Rindu. Bhanu langsung mengangguk cepat.
“Bahkan kalau rumput di depan kamu bisa ngomong mereka pasti sudah ngeledekin kamu,” ucap Bhanu. Dia masuk kembali ke dalam tenda lalu membawa dua cangkir kopi untuk mengawali pagi mereka. Pasangan yang sama-sama mencintai kopi ini nyatanya memang tidak bisa jauh-jauh dari kopi.
“Ngeledekin kayak gimana?” tanya Rindu.
“Mereka akan bilang seperti ini,” ucap Bhanu, dia berdehem pelan, “ih mbak Rindu norak banget, kayak nggak pernah lihat matahari terbit aja tapi mereka pasti iri karena kamu cantik banget pagi ini,” ucap Bhanu yang membuat Rindu langsung menghentikan kegiatannya yang baru saja ingin menyesap kopi.
“Bisa banget ya, abis ngejatuhin terus di bawa terbang lagi.” Bhanu terkekeh pelan mendengar ucapan Rindu.
“Sebelum mood-nya berantakan jadi harus di naikkan secepat mungkin,” ucap Bhanu, Rindu hanya menggelengkan kepalanya dan mulai menikmati kopi dan sunrise yang mulai merambat naik dari balik kemegahan candi prambanan.
“Aku nggak nyangka benar-benar sekeren ini,” ucap Rindu. Bhanu melihat sunrise di hadapannya sekilas lalu tatapannya terpusat pada Rindu yang masih memegang cangkir kopinya. Gadis itu terlihat sangat sempurna. Bhanu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana lalu mulai memotret Rindu, salah satu hal yang Bhanu sukai selain melukis wajah Rindu adalah mengambil potret gadis itu.
“Kamu berdiri di sana sama cangkir kopinya, aku akan ambil foto paling baik dengan model paling cantik,” ucap Bhanu. Rindu langsung mengangguk antusias, bagaimanapun Bhanu juga sangat pandai memotret, Rindu tidak pernah sekalipun di buat kecewa dengan hasil foto Bhanu.
“Gayanya kayak gimana?” tanya Rindu.
“Terserah kamu, cantik dari segala sisi kok!” seru Bhanu, Rindu awalnya ingin melayangkan protesnya namun berakhir menyerah dan berpose sesuai dengan apa yang dia inginkan dan Bhanu dengan semangat menjadi fotographer Rindu. Mereka seolah memang sedang bernostalgia. Dulu, saat pertama kali mereka saling mengenal dan datang ke candi Prambanan, Bhanu juga menjadi fotographer dadakan Rindu.
“Foto sama kamunya belum, sini!” seru Rindu, dia menarik Bhanu ke sampingnya dan mulai mulai berselfi bersama dengan gaya-gaya yang kadang membuat mereka saling tertawa melihat hasilnya karena terlalu konyol.
“Sekarang giliran aku yang ambil foto kamu. Aku harus punya banyak koleksi foto kamu, takut nanti kangen berat mau di tinggal lama soalnya!” seru Rindu, dia kemudian mengambil ponselnya dan meminta Bhanu melakukan berbagai gaya. Bhanu tidak lagi mengeluh tidak terbiasa di foto seperti dulu. Dia melakukan semua gaya yang di minta oleh Rindu. Lagian tidak ada salahnya, cara seperti ini membuatnya dan Rindu merasa lebih dekat.
“Ganteng banget!” seru Rindu setelah melihat hasil foto Bhanu, kenyataanya memang seperti itu, Bhanu terlihat sangat tampan dengan celana selutut, hoodie, topi dan sepatu olahraganya.
“Punyanya siapa btw mbak Rindu?” tanya Bhanu, dia ikut melihat ponsel Rindu, melihat hasil jepretan Rindu yang juga tidak pernah mengecewakan Bhanu.
Rindu mengalihkan tatapannya dari ponsel lalu menatap Bhanu dengan senyum menggodanya, “punya aku boleh nggak sih, Mas?” tanya Rindu, sudut bibirnya berkedut menahan tawa yang hampir meledak. Dia sangat suka melihat Bhanu yang bengong dengan telinga memerah ketika dia memanggil pria itu dengan ‘mas’.
“Manggil mas-nya setiap saat boleh nggak sih?” tanya Bhanu dengan tampang polosnya, kedua telinganya masih memerah membuat tawa Rindu langsung meledak.
“Nggak boleh lah, nanti ajalah, ya,” jawab Rindu, dia kemudian kembali masuk ke dalam tenda, merapikan cangkir sisa kopi mereka lalu menutup rapat pintu tenda.
“Joging dulu atau sarapan dulu?” tanya Rindu ketika dia sudah kembali berdiri di samping Bhanu yang sedang melakukan pemanasan.
“Kamu laper banget nggak?” tanya Bhanu. Matahari sudah mulai merambat naik. Kemegahan Prambanan semakin nyata, beberapa orang yang menginap seperti mereka ada yang memilih bersantai di depan tenda ada juga yang sudah siap dengan pakaian olahraga.
“Kalau laper gimana kalau enggak gimana?” tanya Rindu.
“Kalau kamu laper kita makan dulu kalau enggak kita langsung joging aja, tapi senyaman kamu aja sih, saya ngikut,” ucap Bhanu.
“Joging aja, aku belum laper.” Bhanu langsung mengangguk. Mereka mulai joging mereka masuk ke dalam komplek Prambanan lalu bergabung dengan orang-orang yang melakukan hal yang sama seperti mereka. Kali ini cukup ramai karena weekend dan juga sepertinya akan ada acara resmi di sini. Rindu dan Bhanu awalnya berlari beriringan, menikmati udara pagi dan sinar mentari yang jelas akan berdampak sangat baik pada tubuh mereka.
“Saya lari duluan, nanti kalau kamu udah capek tungguin saya di bangku sebelah sana, oke?” tanya Bhanu dengan napas yang masih stabil, Rindu langsung mengangguk dan membiarkan Bhanu berlari karena tidak mungkin mereka terus berlari beriringan, mereka bukan remaja baru puber lagi yang harus melakukan semua bersama. Mereka cukup memiliki logika yang sehat, lagian kekuatan Bhanu dan Rindu berbeda.
Rindu mencoba berlari untuk beberapa saat namun ketika napasnya mulai memburu dan wajahnya panas, gadis itu memilih berlari kecil ke arah bangku yang di maksud Bhanu. Rindu hanya kuat enam menit saja. Lagian dia tipe yang olahraga kalau di ajak saja sisanya Rindu akan memilih rebahan atau ngopi cantik.
Rindu melambai ketika melihat Bhanu melewatinya yang di balas dengan senyum oleh pria itu kemudian Bhanu kembali melanjutkan kegiatannya sedangkan Rindu mulai mengatur napas dan mengipas wajahnya dengan topi yang dia pakai. Topi hitam yang sama persis seperti milik Bhanu.
“Kuat berapa lama?” Bhanu tiba-tiba duduk di samping Rindu setelah lima belas menit berlalu dengan napas yang memburu dan keringat yang mengalir yang membuat Bhanu kian terlihat menarik.
“Enam menit, napas aku engap banget.” Bhanu terkekeh pelan mendengar ucapan Rindu. Gadis itu selalu mengeluhkan hal yang sama ketika di ajak olahraga. Rindu termasuk orang yang malas gerak, suka makan tapi tetap bertahan dengan tubuh idealnya.
“Untung masih ideal ya, walau malas gerak!” seru Bhanu, Rindu mengangguk cepat.
“Salah satu hal yang aku syukuri, malas banget olahraga. Kamu mah sesibuk apapun masih aja sempat main ke tempat Gym,” ucap Rindu, di membantu mengipas wajah Bhanu dengan topinya, keringat pria itu benar-benar banyak.
“Untuk tetap sehat dan bisa jagain kamu. Kamu harus ngumpulin niat untuk gabung sama saya dan mbak Karlita serta yang lain ke tempat Gym.” Rindu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, ini bukan pertama kalinya Bhanu mengajaknya ke tempat Gym. Dulu saat Rindu masih menjadi bagian PT Maju Sukses dia ikut bergabung dengan Bonar di tempat Gym yang di sediakan oleh kantor tapi setelah dia pindah ke Jogja, Rindu memilih menjadi kaum rebahan.
“Susah kebangetan ngumpulin niatnya, kamu doain aja dulu.” Bhanu langsung mengangguk. Jawaban Rindu memang tidak jauh berbeda ketika di ajak berolahraga bersama.
“Sekarang mau sarapan apa?” tanya Bhanu.
“Nasi uduk dong, lagi ngidam banget aku,” ucap Rindu, Bhanu terkekeh pelan mendengar ucapan Rindu tapi dia tetap mengangguk, keduanya kemudian melangkah ke arah tukang nasi uduk yang tidak jauh dari glamping mereka.
“Mau lauk apa emangnya?” tanya Bhanu. Satu hal lagi yang membuat Bhanu semakin jatuh cinta pada sosok Rindu Hafshayu, gadis itu tidak pernah mempermasalahkan di mana mereka makan, bagi Rindu pokoknya yang penting makan, menu utama yang Rindu pilih pasti masakan Indonesia.
“Orek tempe sama bihun, kayaknya enak banget deh,” ucap Rindu, gadis itu langsung menggandeng tangan Bhanu untuk mempercepat langkah membuat Bhanu lagi-lagi terkekeh pelan.
“Rindu, saya sangat suka seperti ini, menikmati setiap detik waktu bersama dengan kamu adalah hal yang paling ingin saya lakukan sebelum hari-hari yang membuat saya sulit bertemu dengan kamu akan tiba, kita akan seperti sunrise yang menunggu sunset dan sebaliknya, saling merindukan tapi tidak di pertemukan,” ucap Bhanu tiba-tiba saat mereka hampir sampai di Mbah yang menjual nasi uduk dengan meja biasa dan dua kursi plastik bulat.
“Bhanu jangan ngomongin perpisahan sekarang, please, aku mau makan nasi uduk sama kamu.” Rindu mencoba mengalihkan perhatian, dia sedang tidak ingin membahas itu sekarang, sama seperti Bhanu, dia hanya ingin menghabiskan waktunya bersama dengan Bhanu.