bc

Romance Story (Bahasa Indonesia)

book_age12+
4.2K
FOLLOW
41.1K
READ
revenge
possessive
one-night stand
escape while being pregnant
love after marriage
arranged marriage
arrogant
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Arumi sangat mencintai Bhumi, suaminya. Walau Bhumi terlihat dingin dan acuh tak acuh terhadapnya. Satu tahun Arumi bertahan dengan keadaan itu.

Lalu Arumi merasa semuanya terlalu menyedihkan baginya. Suami yang di cintainya tak terlihat bahagia hidup dengannya. Mungkin keputusannya datang ke kantor Bhumi dengan membawa surat kebebasan itu adalah hal yang benar.

Namun, Arumi melewatkan satu hal. Bagaimana cara Bhumi menyampaikan perasaannya dan memujanya begitu dalam.

.

.

.

Cerita ini berisi 4 kumpulan cerita romance yang berbeda dalam bentuk short story. Salah satu kisahnya seperti yang ada di sinopsis.

chap-preview
Free preview
ABU|Arumi&Bhumi [1]
"Sudah pulang?" Sapaanku terlewati begitu saja. Seakan suaraku barusan adalah suara makhluk astral yang hanya dapat didengar makhluk-makhluk astral lainnya. Napas lelah kembali keluar dari hidungku berikut langkah kakinya yang memasuki kamar kami. Ya, kamar kami sejak satu tahun yang lalu. Bhumi Langit Angkasa. Suamiku sejak satu tahun yang lalu. Laki-laki tampan dengan rahang tegas dan mata tajam yang mempesona. Jangan lupakan suara seraknya yang membuatku melayang. Semakin melayang saat ia menyerukan namaku di atas ranjang. Penuh kenikmatan dan keringat yang menyatu di antara kami. "Kakak mau makan? Aku sudah siapkan makan malam di meja," kataku setelah menyusulnya dan mendapati suamiku yang sedang memijat keningnya di atas sofa. Aku ikut duduk di sampingnya kemudian menggantikan jari-jarinya yang tadi memijit keningnya sendiri. Aku melihat matanya yang terpejam menikmati pijatanku di keningnya. Senyum terukir begitu saja di bibirku mendapati wajah Bhumi yang masih terlihat tampan walau terlihat lelah saat ini. Suamiku memang tampan. Laki-laki paling tampan yang pernah ku temui. Dan aku, wanita paling beruntung yang bisa menjadi istrinya. Aku masih ingat, saat pertama kali Mama mengenalkanku padanya. Saat itu, mataku tak berkedip sedetik pun dan asik memerhatikan wajah tampaknya. Aku yakin, wajah bodohku sangat jelas waktu itu. Bhumi sangat tampan. Bahkan sampai sekarang. Justru aku berpikir bahwa ia semakin tampan. Jika ada yang bertanya perasaanku padanya, aku tak segan menjawab, aku sangat mencintainya. Sangat, sangat, sangat, mencintainya. Tapi jika ada yang bertanya padanya tentang perasaannya kepadaku, aku lebih memilih tak mendengar jawabannya. Aku takut. Aku takut jika jawabannya justru membuat rasa percaya diriku hilang seketika dan memutuskan menyerah dan hilang dari sisinya. Ya, aku se-menjijikan dan se-lebay itu jika sudah berbicara mengenai perasan Bhumi kepadaku. Selama ini, aku hanya menutup mata dan menganggap semua baik-baik saja. Selama Bhumi masih pulang ke rumah dan masih meminta hak nya kepadaku, aku menganggap semua baik-baik saja. Walau hubungan kami hanya terlihat hangat saat di ranjang. Selain itu, hubungan kami sedingin es di kutub. Bhumi jarang bicara. Dia hanya berbicara seperlunya saja. Tapi sepertinya hanya kepadaku. Karena di keluarganya, Bhumi terkenal bawel. Apalagi dengan ibu dan adik perempuannya. Dua wanita spesial yang selalu menjadi nomor satu bagi Bhumi. Jangan tanya nomor berapa aku bagi Bhumi. Karena sepertinya, aku tidak ada di peringkat dua puluh ke atas. Bahkan terkadang aku berpikir bahwa Bhumi hanya menjadikan ku pemuas nafsunya. Juga pajangan yang bisa ia gandeng saat ada acara-acara kantornya atau pesta pernikahan temannya. Selebihnya, aku tak berarti apa-apa. Jangan tanyakan bagaimana perasaanku. Saat ini aku masih bisa berkata aku baik-baik saja. Selama wanita yang menjadi nomor teratas bagi Bhumi masih Mama dan adik perempuannya, bagiku aku baik-baik saja. "Sepertinya kakak lelah sekali. Lebih baik kakak mandi dulu biar Arumi bawakan makanannya ke kamar." Tanpa mendengar jawabannya yang aku tahu Bhumi takkan bersuara, aku segera bangkit menuju dapur untuk membawakan makan malam Bhumi. Sikap Bhumi yang acuh dan dingin membuatku canggung untuk membuka pembicaraan. Setiap aku mencoba, itu tak berhasil. Bhumi hanya menjawab ocehanku seadanya. Tepatnya, hanya empat kata yang keluar, 'Hm, Ya, Tidak, dan Terserah.' Dua bulan awal pernikahan ku dan Bhumi, jangan bertanya sudah berapa kali aku menangis karena sikap dinginnya. Tapi entah kenapa itu tak membuatku jera dan meninggalkannya. Karena setiap kali aku mengamuk karena sikap dinginnya, ia akan membungkamku dengan ciuman mautnya setelah itu membuatku melayang bagai di surga. Ya, semurah itu aku kembali melupakan amarahku dan memakluminya. +_+ "Lusa aku ada acara studi wisata dari sekolah. Dan semua guru harus ikut. Kemungkinan aku tiga hari tidak pulang. Boleh?" Aku bertanya setelah meletakkan kopi panas kesukaannya di atas meja makan. "Terserah." Ya, sudah aku duga. Kalimat Itu yang akan keluar dari bibirnya. Bhumi memang tidak akan melarangku. Bahkan sepertinya dia tidak akan melarangku jika aku pergi dari hidupnya. Bodohnya aku yang seperti w************n yang masih setia di sampingnya. "Lalu setelah studi wisata, aku diklat di Singapura selama dua bulan." Aku pergi tanpa mendengarkan jawaban darinya. Karena sudah pasti, kata 'terserah' Lah yang akan aku dengar dari bibir manisnya itu. Bohong. Aku tidak ada diklat di Singapura sama sekali. Niatnya, setelah studi wisata aku ingin mengajak Bhumi berlibur di Singapura. Papi memberiku tiket liburan bersama Bhumi. Tapi sepertinya, aku harus liburan seorang diri dan menikmati pergantian tahun seorang diri. Bhumi tidak akan mau terlibat hal-hal seperti itu bersamaku. Dia akan lebih senang menghabiskan akhir tahun di rumah keluarganya bersama Mama dan adik perempuannya. Liburan yang Papi berikanpun bukan dua bulan. Aku tadi hanya asal sebut saja karena terlalu kesal mendengar respon dari Bhumi yang begitu acuh. Lagi pula jatah liburan akhir tahunku hanyalah dua minggu. Mungkin nanti aku akan mencari apartemen sendiri dan jauh dari Bhumi. Sepertinya aku memang harus membiasakan diri jauh dari Bhumi sebelum aku nekat bertanya tentang perasaannya kepadaku. +_+ "Selamat pagi, bu Arumi." Aku tersenyum dan membalas sapaan dari Pak Taryo, satpam di sekolah tempat ku mengajar. Kakiku melangkah ringan melewati lorong-lorong menuju ruang guru. Sesekali aku berhenti saat murid-muridku hendak mencium tanganku. Setidaknya, aku merasa hidup dan merasa menjadi manusia saat berada di sekolah ini. "Bu Arumi, jadi, kan, ikut studi wisatanya?" Aku mengangguk saat Bu Tyas mendatangiku yang baru saja menaruh tas di atas meja. "Suaminya ijinin?" tanyanya lagi. "Suamiku bukan tipe suami posesif, kok, bu," Jawab ku balas tersenyum. "Siapa tahu. Bu Arumi kan cantik. Biasanya kalau punya istri cantik suaminya posesif takut istrinya nengok-nengok ke laki-laki lain." Aku hanya tertawa saja. Menertawakan diriku tepatnya. Aku naksir laki-laki lain pun sepertinya Bhumi takkan peduli. +_+

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

T E A R S

read
312.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook