2. Perjodohan

1088 Words
(Aku merindukanmu. Tak tahukah kau di sepanjang hidupku, aku hanya menunggu waktu untuk bisa bersamamu lagi. Karena begitu kau pergi, jiwaku juga ikut mati.) *** Iring - iringan mobil keluarga Brooks telah memasuki gerbang JD Hotel. Sederet mobil - mobil mewah lainnya juga tampak berdatangan saling berbaris dengan rapi menunggu giliran untuk turun dan disambut oleh pihak karyawan hotel di Lobby pintu masuk. Acara peresmian Directur rumah sakit yang dinaungi Grup Parmas tentu saja menjadi momen yang sakral dan hanya dihadiri oleh kalangan atas yang berkongsi langsung dengan perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan dan obat - obatan tersebut. Helena dan ayahnya turun setelah seorang supir paruh baya membukakan pintu mobilnya. Milan Fernandes alias ibu tirinya menyusul kemudian di mobil berbeda bersama saudarinya lalu menghampiri mereka dan merangkul lengan suaminya. Perempuan bergaun merah yang rambutnya selalu disanggul elegan itu tersenyum lembut dan melontarkan sapaan ramah kepada seorang pria berjas hitam dengan dasi kupu - kupu yang datang menyambut mereka. Mereka lalu berbincang - bincang disusul dengan Sheila, adiknya serta suaminya yang ikut masuk dalam perbincangan tersebut. Sementara Helena, dia hanya berdiri diam di sana, enggan mendekat dan bergabung ke dalam suasana ramah tamah itu. Di mata Helena, itu adalah sebuah drama. Keramahan, sikap baik yang semu. Helena menghela nafas. Berbalik dan menatap ke luar. Gerimis tiba - tiba turun, tanpa sadar perempuan itu menengadahkan sebelah tangannya menyentuh titik - titik air yang jatuh itu. Sekarang, dia di sini dengan keterpaksaan luar biasa. Sudah beberapa kali dia menolak menemui pria itu, Peter yang hendak dijodohkan dengannya. Tetapi sekarang demi menjaga muka ayahnya, dia pada akhirnya memutuskan untuk hadir dan menemui pria itu. Tapi untuk perjodohan ini.... "Wah kakak cantik sekali." Sheila menyapa seolah - olah baru melihat keberadaannya. Perempuan yang mengenakan gaun pastel bertali spagetti itu berdiri di samping Helena, "Tapi seharusnya kakak jangan memakai gaun hitam. Seperti berkabung saja." Sheila tertawa renyah sembari menutup mulutnya dengan punggung tangan. Helena hanya memutar bola matanya malas. Dia tahu bahwa itu bukan hanya sekedar candaan. Adiknya ini memang menjengkelkan. "Kakak harusnya memakai gaun cerah. Bagaimanapun ini adalah momen bahagia untuk kakak. Kakak kan akan..." "Sheila." Ucapan Sheila terhenti ketika mendapat teguran dari ibunya. Perempuan itu seketika mengatupkan bibirnya lalu meringis untuk tak lagi - lagi sembarangan bicara. "Pokoknya kakak jangan tegang ya!" Sheila kemudian mundur dan merangkul lengan suaminya mesra. Ya, adik sambung yang berbeda beberapa tahun dari dirinya itu sudah menikah dengan seorang yang berprofesi sebagai dokter juga. Shiren juga telah memiliki seorang putera berusia satu tahun. Helena tak berkomentar. Dia ikut berbalik dan berjalan lurus sampai ke ruang acara. Namun entah kenapa tiba - tiba perasaannya menjadi semakin tak begitu baik. *** "Helen, jangan diam saja! Setidaknya berikan senyum mu untuk orang - orang. Oh ya, Peter juga sebentar lagi akan datang." Milen mendekat. Berdiri di samping Helena yang sedari tadi membisu. "Dia pria yang baik. Kau pasti akan cocok dengannya." Imbuh Milen. 'Cih, cocok?' Helena mendecih. Malas menanggapi perkataan perempuan itu. Bagaimanapun hal - hal yang berkaitan dengan perjodohan ini, bukan semata - mata karena ayahnya tetapi juga atas inisiatif perempuan yang berstatus sebagai ibu tirinya. Tetapi sampai kapanpun, dia tidak akan pernah menganggapnya ibu. Helena lalu memutuskan menatap layar ponselnya yang sedari tadi berkedip - kedip. 'Selamat malam Helena, jangan lupa makan ya!' Pesan dari Peter. 'Helen, apa kau sudah sampai ke hotel?' Pesannya lagi. 'Oh iya, sebelum berangkat jangan lupa pakai jaket ya! Meski di mobil, cuaca malam ini sangat dingin. Sebentar lagi pasti hujan. Aku tak ingin kau sakit. Aku sangat mengkhawatirkanmu.' Tambah Peter lagi. Dan seperti yang sudah - sudah, Helena enggan membalasnya meski dengan kalimat singkat sekalipun. Bagaimana dia bisa cocok jika belum bertemu saja, lelaki yang hendak ditunangkannya itu rasa - rasanya sudah membuatnya risih. Dan tak berselang lama, terdengar suara gemerisik muncul dari arah belakang. Para tamu undangan yang telah hadir juga turut menoleh saat Sang punya acara mulai menampakkan diri bersama para petinggi - petinggi Grup Parmas lainnya. Terlihat beberapa orang berpakaian hitam formal berjalan menyalami tamu - tamu undangan dan tersenyum menyapa. Namun ada dua dari mereka yang memakai jas berwarna putih dengan tekstur mengkilat bila terkena sorot cahaya. Pakaian yang pastinya mahal yang di desain khusus untuk acara resmi seperti ini. Dan tentunya dua orang yang berpakaian berbeda itu merupakan sosok penting di dalam Grup Parmas, dialah.... "Ahh, itu dia nak Peter." Seru Milen sumringah ketika Peter mulai berjalan mendekati mereka. Laki - laki itu tersenyum, "Hai Helena, akhirnya kita bertemu lagi." Sapanya yang seketika membuat Helena melebarkan mata terkejut. *** Kaos putih polos, jaket hitam, celana jeans senada. Penampilan pria itu terlihat santai, namun bisa dipastikan orang - orang akan menoleh dua kali untuk melihatnya. Daniel berdiri bersandar di pintu mobilnya. Tampak acuh tak acuh dengan keadaan sekitar pun ketika beberapa wanita yang tengah berjalan mulai meliriknya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket, sementara tangan lainnya menyangga ponsel. Daniel hanya terus menatapi layar tersebut yang menampilkan deretan foto seorang wanita dengan gaun elegan yang tersenyum menatap kamera. Di sampingnya, seorang laki - laki dengan tuxedo hitam merangkul pinggang wanita itu mesra. Foto itu berasal dari status whatsap pria yang ada di dalamnya. Dan tak hanya satu foto, melainkan ada banyak foto yang diunggah. Dan semuanya ialah foto berdua. Mulai dari foto momen resepsi pernikahan, hingga foto romantis di pantai saat bulan madu. Lucas seolah memang sengaja mengunggah foto - foto itu. Seperti tengah bermaksud menunjukkan kepadanya. Daniel tertawa akan pemikirannya. Tetapi kemudian tawanya terhenti saat dirinya melamun mengamati ulang perempuan yang ada di foto itu. Clara. Cintanya. Yang kini sudah menjadi milik orang lain. Daniel menghela nafas, tetapi kemudian dia tersenyum. Tulus. Ikut bahagia bila rumput kecilnya bahagia. "Senang rasanya bisa melihatmu tersenyum seperti ini Clara." Gumam Daniel melihat satu foto dimana Clara tengah tersenyum haru sekaligus bahagia ketika seorang Lucas memasangkan cincin di jemarinya. Gadis itu benar - benar terlihat bahagia. Dan yang bisa membuatnya seperti itu ialah pria yang kini menjadi suaminya. Ahh... Ini semua karena cinta. Daniel mendongak ketika merasakan tetes air jatuh mengenai kulitnya. Pun dengan layar ponselnya yang juga terkena tetesan air itu. Daniel menengadah dan berguman, "Gerimis." Jeda sejenak, "Dan akan berubah menjadi hujan." Pria itu lalu menurunkan pandangannya kembali ke ponselnya. Mengusap air yang tadi mengenai layarnya. Bibir Daniel menipis, "Hmmm..." "Hujan masih air. Tetapi dia sudah menjadi milik orang lain." Gumamnya yang tanpa sadar berpuitis sembari menatap kembali ponselnya yang masih menampilkan foto Clara. Lelaki itu kemudian segera berbalik masuk ke dalam mobilnya saat sebuah pesan muncul. 'Daniel, nanti jemput kakak di dekat JD Hotel ya!' ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD