Ketika Ryan selesai memakaikan daster bersih, ia merapikan selimut. “Sudah, Bu. Istirahatlah. Besok pasti lebih baik.” Dewi menatap Ryan, bibirnya bergetar. “Ryan… kalau bukan kamu, mungkin aku sudah mati sendirian.” Ryan tersenyum samar. “Jangan bilang begitu, Bu. Selama ada Nu, Ibu nggak akan sendirian.” Kata-kata itu membuat Nu tersentuh. Tapi saat ia melirik ibunya, ia melihat mata Dewi basah—bukan hanya karena sakit, tapi juga karena sesuatu yang jauh lebih dalam. Saat Ryan keluar sebentar untuk menyiapkan air panas di dapur, Nu duduk di samping ranjang ibunya. “Bu…” suaranya bergetar. “Jangan lihat Mas Ryan seperti itu. Dia milikku.” Dewi membuka mata, menatap Nu tajam. “Milikmu? Kau yakin dia benar-benar milikmu? Apa kamu pikir lelaki sebaik itu hanya akan mencintaimu?” Nu ter

