#1

1226 Words
Ibu Anataya,  dipanggil pak Fariq ke ruangannya," ujar Tenti, sekretris cantik itu tiba-tiba mengagetkannya,  ia pandangi satu persatu stafnya masih tekun berkerja di kubikelnya masing-masing. Akhir bulan yang melelahkan. "Iya Ten,  aku akan segera ke sana," sahut Aca, panggilan akrab Anataya, bangkit dan melangkah menuju ruangan direktur. Membuka pintu perlahan dan tampak wajah dingin Fariq yang mengalihkan pandangan dari komputer pada wajah lelah di depannya. Sekilas Aca melihat nama di meja direktur, Farihasqa Hafez Mikala, ia menghembuskan napas berat, berusaha tenang menghadapi bosnya yang jarang berbicara, namun pandangan matanya seolah bisa menebak apa yang ada di kepala anak buahnya. "Apa selalu seperti ini pekerjaan anak buahmu, tidak bisakah meningkatkan speednya, ini sudah jam berapa,  pulanglah,  perintahkan divisimu,  besok sebelum maghrib semua pekerjaan harus selesai," ujarnya dengan suara datar namun tatapan matanya mengerikan. "Ya Pak, maafkan saya,  yang kurang becus mengurus anak buah saya, saya akan membuat mereka bekerja lebih baik lagi, permisi," ujar Aca bangkit dari duduknya. "Aku belum menyuruhmu pergi, bisakah kita tidak seformal ini Ca?" tanya Fariq dan Aca kaget saat ia mendengar laki-laki itu memanggil dengan nama kecilnya. "Kita di kantor dan bapak atasan saya," sahut Aca berusaha menatap mata atasannya namun ia kalah lagi, dan pura-pura menatap ujung sepatunya. "Aku sudah sebulan di sini,  menggantikan papa dan kamu tetap dingin padaku, kamu bukan Aca yang aku kenal, laki-laki itu tidak pantas kamu ingat, kamu di sini merenungi nasibmu sampai berubah seperti ini sementara dia,  berada dalam pelukan hangat istrinya," Aca kaget menatap wajah Fariq teman sma-nya yang dulu sangat pendiam sekarang jadi menjengkelkan baginya, Aca menatap dengan geram. "Bukan urusan bapak, itu masalah pribadi saya, permisi," sahut Aca kesal dan melangkahkan kaki ke pintu,  belum sampai ia membuka,  lengannya ditarik oleh Fariq, Aca menoleh dengan marah. "Jika hanya ini yang akan bapak bicarakan,  saya tidak akan capek-capek ke ruangan bapak." **** Aca menghempaskan diri di kursinya, anak buahnya menoleh padanya hampir bersamaan. "Ibu dimarahi?" tanya Ryan kawatir. "Nggak lah,  kalian sudah bekerja dengan baik, dia saja yang masih  merasa kalian kurang cepat kerjanya, ok, kita lanjut besok saja, ini hampir jam sebelas malam, kalian pulanglah,  besok sebelum maghrib bos minta pekerjaan kalian harus sudah selesai," ujar Aca. "Siap bu," suara staf Aca hampir bersamaan. Mereka segera meninggalkan ruangannya dan menuju tempat parkir. Hanya Aca yang masih melanjutkan pekerjaannya. Ia masih saja tekun menatap layar komputer dan sesekali keningnya berkerut. "Minumlah, paling tidak ini bisa menemanimu malam ini," Fariq tiba-tiba menyodorkan mug kecil berisi kopi. "Makasih," ucap Aca pelan pandangan matanya tetap pada komputer. "Bapak ibu sehat Ca?" tanya Fariq tanpa menatap Aca,  matanya melihat ke arah jalan yang masih saja ramai, dari lantai tiga nampak kendaraan yang hilir mudik. "Ibu sehat, bapak meninggal dua tahun lalu," Aca menghembuskan napas dengan kuat,  mengingat bapaknya yang terkena serangan jantung saat mendengar tunangan anak tunggalnya menikah dengan wanita lain hanya dua bulan menjelang pernikan mereka. Mata Fariq terpaku menatap wajah datar Aca. Dua tahun lalu,  berarti bersamaan dengan peristiwa itu, apakah..ah entahlah.. Fariq meneguk kopinya sampai tandas. Menatap wajah dingin Aca yang memejamkan mata sejenak, terdengar komputernya yang sudah dimatikan. Lalu melihat Aca yang meneguk kopinya lalu berdiri. "Saya pulang duluan Pak," Aca melangkah melewati Fariq, dan Fariq melangkah menjejeri langkah Aca. "Tunggu Ca,  aku juga akan pulang," langkah Fariq tergesa ke ruangannya, namun Aca tak peduli melangkah ke lift,  menuju basement. **** Fariq menatap mobil Aca yang melaju, meninggalkan derunya. Fariq melangkah pelan menuju mobilnya. **** "Mandilah dulu Ca, lalu tidur,  ibu menunggumu sejak tadi," ujar ibu Aca memandang wajah putrinya yang sejak dua tahun terakhir jadi sulit tersenyum. "Iya ibu," sahut Aca hampir menyerupai bisikan. Aca masuk ke kamarnya, melepas blazernya, dan baju lain yang melekat di badannya, lalu mengambil bathrobe dan menuju kamar mandi. **** Jam satu Aca mulai menguap berkali-kali. Mulai memejamkan matanya saat notifikasi masuk ke ponselnya,  ia buka dan mendapati pesan singkat dari bosnya. Selamat tidur Ca Aca membiarkan saja tanpa membalasnya, dan ia benar-benar tertidur sambil memegang ponselnya. **** Pagi saat sampai di ruang lobi Aca akan masuk lift tiba-tiba ada yang menjejeri langkahnya masuk hampir bersamaan dengannya. Ia menoleh dan mendapati wajah bosnya yang menjengkelkan. "Pagi Ca," ucapnya pelan saat berdua di dalam lift. "Pagi Pak," sahutnya tak kalah pelan. Keduanya lalu berpisah menuju ke ruangan masing-masing tanpa mengucapkan sepatah katapun. **** "Terima kasih,  kalian bekerja selesai tepat waktu," ujar Aca pada seluruh stafnya yang disambut senyum lebar oleh semuanya. "Jam berapa ini,  kita makan malam yuk, tapi sholat dulu ya habis sholat kita ke cafe yang ada di depan kantor ini, aku yang traktir" ajak Aca. Terlihat senyum bahagia orang-orang yang ada di divisi keuangan. **** Tenti segera melangkah cepat menuju ruangan bosnya saat ia ditelpon. "Ibu Anataya suru menghadap saya Ten," suara Fariq terdengar datar dan wajahnya tanpa senyum. "Eemm sepertinya mereka sedang makan malam Pak,  tadi saya lihat ibu Anataya bersama dengan para stafnya melangkah menuju lift dan berbicara menu yang akan mereka makan," jawab Tenti. "Apa bapak mau makan saja,  biar saya temani," sahut Tenti lagi dengan senyumnya yang semakin manis. "Kembali ke tempatmu,  aku butuh dia bukan kamu," ujar Fariq dan Tenti ke luar dengan wajah kecewa. Fariq mendengus kesal,  ia terlihat tidak suka karena ada anak buah Aca yang sok akrab seperti Ryan yang sering terlihat berjalan berdua dengan Aca. Sekitar jam delapan malam Aca mengetuk pintu ruangannya dan masuk dengan wajah datar dan duduk di depannya. "Pekerjaan divisi kami sudah rampung Pak, kami akan pulang lebih dulu," ujar Aca dan Fariq mengangguk. "Silakan telpon anak buahmu, mereka suruh pulang toh pekerjaan sudah selesai, tapi kamu jangan pulang dulu,ini ada pekerjaan yang ingin aku diskusikan denganmu," ujar Fariq dan Aca menghela napas berat. Terlihat Aca sedang menelpon,  setelah itu ia duduk lagi di depan Fariq. "Apa yang akan bapak diskusikan, bisa agak cepat, karena saya ingin malam ini pulang lebih awal," ujar Aca berusaha menatap wajah Fariq yang sejak tadi tak lepas menatapnya. "Baiklah kita duduk di sofa itu saja, biar aku bisa memperlihatkan dokumennya," Fariq melangkah menuju sofa diikuti Aca. Mereka duduk di sofa yang sama dan menatap dokumen berdua. "Apa yang mau bapak diskusikan,  dari laporan ini kan jelas terlihat jika posisi keuangan perusahaan kita aman,  laba kita besar,  sudah, selesai," ujar Aca, matanya tetap menatap dokumen, ia tahu sejak tadi Fariq lebih sering menatapnya dari samping. Tak ada sahutan, akhirnya Aca memberanikan diri menatap wajah bosnya dari jarak dekat. "Jangan mempermainkanku Riq,  aku lelah," akhirnya Aca memanggil bosnya dengan nama kecilnya dan itu sanggup membuat senyum mahal bosnya terlihat lebar. "Aku hanya ingin duduk di dekatmu lagi Ca,  sama seperti saat kita sma dulu," ujar Fariq hampir menyerupai bisikan. Disaat yang bersamaan masuk sekretaris Fariq yang melihat keduanya dalam posisi yang sangat dekat. Terlihat wajah kesal Tenti. "Ibu, ada yang mencari, dia ada di loby," ujar Tenti dan segera berbalik. "Malam-malam begini, aku temani kamu turun," ujar Fariq meraih tasnya. Aca segera ke ruangannya dan mengambil tasnya,  berdua turun dengan Fariq menuju lift. **** Aca melangkah di sisi Fariq dengan tenang,  ia hanya mengira-ngira saja siapa yang mencarinya pada hampir jam sembilan malam. Semakin dekat, Aca merasakan degup jantungnya yang semakin keras. Ia melihat punggung orang itu yang perlahan berbalik dan tubuh Aca menegang,  tanpa sadar ia memegang tangan Fariq yang segera digenggam erat oleh Fariq,  ia dapat merasakan tangan Aca yang gemetar. "Selamat malam Ca," suara itu seolah melempar Aca pada kenangan kelam dan menusuknya semakin sakit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD