1. Si Gadis Liar
Gadis itu menari liar dibawah alunan musik yang menghentak, menyentuh tubuhnya yang kini tercetak seksi berbalut gaun mirip lingerie berwarna merah.
Bibirnya yang berwarna merah tersenyum saat kumbang datang mendekat kearahnya, tergoda.
"Ergh!" manicnya meredup, bibirnya mengerang saat tangan asing membelai tubuhnya tanpa sungkan sembari menggesekkan bagian selatan tubuh mereka.
"Baby, you are so sexy." Suara asing itu mengalun rendah di telinga sang gadis, bibir itu terbuka dan memainkan telinga sang gadis dengan lidahnya.
Gadis itu membalikkan tubuh, mengalungkan lengannya ke leher si pria asing dan mendekatkan tubuh keduanya.
"Seseksi apa?" Gadis itu bernama Mika, dia mendongakkan kepala, memberikan sang kumbang pemandangan lehernya yang cantik.
"Seksi, cantik dan mulus." Pria itu ingin merasakan manisnya kulit pualam sang gadis di lidahnya namun niatnya terganggu saat tepukan keras hinggap di bahu tegapnya.
"Bisa lepasin tangan kotor Lo darinya?!"suara itu kasar dengan wajah merah, emosi.
"Cari gadis lain. Dia bersama saya."
"Dia pacar gue!" Tangan pemuda itu meraih kerah kemeja pria dan mencekiknya, "Kalau lo masih ngotot, gue bisa panggil anak-anak buat hajar lo." Pemuda itu menunjuk ke sudut sofa dimana teman-temannya berada.
"Ok. Ok. Saya pergi." Si kumbang itu mundur, dia tidak mau mengambil resiko babak belur hanya karena seorang gadis.
"Kamu tahu apa yang kamu lakukan membuatku cemburu?" wajah pemuda itu masam diikuti dengan tangannya yang menarik tubuh seksi sang kekasih untuk menempel pada tubuh kekarnya.
"Cemburu? Aku pikir kamu sudah nggak peduli karena asyik sama teman-teman kamu."
"Mana mungkin aku diam kalau pacarku yang seksi disentuh orang lain." Marco, pemuda yang sedari tadi mengamati gerak Mika akhirnya turun untuk merebut kekasih itu.
"Manis banget kalau cemburu."
"Gimana nggak cemburu? Seksi gini."
Cup.
Satu kecupan diberikan di pundak mulus si gadis, "Mika, kamu wangi banget. Kamu pakai parfum baru?"
"Hm. Suka?"
"Suka." Marco menghindu aroma manis sang kekasih yang memabukkan, "Wanginya enak banget, jadi pengen makan kamu." Pemuda yang semula menghirup aroma sang kekasih itu mulai melakukan hal yang lebih, mengecup leher jenjang sang gadis sambil sesekali mengeluarkan lidahnya untuk menjilati kulit lembut Mika.
"Engh!" Mika menggigit bibir, menahan erang kenikmatan akibat ulah nakal sang kekasih.
"Mika, mau nggak nginep di kost-ku? Aku ingin habisin waktu berdua sama kamu."
"Tapi..."
"Mau, kan?" Marco menatap Mika penuh harap, "Kamu bilang sendirian di rumah dan tak ada satupun yang ngawasin?" Marco menyatukan dahinya dengan milik Mika sambil sesekali mengecupi wajah gadisnya yang cantik.
"Mika..."
"Lalu gimana sama Desyana?" Mika menoleh kearah sofa yang kini diduduki oleh teman-teman Marco dan satu gadis berkaca mata tebal.
"Tinggalin saja dia disini."
"Kalau dia kenapa-napa, aku dipenggal oleh orang-orang rumah."
"Kenapa kamu begitu peduli dengan culun itu?" wajah Marco merenggut tidak suka, "Kau tidak punya tanggung jawab untuk menjaga Desyana, kamu bukan baby sitter-nya."
"Kamu pikir aku mau mengajaknya kesini? Aku terpaksa." Mika cemberut, "Lalu bagaimana?"
"Karena kamu tidak bisa ikut aku ke kost-ku, bagaimana kalau kita pergi ke atas?" Marco melirik ke lantai atas Maximilian yang berisi kamar-kamar VIP.
Ide yang diberikan Marco tidak buruk, Mika hanya pergi sebentar tanpa meninggalkan gadis itu disini.
"Brak!" Pintu ruangan itu ditutup dengan kasar oleh sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara itu.
"Engh!" erangan kenikmatan mengalun dari bibir Mika saat Marco memuja tubuh indahnya dengan kecupan dan hisapan panjang.
"Plak!"
Tangan Marco menepuk pipi bagian selatan tubuh Mika yang kenyal kemudian meremasnya gemas menggunakan kedua tangannya.
"Aku suka bagian ini. Aku jadi ingin merasakannya di bawah lidahku." Marco menatap Mika, meminta persetujuan sang kekasih, "Bolehkan aku melihat bagian selatan tubuhmu?"
"Coba saja kalau berani." Mika melepaskan diri dari pelukan Marco, berjalan kearah ranjang dan duduk disana.
"Kemarilah, Honey."
Sementara itu di luar sana, Desyana menatap bayang sepupunya yang beradu kasih dengan kekasihnya tanpa malu sebelum akhirnya masuk kedalam sebuah ruangan.
Ini adalah pengalaman pertama Desyana pergi ke club' dengan balutan gaun mini. Desyana ingin pulang tapi dia baru bisa pulang jika urusan Mika dan Marco selesai.
Tenggorokan Desyana kering karena haus namun gadis itu menahan diri untuk tidak minum minuman yang tersaji diatas meja karena mengandung Alkohol.
Desyana duduk kaku, mengabaikan teman-teman Marco yang sedari tadi menggodanya hingga di satu detik Desyana melihat sosok itu, berjalan menembus lautan manusia dengan setelan kemeja rapinya.
"Mika..." Desyana panik, gadis itu langsung berlari ke lantai atas, menembus lautan pengunjung yang sebagian besar sudah dibawah pengaruh Alkohol.
Dia dan Mika harus segera keluar dari tempat ini sebelum pria itu menangkap mereka.
"Dok!Dok!Dok!"
"Mika, buka pintunya Mika! Mika!" Desyana berteriak sekeras mungkin berharap orang didalam sana mendengar suaranya.
"Mika...!"
"Bisakah kau minggir sebentar?" suara itu terdengar berat di telinga, membuat bulu kuduk Desyana merinding takut karena tanpa menoleh ke belakang, gadis itu tahu siapa sosok itu.
"Buka kuncinya!" Seorang pelayan maju, membuka kunci otomatis ruangan itu.
"Brak!"
Tendangan kasar itu menghantam dinding membuat mereka yang tengah bergumul diatas ranjang terlonjak kaget dan langsung menolehkan kepala kearah pintu yang terbuka lebar.
"Pulang sekarang, MIKAILA!"