Audrey - 3

1934 Words
Audrey meronta, memberontak sekuat tenaga. Dia berusaha keras melepaskan diri dari gendongan Malvino yang sudah melangkah ke arah ranjang. "Turunkan aku!!" teriak Audrey berang. "Tidak akan, sebelum aku membuktikan ucapan Pak tua tadi, Nona Audrey yang cantik...." balas Malvino datar. Ia membawa Audrey ke atas ranjang, merebahkannya dengan pelan. Audrey tidak tinggal diam, setelah ia dibaringkan justru Audrey berniat untuk melompat lagi dari ranjang itu. Tapi nahas, Malvino sigap menangkapnya dengan gerakan tak terbaca. "Kau mau ke mana, hem?" "Kumohon! Jangan sentuh aku. Aku--" "Ssttt ... Keep stay and enjoy, Senorita...." bisik Malvino tersenyum nakal. Malvino mengangkangi kaki jenjang Audrey, ia bahkan mendudukinya tanpa mempedulikan aksi berontak sang gadis. "Menyingkir dari atas kakiku!" teriak Audrey kencang, urat-urat lehernya sampai tercetak tegang saking kencangnya ia berteriak. "Iya, aku akan menyingkir, Nona, tapi setelah aku menuntaskan gairahku yang sudah berkobar ini," jawab Malvino sembari mengusap sesuatu yang menyembul di bawah perut kotak-kotaknya kini. Audrey tidak kehabisan ide, dia mengedarkan matanya ke segala arah. Mencari suatu benda yang setidaknta bisa digunakannya untuk melukai Malvino. Saat matanya menangkap lampu tidur minimalis yang tersimpan di nakas sebelah kiri ranjang, ia lekas menjulurkan tangann guna meraih benda itu. Namun terlambat! Malvino bahkan sudah keburu menyadari apa yang akan dilakukan Audrey. Secepat angin berembus, tangan besarnya menangkap tangan Audrey hingga membuatnya terkesiap kaget. Tatapannya kini beradu dengan sorot menyala Malvino yang menghunus tajam. "Kau mau apa, hem?" tegur Malvino basa-basi, "Mengambil lampu tidur itu dan membantingkannya ke kepalaku?" Audrey tercengang, kenapa dia bisa tahu? Batinnya tak percaya. "Aku selalu tau kapan bahaya mengancamku, Nona Wilson...." gumam Malvino santai, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah selendang. Malvino membentangkannya sambil tersenyum miring. Audrey menatap waspada, dia tidak akan mengikatku dengan selendang itu kan? Terka Audy dalam hati. "Ini bisa mencegahmu untuk tidak melakukan apapun lagi seperti barusan, Nona...." ujar Malvino tenang, lalu mengikatkan selendang merah itu ke kedua pergelangan tangan Audrey yang sudah ia satukan. "Kau!! Kenapa kau harus mengikatku?" sentak Audrey memprotes. "Diam dan ikuti saja permainanku," katanya datar, lantas setelah ia mengikat tangan Audrey cukup kuat, ujung selendang itu pun diikatkan pula di kepala ranjang. Audrey tidak habis pikir, Malvino benar-benar berbahaya. Di saat ia berpikir akan terbebas dari mucikari seperti madam Berlin dan ayahnya yang tak berprikemanusiaan, justru sekarang dia malah terjebak dalam jeratan seorang lelaki gila bernama Malvino Jackson. Tuhan, sampai kapan kau akan menyiksa hidupku? Jeritnya pedih. Malvino sudah melepas kaos tidur berkerahnya. Kaos itu ia lempar asal ke sembarang tempat. Audrey sempat terpana dengan otot tubuh Malvino yang membuatnya terlihat seksi dan menantang. Tidak seperti para pria yang selama ini menyewanya, mereka hanya pria tua berperut buncit yang sama sekali tidak membuat Audrey berkesan apalagi bernafsu. Tapi Malvino? Tubuhnya begitu mengagumkan. Membuat Audrey harus susah payah ketika mencoba menelan saliva-nya sendiri. "Aku tau tubuhku ini begitu bagus dan menggoda, Nona. Tapi lanjutkan saja nanti acara menatap kagummu itu," cetus Malvino menyeringai, lalu merangkak sensual guna mensejajarkan posisinya dengan tubuh Audrey yang berada di bawahnya. Gadis itu tersadar dalam sekejap. Dia menyesal karena sudah sempat terpana akan tubuh berotot si dangerous man itu. "Kau sudah kubayar mahal, jadi jangan coba untuk memberontak apapun yang terjadi...." bisik Malvino tepat di atas wajah Audrey dengan nada ancaman yang terdengar mengerikan dan mampu membuat bulu kuduknya meremang seketika. Dalam kondisi tangan terikat, Audrey tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk melepaskan diri dari Malvino. Gadis itu kini memasang raut was-was ketika Malvino menarik paksa daster tidurnya yang bertali tipis hingga kedua tali itu putus dari kaitan di pundaknya. Malvino menundukkan kepala, kemudian mencium sisi leher Audrey dengan sapuan sensual. Audrey menahan napas, bibir Malvino yang lembut sukses membuat kulitnya serasa terbakar oleh api gairah. Audrey tidak ingin sampai terhanyut, dia lantas kembali meronta berharap tangannya terlepas begitu saja dari ikatan yang menyakitkan itu. "Diam, Nona ... Kau hanya akan menyakiti tanganmu saja kalau terus memberontak," bibir lembut nan basah Malvino bergerak naik menelusuri garis rahang dan mendarat tepat di bibir ranum Audrey yang dikatupkan rapat-rapat. Malvino menyeringai sebelum memulai aksi c*mbu bibirnya. Dia bersumpah dalam hatinya akan membuat gadis dalam kungkungannya itu menjerit nikmat ketika pelepasan nanti. Malvino mengecup kecil ujung bibir Audrey, lidahnya ia selipkan di antara garis tengah bibir ranum itu. Menggoda dengan sapuan sensualnya supaya Audrey dengan rela hati membuka mulut. Usahanya berhasil, ketika bibir itu menciptakan celah, lidah Malvino langsung melesak masuk ke dalam mulut Audrey. Mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Audrey yang lembab dan hangat. "Kurasa, kau menikmati ciumanku ini...." seringai Malvino puas, Audrey masih belum juga menetralkan napasnya yang kian memburu. Selagi Audrey mengembalikan deru napasnya, Malvino menyorongkan bibir ke telinga sang gadis. Dia berbisik sangat lembut di sana, "Aku rasa ... aku akan selalu ketagihan untuk mencium bibirmu yang manis ini, jadi persiapkan dirimu. Karena mulai detik ini, bibirmu yang manis dan memabukkan itu sudah menjadi milikku sampai kapan pun." Tubuh Audrey menegang. Napasnya sudah kembali normal, tapi kalimat bisikan Malvino di telinganya sukses membuat kembali napasnya seolah diserap habis hingga tak akan bersisa sedikit pun di ruang udaranya. "Di sini sudah basah, itu artinya ... kau sudah siap untuk tahap selanjutnya," gumam Tidak! Aku tidak sudi menerimanya di dalamku. Teriak Audrey membatin, lidahnya terasa kelu untuk ia gunakan berbicara. Audrey menggelinjang, ia meronta lagi. Tapi tubuh berotot Malvino yang setengah menindihnya sangat sulit untuk ia enyahkan. Apalagi dengan tangan yang terikat kuat, Audrey total tidak bisa melakukan tindakan apa-apa. "Kumohon lepaskan aku ... Aku tidak ingin melakukan ini," mohon Audrey menggeleng lemah. Malvino menatap iba ketika permohonan itu diutarakan. Tapi detik berikutnya, ia memasang senyuman iblis yang terlihat mengerikan di mata siapapun yang melihatnya, termasuk Audrey yang berada tepat di depan kedua matanya sekarang. "Perlu kau ingat, Nona Audrey! Aku hanya ingin membuatmu sadar ... Uang 1,5 milyarku sudah kupertaruhkan demi membebaskanmu dari pria tua itu. Dan itu artinya, apapun yang ada di dirimu sudah menjadi milikku sepenuhnya tanpa terlewati seinci pun," ungkap Malvino tajam penuh peringatan. Rasanya Audrey ingin menjerit kencang jika saja dia tidak ingat akan kerongkongannya yang terasa kering. Salahnya sendiri, kenapa dia menolak untuk makan atau pun minum tadi. Andai saja ia tidak berlagak menolak, maka mungkin sekarang ia akan memiliki tenaga untuk sekadar melawan pria itu. "Ini milikku." Suara Malvino kembali terdengar ketika Audrey sedang sibuk mencari cara untuk melepaskan diri. Wanita itu menggigit bibir dalamnya, tidak ingin meloloskan desahan impulsif yang diciptakan oleh remasan tangan Malvino di salah satu d*danya saat ini. "Bukan hanya ini, Nona, tapi seluruh tubuhmu sudah menjadi milikku sepenuhnya...." lanjutnya mengingatkan, lalu Malvino menunduk dan mengecup sesuatu yang tentu saja membuat Audrey harus pandai pandai menahan gairahnya. Audrey tidak tahan. Dia ingin mendesah, tapi ia urungkan dan ia tahan sekuat mungkin. Jika Audrey meloloskan desahannya, itu berarti dia berhasil terbuai oleh c*mbuan Malvino. Dan Audrey tidak akan membiarkan Malvino menguasai dirinya secara keseluruhan! "Mendesahlah untukku...." geram Malvino di sela c*mbuannya yang semakin menjadi. Audrey mempertahankannya. Dia tidak sudi jika harus mendesah untuk Malvino. Itu hanya akan membuat lelaki arogan itu tersungging puas atas usahanya. "A-ku ti-dak su-di men...de-sahh untukmu, Sialanhhhh," desis Audrey melawan dorongan dalam dirinya yang sudah tidak bisa ditahan lebih lama lagi. Malvino tidak akan menyerah meskipun Audrey terus menentangnya. Dia akan terus menggoda Audrey dengan siksaan sensualnya. Sebelum Audrey menyerah dan tidak mencoba melawannya lagi, Malvino akan terus menerus menghujani siksaan itu di tubuh molek Audrey. "Rasakan ini, Nona berkepala batu...." desis Malvino terdengar kejam. Lalu tak berselang lama, tubuh Audrey semakin tak kuasa menahan terjangan dahsyat yang Malvino berikan. *** Walau sejujurnya Audrey tidak berharap pria itu menyentuhnya tanpa seizinnya, tapi rupanya Malvino malah terus saja melanjutkan aksinya. Tak jarang, wanita itu dibuat kewalahan oleh apapun yang Malvino lakukan di atasnya. Membuat ia lantas merasa tidak kuasa ketika ia bertekad untuk tetap diam dan tak menunjukkan pertanda bahwa dia merasakan gairahnya meletup-letup. Malvino sendiri pun terus berusaha untuk membuat sang wanita menyerah pada pertahanannya. Berbagai cara ia lakukan, semata-mata supaya dia bisa mendengar suara seksi Audrey di kala ia sedang b*******h. Akan tetapi, tampaknya Audrey masih bisa bertahan walau kenyataannya begitu berat. Mengharuskan Malvino semakin gencar dalam melakukan setiap celah yang bisa ia masuki. Sampai akhirnya Audrey sudah tak bisa menahan lagi, akhirnya apa yang Malvino harapkan pun terjadi juga. Di tengah usahanya yang keras, Malvino pun tersenyum puas ketika Audrey sudah berhasil ia taklukan. Rupanya benar apa yang dibilang oleh Tua renta tadi, wanita ini sangat seksi ketika sedang meracau tak terkendali. Membuat Malvino semakin bersemangat dalam melanjutkan aksinya hingga mencapai akhir yang memuaskan nanti. *** "Aku tidak menyangka, rupanya kau bisa menyerah juga, Nona manis...." Audrey tak menyahut. Dia hanya perlu untuk tetap diam dalam posisinya yang memunggungi si pria. Sementara itu, Malvino terlihat sedang duduk santai di atas sofa yang berseberangan dengan ranjang yang Audrey tempati. Setelah melalui kegiatan yang cukup menguras tenaga dan keringat yang banyak berkeluaran, pria itu pun harus meredakan dulu seluruh tubuhnya agar tak terasa loyo. Untuk itu, sebelum nanti ia kembali menginginkan Audrey, Malvino pun memilih untuk duduk bersantai terlebih dahulu di atas sofa yang tersedia. "Audrey, kau tidak merasa kesakitan bukan?" lontar Malvino menanyakan kondisinya. Namun alih-alih menjawab, wanita itu justru hanya memutar bola matanya saja meski ia tahu bahwa Malvino tak akan melihatnya dalam posisi membelakanginya seperti ini. Lagipula, Audrey sungguh tidak ingin berinteraksi dengan pria itu. Dia masih merasa kesal kepadanya. Bukan hanya kesal, tapi ia pun malu. Malu kepada diri sendiri karena sudah kalah oleh godaan. Ya, Audrey merasa bodoh setelah ia menyadari apa yang sudah dilakukannya. Entah bagaimana ceritanya, di saat ia seharusnya berusaha keras untuk melawan hawa nafsu yang menguar, justru ia malah dikalahkan begitu saja oleh keadaan. Membuat ia lantas merasa dongkol di saat ia sudah sadar dengan apa yang telah dilakukannya tadi. Audrey bodoh! Kenapa kau malah menikmatinya. Rutuknya dari dalam hati. Dan kini, ia pun merasa semakin terhina atas apa yang sudah terjadi di malam ini. Jika saja tua renta itu tak menjualku dan membiarkanku pergi darinya, maka mungkin sekarang aku tidak perlu terjebak di dalam kamar terkutuk ini bersama dengan pria haus akan belaian itu! "Audrey, apa kau tidur?" tanya Malvino kembali bersuara. Namun seperti sebelumnya, dibanding memberikan jawaban kepada pria itu, Audrey justru lebih memilih menarik selimut yang menutupi tubuhnya hingga mencapai kepala. "Rupanya kau masih bangun. Baiklah, aku akan keluar sebentar. Kuharap, kau tidak keberatan jika malam ini aku akan tidur bersamamu di kamar ini. Ya, ya, aku tau logikamu pasti menampik. Tapi kurasa, hatimu berbeda lagi. Pesonaku sangat kuat. Jadi aku pikir, hatimu tentu akan memberiku izin untuk diriku yang ingin tidur di atas ranjang yang sama denganmu...." cetus Malvino terkekeh. Lalu selanjutnya, ia pun segera berjalan meninggalkan sofa yang semula didudukinya bersamaan dengan pintu yang ia tutup dari arah luar. Menyadari bahwa pria itu sudah berlalu, Audrey pun buru-buru menyibak selimut yang menutupi sekujur tubuhnya diiringi dengan embusan napas kasarnya. Menatap kesal ke arah pintu, wanita itu pun mengumpat kasar sembari mengutuk si pria tampan yang sudah berusaha merusak seisi otak yang dimilikinya. "Entah jenis kesialan apa lagi yang akan kuterima di kemudian hari. Pria s1alan itu sepertinya tidak akan membiarkanku bisa bernapas dengan tenang. Ya Tuhan, kenapa engkau malah mengirimku ke tempat di mana ada pria m3sum di dalamnya. Tidakkah kau merasa kasihan padaku? Aku yang sudah bernasib malang sejak dulu, sekarang justru malah harus kembali menuai kemalangan yang berlipat ganda dimulai malam ini dan seterusnya. Tidak, Tuhan! Aku ingin terbebas dari jeratan pria penuh godaan itu. Aku hanya ingin bisa terbang bebas dan leluasa layaknya burung burung tak bertuan yang setiap saat selalu berhilir mudik di udara sana!" urainya penuh harap. Lalu sambil membuang napas penuh frustrasi, wanita itu pun kembali mengempaskan tubuhnya dengan posisi terlentang sembari menatap langit-langit kamar disertai sorot nanarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD