3. Kabur

1028 Words
Apa - apa'an ini? Helena membeku di tempatnya ketika melihat siapa sosok Peter_ laki - laki yang hendak dijodohkan dengannya. Pria itu ternyata ialah... "Helen, senang bisa bertemu denganmu lagi." Peter mengulurkan tangan padanya. Mata laki - laki itu berbinar pun dengan senyumannya yang seketika mengembang dengan aneh saat Helena mau tak mau menyambut uluran tangannya. Menyentuh kulitnya. "Kau masih secantik dulu." Imbuhnya. Peter lalu menunduk, memegang tangan Helena erat lalu mengecup punggung tangannya, matanya terangkat memandangi Helena, "Dan ku rasa, pertemuan kita ini adalah takdir." Helena tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Dia ingin menarik tangannya namun cekalan Peter begitu kuatnya. Lalu saat Benjamin Clein, yang tak lain ialah ayah lelaki itu mendekat dan ingin berkenalan dengannya, barulah Peter melepaskannya. Dan Helena, demi menjaga sopan santun tersenyum turut menyalami ayah Peter. Kedua keluarga itu kini berkumpul, saling berbincang satu sama lain. Ayahnya tampak begitu sumringah berbincang dengan Peter dan Benjamin Clein_ ayah lelaki itu. Mereka sudah tampak akrab sekali. Di sana, Helena meremat tangannya dan menggigit bibirnya. Berkata dalam hati. Serius, ayah ingin menjodohkannya dengan laki - laki itu? 'Apa ayah begitu tega?'' Bibir Helena menipis dan dia ingin segera keluar saja dari acara ini saat pembahasan pertunangannya dengan Peter yang kini dibicarakan. "Yo kakak, kenapa ekspresi mu seperti itu?" Sheila mendekat. Berdiri di samping Helena, "Kakak seperti akan pingsan saja." Manik kelamnya lalu bergulir menatap pria gemuk berjas putih yang tengah berbincang - bincang bersama ayah dan ibunya. "Aku tahu Peter tidak setampan kak Jack. Tapi kak, di usiamu ini kakak mau mencari yang seperti apa?" Sheila berbisik, "Jika kakak ingin mencari yang seperti kak Jack, yang mencintai kakak dengan tulus dan mau berkomitmen, itu sudah sangat jarang. Lelaki seperti itu pasti memilih yang muda bukan?" Sheila berkata halus. Seolah - olah menasehati. Namun tentu saja kata - kata itu berisi sindiran yang menusuk. "Lebih baik kakak terima saja Peter. Dia kaya, terlihat sopan, apalagi sepertinya dia jatuh cinta pada kakak." Jeda sejenak, "Lagipula setidaknya ayah tak menjodohkan kakak dengan pria tua bukan?" "Pikirkanlah baik - baik kak! Jangan terlalu memilih dan lupakan almarhum kak Jack. Dia sudah tenang di~." "Apa kau tidak lelah bicara?" Helena seketika menoleh. Memberi sorot tajam, "Berhenti ikut campur dan urusi urusanmu sendiri!" "Bukankah lebih baik kau bersama suamimu yang kini sedang berbincang dengan para wanita." Ucapnya sambil melirik Alex_ suami Sheila yang terlihat begitu sumringah berbincang bersama lima wanita. Hal itu seketika membuat bibir Sheila terkatup dan perempuan itu segera undur diri. Helena menghela nafas. Lalu kembali meluruskan pandang menatap ayahnya yang masih berbincang - bincang dengan Peter dan keluarganya. Bukan masalah karena fisik Peter yang sudah seperti om - om berperut buncit. Tetapi melainkan bahwa pria itu adalah lelaki yang selalu menguntitnya saat dia masih kuliah dulu. Dan Peter adalah pria maniak yang mengejar - ngejarnya sampai membuat Helena merinding. Jika tidak ada Jack kala itu, Peter sudah menjadi sosok stlakernya yang luar biasa menyebalkan. Dan kini lelaki itu hendak dijodohkan dengannya? Ohh ya ampun. Benar - benar. Helena bergidik. Pantas saja sebelum bertemu pun dia merasa risih. Setiap kali pria itu selalu mengirimkan pesan - pesan perhatian. Awalnya Helena masih merespon sebagai bentuk sopan santun. Namun lama - lama pria itu semakin meresahkan. Terlalu sok peduli berlebihan, sok romantis dengan mengirim kalimat - kalimat seperti aku merindukanmu, aku tak bisa tidur karena memikirkanmu. Dan kata - kata lainnya yang seolah - olah mereka sudah sangat dekat dan menjadi pasangan kekasih. Benar - benar membuat merinding. Saat Direktur baru sudah diresmikan dengan serah terima jabatan serta pemotongan pita oleh sederet orang - orang penting Grup Parmas, termasuk Peter dan juga ayahnya yang turut mendapat kehormatan maju ke depan, tiba - tiba Peter mengambil mic lalu mengumumkan sesuatu. Sesuatu yang membuat jantung Helena berdenyut dengan mata melebar. "Hari ini selain peresmian Directur baru, saya_Peter Clein juga ingin mengumumkan mengenai pertunangan saya dengan puteri dari Direktur rumah sakit Brooks. Dialah Helena." Peter menatap Helena dengan sorot memuja dan senyum sumrigah seolah mereka adalah sepasang kekasih sebelumnya. "Malam ini juga, kami akan melangsungkan acara pertunangan." Imbuhnya penuh semangat dan Helena sudah tidak bisa berkata - kata saat tiba - tiba sebuah lampu pijar menyorot ke arahnya dan lelaki itu mendekat lalu menyerahkan cincin yang sudah disiapkan untuknya. Yang membuat Helena syock ialah, bahwa ayahnya sama sekali tidak terkejut malahan tampak tersenyum senang dan ikut menggiringnya agar menerima cincin. What The Hell. Apa - apa'an ini? Kini atensi semua orang tertuju padanya dan dirinya seolah dipaksa untuk menerima cincin itu. Dan semua ini, seperti memang sudah direncanakan sejak awal. Helena menggeleng, menatap ayahnya dengan sorot kecewa dan marah. Tak habis pikir ayahnya akan menjebaknya seperti ini. Di acara resmi seperti ini, di hadapan banyak orang, apalagi orang - orang penting, ayahnya tahu bahwa dirinya adalah tipe yang menghormati orang lain. Tidak akan pernah membuat hal yang dapat mempermalukan keluarga. Tetapi hari ini, keluarganyalah yang membuat dirinya malu. Helena menggigit ujung bibirnya dan mengepalkan tangannya erat. Dia menatap Peter yang tersenyum penuh percaya diri di depannya. "Aku tidak mau." Ujarnya yang segera menyingkirkan cekalan ayahnya lalu Helena segera berlari kabur meninggalkan hotel itu. Suara terkesiap dari para tamu undangan sontak membahana. Pun dengan ayahnya yang tampak terkejut dan segera memanggil orang - orangnya untuk mengejar puterinya. *** Helena tahu bahwa ayahnya tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Dan sekencang mungkin dia harus keluar dari hotel ini. Sungguh dia tidak sudi dijodohkan, apalagi dengan cara seperti ini. Persetan dengan nama baik keluarga. Persetan dengan semuanya. Helena segera melepas sepatu high hellnya saat dilihatnya anak buah ayahnya tengah berlari berpencar untuk menangkapnya. Helena dengan sekencang mungkin keluar dari lobby hotel. Setengah terengah dan panik. Bila saat ini ia tertangkap, ayahnya pasti akan memaksanya untuk melanjutkan acara pertunangan itu. 'Ya Tuhan tolong aku!' 'Jack, ku mohon bantu aku!' Helena berlari seperti orang gila. Gerimis di malam ini tak menyurutkan langkahnya untuk keluar. Anak buah ayahnya semakin mendekat. Dia memutar pandang mencari taxi atau apapun itu untuk membawanya segera pergi dari sini. Lalu dia melihat sebuah sedan berwarna hitam yang terparkir di sudut jalan. Seseorang tampak baru saja hendak memasuki mobil itu. Helena segera berlari ke arahnya kemudian menarik jaket pria pemilik mobil itu. "Tuan, tolong aku!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD