4. Lelaki malam itu

1689 Words
(Seperti apa takdir itu? Kau akan terkejut jika mengetahuinya) *** Suara besi saling bertabrakan. Mobil itu terpental kemudian terguling, kaca jendelanya pecah, apapun yang ada di dalamnya juga ikut bergerak, berserakan, terlempar lalu....... Kling... Kling... Kling... Sebuah benda kecil berbentuk lingkaran yang bercahaya jatuh. Terlempar ke bawah jembatan layang, bersamaan itu sebuah asap perlahan - lahan muncul, tak berselang lama_ terdengar bunyi ledakan yang bersumber dari arah datangnya asap. Dan benda kecil yang jatuh itu, kini bersarang di sebuah rerumputan. Matanya berkilau indah diterpa cahaya matahari. Cincin permata dari seorang Jack. "Wah, apa ini?" Seorang pria dengan pakaian compang - camping berdiri di atas rerumputan. Dia mengernyit saat di kejauhan tadi melihat sebuah sinar kecil yang tampak seperti cahaya kunang - kunang namun berwarna putih yang berkilauan. Lelaki itu lalu berjongkok, menyibak rerumputan yang mengurung benda bersinar yang dilihatnya. Matanya sontak melebar saat ternyata sinar itu berasal dari biasan cahaya matahari dengan sebuah cincin permata yang luar biasa cantik. Mata pria itu berbinar, senyumnya seketika merekah. "Ini asli atau palsu?" Dia harus memeriksanya. Dan pria itupun memasukkan cincin tersebut ke dalam saku celananya kemudian berbalik pergi dengan penuh harapan, bersamaan itu terdengar suara sirene mobil polisi serta ambulan yang terdengar samar - samar dari kejauhan. *** “Tuan, tolong aku!” Daniel tersentak ketika tiba - tiba seseorang menarik jaketnya dari belakang. Dan begitu dirinya membalikkan badan, betapa terkejutnya dia dengan apa yang ia lihat. Pun dengan Helena yang seketika membeku dengan mata melebar. Tak menyangka bahwa pria asing yang ia mintai tolong ini adalah…. Pria malam itu. Malam dimana saat batinnya terguncang lalu dirinya mabuk berat kemudian dengan sembrono mengajak seorang laki - laki asing untuk tidur bersama. Malam yang benar - benar ingin ia lupakan. Tetapi tidak disangka dia akan bertemu dengan pria ini lagi_ untuk ketiga kalinya. Helena perlahan mengendurkan tarikannya dan hendak mundur. Akan tetapi langkahnya terhenti ketika anak buah ayahnya sudah mulai mendekat menuju ke arahnya. Kepanikan Helena kembali. Tidak punya pilihan lain, ia kembali mencengkeram jaket Daniel sambil berkata, “Ku mohon, jalankan mobilnya!” Tanpa menunggu respon lelaki itu, Helena segera mendorong Daniel masuk ke dalam mobil disusul dirinya kemudian. Diapun segera menutup pintu mobil itu saat ke empat anak buah ayahnya sudah berada tiga langkah darinya. Daniel tentu saja masih terkejut, dia tadi datang ke sini bermaksud untuk menjemput kakaknya namun…. Daniel melirik perempuan di sampingnya yang terlihat kalud. Gaun pesta hitam serta kalung permata yang melingkari lehernya tentu saja membuktikan bahwa wanita itu baru saja menghadiri sebuah pesta. Tetapi.. pandangan Daniel turun ke kaki Helena yang tak mengenakan alas apapun. Sepatu hell perempuan itu berada dalam gengamannya dan juga dilihatnya tiga orang laki - laki berpakaian hitam - hitam berlari menuju ke arah mobilnya. Yang pasti mengejar gadis ini. Tanpa menunggu lama Daniel segera melajukan mobilnya sebelum orang - orang berpakaian hitam itu mendekat. Helena seketika menghela nafas lega. Bersyukur bahwa hari ini dia bisa menghindari pertunangan yang tiba - tiba dan sangat dipaksakan itu. Namun tentunya ia sadar bahwa segalanya tidak akan berakhir sampai di sini. Ayahnya sekarang pasti sedang marah besar dan tentunya malam ini dirinya tidak akan kembali ke rumahnya. Dia tidak mau mendengar kata - kata pedas atau hal apapun yang berkaitan tentang kaburnya dia malam ini. Keluarganya pasti akan menyalah - nyalahkannya. Terlebih jika sekarang dia kembali ke rumah, bisa saja saat ini ayahnya sudah mengutus anak buahnya menjemputnya lalu menyeretnya kembali ke pesta. Dia tidak mau. Memikirkan akan bertunangan dengan Peter membuatnya merinding. Tetapi saat ini.... Helena mengerjap dari lamunannya saat merasakan mobil yang ia tumpangi tiba - tiba memelankan lajunya seolah - olah hendak berhenti. Padahal mereka belum cukup jauh dari hotel tempatnya melarikan diri tadi. Apa lelaki ini berniat menghentikan mobil? Tidak... Tidak... Jangan sampai. Helena seketika menoleh pada Daniel dengan panik, "A... Apa yang kau lakukan?" Sebelah alis Daniel terangkat sebelum kemudian menurunkan tangan kirinya yang menggemgam ponsel, "Hanya sedang mengirim pesan." Jawabnya. Lalu lewat kaca spion, dia melihat orang - orang berpakaian hitam tadi ternyata masih berlarian berusaha mengejar, hal itu tentu saja yang membuat kecemasan perempuan ini kembali. Oleh karena itu tanpa ditanya, Daniel segera menancap gasnya memastikan orang - orang yang mengejar gadis ini telah hilang dari pandangan. Dalam hatinya berkata. 'Maafkan aku kakak!' Sementara itu di lain tempat, seorang perempuan berambut sebahu baru saja keluar dari supermarket dekat JD hotel. Perempuan itu mengerutkan kening melihat ponselnya yang berisi pesan singkat dari adiknya. "Hoo, katanya sudah sampai. Mengapa tiba - tiba tidak bisa?" Huh.. Diana Mateos mendengkus. Memasukkan ponselnya ke dalam tas, malam ini ia terpaksa menaikki taxi. **** Akhirnya dia bisa menjauh dari semua ini. Helena menghela nafas lega. Menyandarkan punggungnya dengan nyaman, tak bisa dipungkiri betapa luar biasa lega dirinya saat ini. Kepala dan hatinya yang tadinya seolah memikul batu berton - ton, terasa hilang begitu dirinya berhasil menjauh dari JD Hotel. Semua itu tak lepas dari…. “Jadi, saya harus membawamu kemana Dokter?” Pertanyaan itu membuat Helena tersentak. Dia nyaris lupa bahwa pria di sampingnya saat ini ialah salah satu pria yang harusnya ia hindari. Bahkan dirinya tidak ingin bertemu lagi. “Ke hotel terdekat.” Jawabnya. Untuk sepersekian detik, Daniel tampak terdiam dan Helena tercengang dengan kata - katanya sendiri sebelum akhirnya dengan galak meralat ucapannya, “Jangan berpikir macam - macam! Aku tidak mabuk.” Ehh... Hening. Daniel yang tengah berkonsentrasi menyetir tampak mengerjapkan mata beberapa kali sebelum kemudian dengkusan menahan tawa keluar dari bibirnya. Pria itu menoleh menatap Helena yang memasang raut tak bersahabat sekaligus antipati. Daniel tidak mengatakan apapun, hanya menarik sudut bibirnya kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke depan. Kening Helena mengerut menatap pria di sampingnya dengan aneh. Apa - apa'an reaksi itu? Daniel yang hanya tersenyum tanpa menjawab membuat Helena semakin was - was. Dia bicara seperti itu agar lelaki ini tidak salah paham saat dirinya menyebutkan kata hotel. Dirinya tak mau jika lelaki ini berpikir bahwa itu adalah sebuah ajakan cek in menghabiskan malam bersama. Peristiwa beberapa bulan lalu bersama pria ini sudah cukup membuatnya hati - hati agar tak bicara ngawur pun juga tidak akan pernah mabuk sembarangan lagi. Demi Tuhan, dia sangat menyesal. Dan dirinya juga merasa berdosa kepada Jack. Tidak seharusnya dirinya bersentuhan dengan lelaki lain. Ya, meski kekasihnya itu sudah berada di alam berbeda dengannya, tetapi rasanya... ketika dirinya bersama lelaki lain, dia akan merasa sangat bersalah. Hatinya selalu merasa tak nyaman, pikirannya selalu merasa tak tenang, karena..... hanya akan ada Jack yang selalu menjadi penghuni dua tempat itu. Tidak ada orang lain. Helena melengos. Menyandarkan kepalanya ke jendela, dia menatap hujan rintik - rintik di luar sana yang sebentar lagi mungkin akan berubah menjadi hujan. *** "Terimakasih." Begitu menemukan hotel baru yang berada jauh dari tengah kota, Helena segera turun dan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Daniel. Ya, bagaimana pun dirinya bisa keluar dari situasi buruk tadi karena bantuan pria itu. Tak perlu menjanjikan imbalan atas bantuan ini, dalam benak Helena berpikir bahwa semua ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelakuan pria itu padanya dulu. Dengan ini dirinya akan mengurangi kadar rasa marahnya pada Daniel. Dan dirinya juga tidak ingin bertemu lagi dengannya. Cukup sampai di sini dan ini yang terakhir kali. Tidak perlu ada perjumpaan lagi. "Sekali lagi terimakasih!" Tanpa memberi Daniel kesempatan untuk membalas ucapannya, Helena segera berbalik dan berjalan masuk ke lobby hotel. Daniel yang masih duduk di jog hanya bisa mengatupkan bibirnya kembali lalu menurunkan tangannya yang tadinya hendak mengatakan sesuatu. Dia menghela nafas, kemudian hanya terdiam memperhatikan punggung perempuan yang telah berlalu pergi. Setelah memastikan perempuan itu masuk ke dalam hotel, barulah Daniel memutuskan menyalakan mobilnya kembali. Pertemuan ini mungkin hanya sebuah kebetulan. *** "Ada yang bisa kami bantu nona?" Pertanyaan dari resepsionis hotel menyentak lamunannya. Helena mengangguk kemudian berjalan mendekat ke arah perempuan muda berpakain rapi itu. "Adakah kamar kosong untuk satu malam?" Pelayan hotel itu tersenyum ramah, "Tentu saja ada nona~." Jeda sejenak ada kerutan di dahinya saat mengamati penampilan Helena. Perempuan yang hendak menginap itu memang mengenakan gaun pesta hitam yang sangat cantik, akan tetapi semua itu menjadi aneh ketika dia tidak mengenakan alas kaki apapun. "Dua ratus dollar untuk satu malam." Ucapnya kemudian. Helena mengangguk, dia hendak menunduk ke bawah merogoh saku pakaiannya ataupun mencari tasnya. Namun dia lupa bahwa gaunnya sama sekali tak berkantong, pun dengan tangannya yang sama sekali tak menggenggam benda apapun. Mata Helena melebar, baru sadar bahwa dirinya tidak membawa dompet serta handphonenya. Handphonenya tertinggal di tempat pesta, dan sialnya dirinya tidak membawa sepeser uangpun. Helena menggigit ujung bibirnya dengan terpaksa meninggalkan hotel itu. Malam ini entah kenapa nasibnya begitu sial. Sungguh menyedihkan. Perempuan itu keluar kemudian menghela nafas setelah pintu kaca lobby hotel itu terbuka. Helena lalu berjalan lunglai seperti orang yang kehilangan daya hidup. Pun dia kemudian memekik saat telapak kakinya yang telanjang menginjak sesuatu yang membuatnya berdarah. Helena segera mencabut serpihan kaca yang menusuk kakinya. Gadis itu mendongak, tiba - tiba matanya terasa panas lalu sedetik kemudian cairan bening mengalir dari sudut matanya. Sakit. Bukan karena lukanya. Tetapi karena nasibnya. Entah kenapa dirinya merasa sangat menyedihkan. Malam ini seolah menjadi hari yang membuat kesedihannya bertahun - tahun yang lalu kembali. Kesedihan karena kekasihnya telah pergi untuk selamanya dan kesedihan bahwa sejak itu, dia benar - benar merasa sepi. Fakta bahwa malam ini dirinya tidak tahu harus kemana membuatnya merasa nelangsa. Uang serta ponselnya tertinggal. Jikapun dirinya hanya membawa ponsel, ia juga tidak tahu harus menghubungi siapa. "Ahh... Sial." Helena menggigit ujung bibirnya saat gerimis tadi sekarang telah benar - benar berubah menjadi hujan. Helena segera mundur dan menyandarkan punggungnya ke tembok trotoar hotel. Memayunginya dari guyuran hujan, meski mungkin tidak bisa memayunginya sepenuhnya. Gadis itu kemudian berlutut. Memeluk dirinya sendiri serta menenggelamkan wajahnya yang tengah terisak. Ya Tuhan. Dia benar - benar ingin pergi saja. Ingin segera menyusul kekasihnya. Karena rasa - rasanya dia sudah tidak memiliki hal lain untuk membuatnya menyukai sesuatu tentang hidup. Dia harus bagaimana sekarang? "Dokter~." Sebuah suara samar - samar terdengar dari derasnya hujan. Tubuhnya yang tadinya terkena cipratan hujan, entah kenapa sudah tidak ada lagi seolah sesuatu telah menghalanginya. Perlahan Helena mendongak dan menemukan seorang pria tengah berdiri memayunginya. "Sepatu anda tertinggal, dokter." Ucap Daniel mengulurkan sepatu kaca hell gadis itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD