Tahap Kedua

2702 Words
    "Pipi putri Madre kenapa memerah seperti ini?" Lea mengelus pipi lembut Della dengan sayang. Pipi Della memang terlihat memerah dengan cantiknya, menambah kejelitaan Della yang membuat semua orang terpesona.     Della tertawa canggung dan menggeleng. "Mungkin karena suhunya terlalu dingin, Madre," ucap Della sembari mencuri pandang pada Ryan yang duduk di seberangnya. Pipi Della terlihat semakin memerah saat dirinya bertemu tatap dengan netra indah berwarna hijau gelap milik Ryan.     Kini keluarga kecil de Mariano tengah berkumpul di ruangan keluarga bak keluarga sebenarnya yang harmonis dan bahagia. Bahkan Ryan yang terbilang sangat jarang mau duduk bersama dengan ayahnya pun, sekarang terlihat tenang menikmati kopi hitamnya. Leon sendiri memilih membaca bukunya, sesekali menikmati kue kering buatan istrinya.     Lea dan Della duduk bersisian, dengan Lea yang tampak senang mengelus rambut panjang berwarna cokelat milik Della. Lea kembali tersenyum melihat pipi putrinya yang bersemu cantik. "Ah benarkah? Tapi Madre berpikir jika Della tengah menyembunyikan sesuatu. Ayo katakan, apa yang putri cantik Madre ini sembunyikan!”     "Madre~ jangan menggoda Della seperti itu," rengek Della.     Lea tertawa renyah melihat wajah Della yang semakin memerah. Leon melihat jam yang melingkar di tangannya dan berkata, "Sayang, kita harus pergi sekarang."      Leon bangkit dari duduknya dan membopong Lea. Sudah menjadi jadwal rutin bagi Lea untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh di rumah sakit dengan Angel yang menjadi penanggung jawabnya. Hal itu tidak terlepa dari kondisi kakinya yang memang memiliki cidera parah yang harus selalu dapat pengawasan dan pemeriksaan ekstra.     Ayo sayang kita berangkat, ucap Lea pada Della. Putrinya itu memang selalu ikut mengantarnya ketika tidak memiki jadwal kuliah. Kebetulan saat ini, Lea tahu jika Della juga tengah libur. Jadi, Lea sudah memiliki rencanan untuk menghabiskan waktu seharian dengan putrinya itu. Proses pemeriksaan yang membosankan juga tidak aakan terasa jika ada putrinya itu. Sayangnya Della menggeleng dengan netranya yang menyorotkan permohonan maaf. Maaf Madre, Della tidak bisa mengantar Madre.     "Kenapa?" tanya Lea dengan tatapan sedihnya. Padahal ia sangat ingin menghabiskan waktu dengan Della.     "Della harus pergi mengerjakan tugas kelompok. Maafkan Della, Madre."     Lea tidak bisa menutupi kesedihannya, dan jelas ia tidak rela melepaskan putrinya untuk menghabiskan waktu dengan orang lain. Padahal Lea sudah sangat menantikan waktunya yang akan dihabiskan berdua bersama Della. Leon hanya mendesah melihat tingkah istrinya ini. Ia menatap Della dan kemudian berkata, "Madre memiliki Padre yang akan menemaninya selama pemeriksaan. Jadi, pergilah! Tapi ingat, tetap hati-hati dengan orang asing. Jika ada yang aneh, cepat hubungi Padre! Biar Chris yang mengantarmu."      Lea mengulas senyum dan mengangguk pada Della. Meskipun tidak rela melepaskan putrinya, Lea tetap harus melakukannya. Setidaknya Lea harus terlihat rela, agar Della tidak terbebani. Seketika Della bisa bernapas lega, karena baik padre dan madrenya telah memberikan izin. Senyum Della mengembang dengan begitu cantiknya, menghiasi wajah jelitanya.     "Sebelum itu, tolong beri kecupan untuk Madre dan Padre," ucap Lea.     Mendengar hal itu, Della terkekeh dan mencium masing-masing pipi kedua orang tua angkatnya itu dengan sayang. Sepeninggal keduanya, Della berbalik dan menatap kakaknya. "Kak, Della permisi."  Mau ke mana? tanya Ryan datar.     Langkah Della terhenti, ia menatap Ryan yang kini melambaikan tangannya. "Kemari!"     Menurut, Della melangkah menuju Ryan. Tak disangka Ryan menarik Della hingga dirinya terduduk di atas pangkuannya. Tentu saja Della merasa terkejut dan malu. Ia sudah sebesar ini dan masih duduk di pangkuan kakaknya. Ini sungguh memalukan. Bagaimana jika ada yang melihatnya? Sudah dipastikan jika Della akan menjadi bahan olok-olok. "Kakak!"      "Hari ini aku belum meberikan cinta padamu," ucap Ryan lalu mencium pipi lembut Della. Ryan bertanya-tanya dalam hatinya, apakah pipi wanita memang selembut ini? apa mungkin, hanya Della saja yang memiliki kulit selembut ini? Ryan bahkan kecanduan untuk menyentuh dan menciumi pipi lembut Della.     Ryan tak memungkiri jika selama dua puluh tujuh tahun hidupnya, entah sudah berapa ratus wanita yang mendekati dirinya dan menawarkan cinta padanya. Ada pula wanita yang berbaris hanya untuk sekedar berbagi malam yang panas dengannya. Sayangnya dari ratusan wanita itu, belum ada satu pun yang berhasil merebut hati Ryan. Sesekali Ryan memang membiarkan mereka berada di sisinya, tapi Ryan tak pernah memberikan perhatian pada mereka.     Wajar saja, karena Ryan memang tidak memiliki waktu untuk mengurusi wanita dan tingkah manja mereka. dulu Ryan terlalu sibuk dengan setumpuk tugasnya sebagai perwira polisi yang tengah naik daun, ia sama sekali tidak memiliki wkatu untuk bersenang-senang seperti itu. jika pun Ryan memiliki waktu luang, Ryan pasti akan menggunakan waktunya untuk beristirahat total di rumahnya. Karena Ryan tidak tahu kapan dirinya akan kembali mendapatkan waktu istirahat yang nyaman, karena mendapatkan tugas yang berbahaya.     Kini tidak jauh berbeda. Meskipun dirinya sudah ke luar darik kesatuan kepolisian, Ryan masih memiliki kesibukan yang super padat sebagai pemilik dari perusahaan jasa keamanan yang paling dipercayai di negara ini. Jika dulu Ryan sibuk dengan tugasnya sebagai anggota kepolisian, maka saat ini dirinya sibuk dengan tugasnya sebagai pemimpin perusahaan dan calon pemimpin klan Potente Re.     “Kakak!" Della membuang wajahnya saat Ryan akan mencium bibirnya. Sontak saja Ryan menggeram, padahal dirinya ingin kembali menikmati kelembutan bibir merah merekah milik Della. Tiap ingat dengan Della, Ryan tidak bisa menahan diri untuk mengingat kelembutan bibirnya yang merah merekah itu. Ah memikirkannya saja sudah sanggup membuat Ryan menelan ludah karena tergiur dengan kelembutannya yang masih terasa di ujung bibirnya. Bagaimana Della yang polos ini bisa meninggalkan kesan sekuat ini padanya?     "Jangan membuang wajahmu Della! Kau ingin mendapat cinta dariku, bukan?" tnya Ryan.Della mengangguk.     "Della memang menginginkan cinta dari Kakak, tapi Della rasa Kakak melakukan kesalahan. Padre dan Madre juga mencintai Della, tapi mereka tidak pernah melakukan hal seperti itu pada Della."      "Tentu saja. Karena yang boleh melakukan hal ini hanya diriku. Ini tanda cintaku padamu. Hanya aku yang boleh melakukannya padmu. Ingat baik-baik! Jika sampai Padre melakukan hal yang sama, kau harus menolaknya dengan keras! Sekarang diam, dan biarkan aku menciummu."     Della tidak menurut dan kembali membuang wajahnya. Ryan kesal bukan main, ia kemudian menangkup wajah Della sembari menggeram. "Diam Della!"     "Ta-tapi Kak, Della tidak suka dicium seperti itu."      Ryan mendengus. "Aku baru tahu, ada gadis yang tidak suka dicium sepertimu. Di luaran sana, jika aku berteriak akan memberikan ciuman gratis, sudah dipastikan jika ratusan gadis akan mengantre mendapatkan ciumanku. Tapi kau? Dasar aneh!”     Della menatap takut-takut pada Ryan. "Bu-bukan seperti itu. Della hanya takut. Takut kenapa?"     "Della takut terserang penyakit jantung. Kemarin, jantung Della terasa hampir meledak ketika Kakak mencium Della."     Ryan menatap tidak percaya pada wajah jelita Della. Adik angkatnya ini memang terlalu polos, atau memang otaknya terlalu bodoh? ***     “Bagaimana harimu?" tanya Ryan saat Della baru saja masuk ke dalam mobilnya.     “Menyenangkan! Della mendapatkan poin tertinggi pada kuis pagi ini!” seru Della dengan penuh semangat.      Netra Della berbinar saat mengingat kejadian di kelasnya tadi. Della memang tidak berbohong, ia mendapatkan poin tertinggi selama kelas berlangsung. Dan karena ini pula, Della tidak perlu mengerjakan tugas akhir karena poinnya sudah lebih dari cukup.     Della lagi-lagi tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tertarik menjadi sebuah senyuman. Dirinya memang tengah merasa sangat senang karena berhasil meraih poin tertinggi. Ryan mengangguk puas mendengar ucapan Della, lalu mengusap puncak kepala Della dengan lembut. "Keja bagus," puji Ryan.     Beberapa hari ini, hubungan Della dan Ryan semakin membaik saja. Setiap tidak ada orang, Ryan akan bersikap manis dan lembut pada Della. Bahkan Ryan kini sudah rutin mengantar jemput Della. Nilai tambahnya adalah, Ryan melakukan semua itu tanpa perintah siapa pun alias sukarela. Jadi, tentu saja Della bahagia karena kini Ryan memang sudah jauh lebih baik padanya. Kalau begitu, ini hadiah untukmu     "Ice cream!" seru Della dengan mata berbinar. Baru saja ia akan menerima makanan kesukaannya itu, Della teringat sesuatu dan menghentikan niatnya.     "Kenapa? Ambil ini, tanganku pegal memegangnya!" ucap Ryan saat melihat Della yang menarik tangannya kembali dan tak jadi mengambil ice cream yang ia tawarkan.     "Tapi Madre melarang Della makan ice cream saat musim dingin seperti ini. Jika Madre tahu Della melanggarnya, bisa-bisa Madre marah."      "Jika kau tidak mengatakannya pada Madre, Madre juga tidak akan tahu jika kaumakan ice cream. Ambil dan makanlah! Kau suka ini, bukan?"      Della mengangguk dengan antusias, tangannya segera menerima ice cream tersebut. Saat rasa manis disusul dengan rasa kebas menguasai lidahnya, mata Della menyipit lembut saat dirinya tersenyum lebar. Fokus dengan dunianya sendiri, Della tidak sadar jika kini mobil yang dikendari oleh Ryan telah berhenti di bahu jalan yang cukup sepi.     Ryan sendiri tengah mengamati reaksi kesenangan Della. Pria itu tak bisa menahan diri untuk berdecak dan berkomentar, "Hanya karena sepotong ice cream, kau bisa sebegitu senangnya?"      Della menoleh dan mengangguk dengan bibir yang masih tersenyum lebar. Della suka ice cream, makanan ini terasa spesial untuk Della karena dulu Della hampir tidak pernah mencicipi makanan seperti ini sementara semua teman Della memakannya. Dan kali ini Della lebih menyukainya karena Kak Ryan yang memberikannya.     Ryan kembali mengamati tingkah kekanakan Della dalam diam. Ada banyak hal yang ternyata belum Ryan ketahui tentang adik angkatnya ini. Sudah lebih dari satu setengah tahun Ryan mencoba untuk menggali masa lalu Della. Sayangnya, Ryan dan anak buahnya tidak bisa menemukan informasi selain informasi yang sudah Ryan ketahui dari Leon.     Informasi dasar tentang Della yang dulu hidup sebagai Lolita. Ia hanya hidup dengan ibunya yang merupakan keturunan Asia. Della tidak memiliki teman dan tidak memiliki masa remaja seperti remaja lainnya. Della menghabiskan sebagian besar hidupnya di dalam rumah terkurung bersama ibunya yang memang mengurung diri tak mau beriteraksi dengan lingkungan sekitar.     Itu yang menyebabkan Della tumbuh menjadi gadis yang polos, dan tak mengetahui seberapa jahatnya dunia luar. Satu hal yang paling penting, Della juga tidak tahu fakta apa pun tengah ayah kandungnya. Bahkan namanya saja, Della tidak tahu. Sungguh menyebalkan bagi Ryan, karena dirinya tak bisa menemukan apa yang ia inginkan. Seharusnya Ryan menemukan sesuatu yang bisa membuatnya semakin membenci Della.     Kini terasa lebih menyebalkan ketika Ryan sadar jika baru saja pikirannya dikuasai oleh Della. Ia melirik Della yang masih asyik menikmati ice cream. "Apakah enak?"      Della mengangguk. "Kakak ingin mencobanya?" tanya Della sembari menyodorkan ice cream di tangannya pada Ryan.     "Aku ingin mencobanya, tapi aku ingin cara yang lebih seksi."     Della mengerutkan keningnya tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Ryan. Della terkejut saat tiba-tiba Ryan membuatnya duduk di atas pangkuannya. Della merasa sangat malu saat sadar posisi duduknya yang terasa begitu intim dengan Ryan. Bayangkan saja, kini Della duduk mengangkang dan menempel pada tubuh Ryan! Untungnya, selama musim dingin seperti ini Della selalu menggunakan celana panjang.     "Ka," Suara protes Della segera terpotong saat Ryan mengecup dan memagut bibirnya. Ryan memejamkan matanya, menikmati sensasi dingin dan manis sisa-sisa ice cream dalam mulut Della.     Della sendiri tampak mematung dengan mata melotot polos pada Ryan. Puas dengan aksinya, Ryan membuka matanya dan menatap wajah cantik Della. Adiknya itu memiliki wajah kecil dengan kulit putih dan manik cokelat terang yang memikat. Sudah bisa dipastikan lelaki mana pun pasti akan tercuri hatinya. "Ternyata dengan cara yang baru, ice cream biasa seperti ini terasa lebih nikmat," puji Ryan sembari mengusap lembut pipi Della yang memerah.     "Ayo makan lagi!" perintah Ryan lalu menyuapi Della dengan ice cream.     Della menurut saja dan melupakan rasa malunya barusan. Matanya kembali menyipit merasakan nikmatnya rasa manis ice cream yang meleleh membasuh setiap inci mulutnya. Jika Della sudah kembali fokus dengan ice cream kesukaannya, maka Ryan kini tengah memeluk Della dengan erat.     Ryan menyandarkan keningnya di bahu Della untuk beberapa saat, sebelum menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Della. Awalnya hanya ingin menghirum aroma khas dari Della yang terasa lembut dan mengundang, tapi ketika hidung Ryan menyentuh kulit leher Della, Ryan tak bisa menahan diri untuk mencium kulit lembut yang menggodanya itu.     Merasa terkejut, Della tanpa sengaja menjatuhkan ice cream hingga menodai kursi penumpang mobil Ryan. Sadar ada yang aneh, Ryan menghentikan aksinya yang tengah memberikan kecupan tipis di sepanjang leher dan bahu Della. Ia melirik noda yang mengotori kursi penumpang.     "Rupanya kau kembali membuat ulah."     "Ma-maaf Kak, Della tadi terkejut. Kenapa Kakak mencium di sana, itu terasa geli."     "Sudah salah, dan kini malah menyalahkan orang lain. Sepertinya kau memang harus mendapatkan sedikit pelajaran."     Dan sedetik kemudian Della kembali menjerit saat Ryan menggigit lembut bahunya. Della dengan spontan berusaha menjauh dari Ryan, sayangnya Ryan lebih dahulu mendekap tubuh ramping Della dengan erat. Ryan tanpa peduli dengan reaksi Della, terus melanjutkan kegiatannya. ***     "Aku senang, kini Della sudah bisa sedikit dekat dengan Ryan," ucap Lea sembari menyamankan diri dalam pelukan Leon.     Kini keduanya tengah berada di atas ranjang mereka, dengan posisi berbaring dan Lea dalam pelukan Leon. Jika Lea memasang senyum lebarnya, maka Leon hanya menampilkan ekspresi dingin. Lea tentunya merasa senang karena kini Ryan sudah mau mengantar jemput Della, bahkan tadi saja Ryan mengajak Della makan malam di luar. Terlihat jika hubungan mereka sudah agak membaik.     "Benarkah? Aku rasa ada yang aneh dengan keduanya."      "Kau ini bagaimana? Putra putrimu mulai akur, dan kau mengira itu adalah hal yang aneh?" tanya Lea dengan sedikit meninggikan suaranya. Tentu saja Lea marah karena Leon tidak terdengar senang atas apa yang terkadi.     “Sttt, jangan marah. Maksudku, kenapa dua anak itu bisa tiba-tiba dekat? Terutama Ryan, kenapa dia sekarang mau mengantar jemput Della? Bukankah dia selalu menjaga jarak dengan Della?"     "Bukankah itu adalah kabar baik? Jangan mengkhawatirkan hal yang tidak perlu! Aku harap kau tidak menyuruh Ken untuk menguntit keduanya, atau aku akan marah! Biarkan keduanya menemukan cara untuk benar-benar dekat, aku harap mereka benar-benar bisa menjadi seorang adik kakak," ucap Lea lalu mencium d**a telanjang Leon dengan penuh kasih.     Leon mengerutkan keningnya dan berkomentar, "Ya, aku pun mengharapkan hal yang sama."      Sedangkan di ruangan yang berbeda, tepatnya di kamar Della yang terletak di ujung lorong lantai dua. Kini Ryan menyelinap masuk ke dalam kamar adiknya yang sudah gelap, karena semua lampu kamar telah dimatikan. Ryan dengan perlahan naik ke atas ranjang. Tanpa permisi, Ryan masuk ke dalam selimut dan memeluk Della yang tertidur lelap.     Awalnya Ryan melangkah ke kamar adiknya tanpa memiliki rencana apa pun. Ia hanya ingin menuntaskan rasa inginnya untuk melihat wajah Della. Sayangnya setelah melihat wajah polos Della yang tengah tertidur, Ryan tak bisa menahan diri untuk ikut berbaring di samping tubuh ramping adiknya ini. Dalam jarak sedekat ini, Ryan bisa menghirup rakus wangi khas tubuh Della. Ryan sendiri tidak yakin bau apa ini, hanya saja Ryan menyukai wangi tubuh Della. Terasa manis dan lembut, menenangkan sekaligus memantik gairahnya yang telah lama tertidur hingga kini menggeliat terbangun. Ryan memposisikan diri untuk berada di atas tubuh Della dengan kedua tangan yang menjaga agar bobot tubuhnya tak sepenuhnya menekan Della.     Ryan bisa melihat ruam merah yang telah berubah keunguan di ceruk leher Della. Entah mengapa dirinya merasa bangga telah membuat maha karya di sana. Ryan mengalihkan pandangannya pada wajah Della. Wajah gadis ini tampak mungil dengan kulit putih s**u. Warna kulit murni yang jarang terlihat di negara ini. Ryan menurunkan pandangannya dan merasa mendapatkan jackpot saat melihat dua benda yang membusung di balik gaun tidur tipis Della. Dengan seringai m***m yang jelas Ryan berkomentar, Wah aku tidak tahu jika akhir-akhir ini para gadis menyukai cara tidur seperti ini.     Ryan menyiakan salah satu telapak tangannya di atas bibir Della, lalu kepalanya menunduk tepat di atas d**a Della. Lalu sedetik kemudian Della tersentak bangun dan berusaha menjerit, untungnya telapak tangan Ryan yang sebelumnya telah bersiap segera membekap Della dengan erat. Della melotot terkejut dan berusaha melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dadanya.     Della menggeliat tak terkendali saat merasakan dadanya semakin aneh. Ryan menghentikan aksinya dan mengangkat wajahnya. Keduanya terasa cukup nikmat meskipun aku cicipi dari luar pakaianmu. Della melotot menatap mata hijau gelap milik Ryan. Ia tak percaya dengan apa yang barusan dilakukan kakaknya. Kakak tampannya itu barusan telah menyusu padanya? Oh Tuhan, apa yang sebenarnya diinginkan kakaknya itu?      “Jangan menjerit lagi, dan aku akan membukanya," ucap Ryan sembari menujuk tangannya yang masih membekap Della.     Della mengangguk dan dirinya bisa kembali terbebas. "Kakak kenapa di sini? Dan apa yang Kakak lakukan barusan? I-itu sangat memalukan dan terasa aneh."     "Bukankah ciuman juga terasa aneh pada awalnya, dan kini kau sudah merasa terbiasa? Maka ini juga sama halnya dengan ciuman. Ini langkah kedua dari kecintaanku padamu. Jika masih ingin mendapatkan cinta dariku, maka diam dan nikmati saja. Tahan suaramu, aku tidak mau jika sampai ada yang mengetahui apa pun tentang kita."     Della menggigit bibirnya saat lagi-lagi Ryan mencucup putingnya yang masih terbalut gaun tidur tipisnya. Kepala Della terasa pening karena hantaman sensasi aneh yang baru pertama kali ia rasakan. Sensasi aneh yang jujur saja membuat jantung Della berdetak tiga kali lebih cepat daripada biasanya, dan Della menyukai debaran ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD