bc

Jungkir Balik Dunia Luna

book_age16+
738
FOLLOW
3.0K
READ
love-triangle
family
friends to lovers
goodgirl
powerful
independent
comedy
sweet
first love
friendship
like
intro-logo
Blurb

Luna Ralisha merupakan seorang gadis tomboy yang berasal dari keluarga broken home. Kedua orang tuanya berpisah saat ia masih berusia dua belas tahun. Sejak ia mengetahui fakta bahwa kedua orang tuanya berpisah karena sang Ayah yang memiliki perempuan simpanan, membuatnya tak percaya bahkan benci dengan apa yang namanya laki-laki dan cinta. Ia menjadi seorang gadis yang cuek, dingin, dan tak tersentuh. Ia bahkan bertekad untuk menjadi jomblo seumur hidup.

“Lun, kamu cantik. Aku udah suka sama kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” tanya Leo kala itu.

“Gombalan kamu nggak akan berpengaruh di aku. Jadi pacar kamu? Hanya dalam mimpi kamu, dasar playboy!”

“Lun, kamu tau sendiri selama beberapa bulan ini aku hanya berusaha serius sama kamu. Jadi sekarang mau ya jadi pacar aku? Kita pacaran, saling mengenal, kemudian menikah?” tanya Leo di percobaan yang ke sekian kalinya.

“Maaf, aku nggak ada niatan buat pacaran apalagi menikah. Bukan hanya sama kamu, tapi sama yang lainnya juga.”

“What? Lo bercanda?”

Luna yang bertekad untuk menjomblo selama seumur hidupnya vs Leo si playboy dan perayu ulung yang bertekad untuk mematahkan prinsip Luna. Menurut kalian siapa di antara keduanya yang akan menang? Luna yang luluh, atau Leo yang akan menyerah kemudian mundur? Stay tune terus agar kalian tahu bagaimana keseruan dari ceritanya.

cover by Lanamedia

chap-preview
Free preview
Part 1
Pukul setengah tujuh pagi Luna mulai bersiap-siap untuk pergi kuliah. Mengenakan celana panjang jeans berwarna denim yang dipadupadankan dengan kaos putih polos lengan pendek, juga kemeja kotak-kotak yang sengaja tak ia kancingkan semua kancing bajunya. Mengikat rambut panjangnya kemudian menggunakan topi polos berwarna denim, Luna berpose keren di depan cerminnya. “Wow, aku ternyata keren juga, wkwk,” ucap Luna seraya mengedipkan sebelah matanya ke arah cermin. “Saatnya sarapan pagi sebelum berangkat ke kampus.” Setelah memastikan semua keperluannya seperti gadget, dompet, buku dan alat tulis sudah ia masukkan ke dalam tas ranselnya, Luna melangkahkan kakinya ke luar kamar, menuju ruang makan untuk melaksanakan rutinitas rutin setiap paginya bersama sang Mama dan sang Adik yaitu sarapan pagi bersama sebelum mulai beraktifitas. “Selamat pagi, Mama cantik,” ucap Luna seraya mengecup pipi sebelah kanan sang Mama. “Selamat pagi, Sayang,” jawab Ratu—Mamanya Luna seraya memerlihatkan senyuman manis penuh kasih sayang kepada Luna. Menyapa sang Mama kemudian mengecup pipinya di saat pagi juga merupakan salah satu rutinitas pagi Luna yang tak pernah ia lewatkan setiap paginya sedari kecil. Senyuman manis yang selalu ia dapatkan dari sang Mama setelah itu, selalu membuatnya lebih bersemangat dalam menjalani hari. Rasanya seperti baterai yang baru saja diisi full. Ia menjadi lebih bertenaga, berenergi, dan bersemangat untuk menjalani berbagai rentetan aktifitas yang menurutnya melelahkan itu. Luna menarik kursi tempat duduk favoritnya sembari menyapa anggota lain di rumah ini selain ia dan sang Mama. “Selamat pagi, Adikku yang paling ganteng.” Sang Adik adalah orang kedua yang Luna sayangi setelah sang Mama. Meskipun Adik laki-lakinya itu terkadang membuatnya jengkel dan marah, Luna tetap menyayanginya sepenuh hati. “Selamat pagi, Kakakku yang tomboy dan nggak ada manis-manisnya,” jawab Angga—Adik Luna yang memang salah satu hobinya selama di rumah adalah mencari gara-gara dengan Luna. Salah satunya adalah mengejek Luna dengan sesuka hatinya. “Kamu ini bikin mood Kakak ambyar aja. Kakak kan tadi nyapa Mama dengan sebutan Mama cantik, nyapa kamu pakai embel-embel ganteng.. bales kek Kakakku yang cantiknya tiada tara atau apa gitu, ini malah ngejek,” ucap kesal Luna dengan raut wajah cemberutnya yang justru terlihat lucu dan menggemaskan di mata Angga dan sang Mama. Dan tentu saja memang itu tujuan dibalik kata-kata menyebalkan yang Angga lontarkan. Laki-laki itu sangat gemas melihat raut wajah cemberut sang Kakak, dan rasanya ketagihan untuk terus menjahili Luna. “Ya emang kenyataannya gitu, wleee.” Angga memeletkan lidahnya di hadapan Luna. “aku jujur lho, Kak. Kakak emang tomboy dan nggak ada manis-manisnya. Iya kan, Ma?” “Hehehe, kalian berdua ini kebiasaan banget deh. Sukanya adu mulut mulu kalau ketemu. Tapi apa yang dibilang Adik kamu itu bener kok, Lun. Kamu itu perempuan. Dan coba kamu ngaca deh di depan kaca kamu yang super panjang kali lebar itu bagaimana penampilan kamu sekarang—“ “Keren kan, Ma?” potong Luna cepat seraya mulai mengambil nasi beserta lauk pauknya kemudian menaruhnya di atas piring. “Wkwkwk, keren? Keren apanya, Kak? Iya, kalau dilihatnya dari ujung sedotan.” Angga kembali membuat Luna kesal. “Kamu!” “Udah, udah. Ayo sekarang mulai dimakan sarapannya. Nanti kalian berdua telat lagi berangkatnya.” Ratu kini kembali menatap Luna dengan pandangan yang menatap dalam. “penampilan kamu sekarang ini menurut Mama nggak keren, Sayang. Kalau Angga yang berpenampilan seperti ini Mama akan puji-puji keren. Tapi kalau kamu nggak, Sayang. Mama lebih suka kamu berpenampilan feminim dan anggun daripada nggak karuan kayak anak laki-laki gitu. Usia kamu itu udah dua puluhan lho, Lun, gimana mau dapat pacar kalau penampilan kamu kayak gitu. Cuek banget sama penampilan. Pake make up kek. Mama kan udah beliin semua peralatannya, lengkap lagi untuk kamu. Kenapa nggak dipake?” “Ma, aku lebih nyaman gini. Buat apa coba pake make up? Ribet tau, Ma. Lagi pula aku nggak ada niatan buat cari pacar. Apa itu pacar? Huh, aku nggak butuh yang namanya pacar.” “Nggak boleh gitu. Kamu nanti harus punya pendamping hidup, Luna..” “Menikah menurut, Mama? Nggak. Aku nggak ada niatan sedikit pun buat menikah. Pacaran, menikah, aku nggak akan ngelakuin dua hal itu. Aku mau menjomblo seumur hidup aku.” Mendengar itu tentu saja Ratu memelototkan kedua matanya. Ia menatap Luna tajam dari tempat duduknya saat ini. Setelah mengambil napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan, Ratu mulai kembali mengeluarkan kata-katanya. “Astaghfirullah, nyebut kamu, Sayang.. nyebut! Kamu harus menikah. Kamu mau hidup seorang diri terus sampai kamu tua? Sampai meninggal?” “Iya, nggak masalah kok.” Ratu semakin tak habis pikir setelah mendengar jawaban Luna yang terdengar mudah dan tak masalah itu. “Nggak, Mama nggak setuju. Justru Mama yang merasa ini masalah kalau kamu memilih seperti itu. Akan ada saatnya kamu butuh pasangan hidup, Sayang. Kalau kamu hidup sendiri, siapa yang akan merawat kamu kalau kamu lagi sakit? Siapa yang akan menafkahi kamu kalau kamu lagi nggak punya uang atau nggak bisa kerja? Siapa yang akan menghibur kamu kalau kamu lagi sedih dan butuh sandaran?” “Aku punya Mama, Angga, dan kedua sahabat aku, Rayana dan Clarissa. Udah deh, Ma, jangan dilanjutin lagi ya, bahasannya.. please..” Luna menatap memohon kepada sang Mama. Jujur saja ia paling tidak suka dengan semua pembahasan ini. “Makanan buatan Mama ini enak banget lho, Ma, Luna pengen menikmatinya dengan tenang dan penuh suka cita.” “Sayang.. Kamu nggak boleh gini. Ubah pola pikir kamu! Kalau Mama udah nggak ada, bagaimana? Kalau Angga dan kedua sahabat kamu, Rayana dan Clarissa, udah sibuk dengan kehidupan keluarga kecil mereka masing-masing, bagaimana? Kamu nggak bisa hidup sendiri, Sayang..” “Mama jangan bilang gitu..” “Tapi memang semua itu nggak bisa kamu pungkiri, Sayang. Semua itu akan terjadi. Dan kamu, akan butuh seseorang yang mencintai kamu. Pasangan hidup yang selalu ada di setiap senang, dan sedihnya kamu.“ “Memangnya ada? Aku hanya nggak ingin kehidupanku kelak seperti kita dulu. Mama yang setiap harinya selalu menangis dan menderita, Ayah yang sibuk dengan perempuan simpanannya, aku dan Angga yang nggak pernah dapat kasih sayang seorang Ayah, dan kalian berdua yang akhinya berpisah. Aku nggak menyalahkan keputusan Mama karena memilih untuk bercerai dari Ayah. Karena aku pun nggak mau ngeliat Mama nangis terus. Aku bahkan benci pakai banget sama Ayah. Tapi Ma, please.. aku benci banget sama yang namanya laki-laki, sebenci aku sama Ayah sampai sekarang. Mereka jahat, Ma. Mereka mudah sekali mempermainkan hati perempuan. Mereka hanya mengedepankan kesenangan dan nafsu mereka. Mereka manusia tak berperasaan. Jadi tolong.. jangan paksa aku untuk pacaran apalagi menikah. Dan apa itu cinta? Mama tau sendiri kalau ternyata cinta Mama ke Ayah yang buat Mama menangis dan menderita. Aku nggak butuh cinta lagi, Ma. Cinta dari Mama, Angga, dan kedua sahabat aku aja udah cukup buat aku.” “Maafin Mama, Sayang. Nggak seharusnya kamu seperti ini. Semua ini salah Mama sampai membuat kamu benci dan trauma dengan yang namanya laki-laki dan cinta. Andai aja waktu itu Mama bertahan dan nggak ngebiarin kalian berdua tahu soal kelakuan Ayah kamu, pasti kamu nggak akan seperti ini,” ucap sang Mama dengan derai air mata yang perlahan mulai mengalir deras dari kedua pelupuk matanya. “Stop, Ma. Aku lebih setuju kalau Mama pisah sama Ayah daripada bertahan, dengan Mama yang setiap harinya harus merasa sakit hati dan menderita akan apa yang Ayah lakukan. Lagi pula soal kelakuan Ayah, aku sering liat sendiri kok dia selingkuh sama Tante-Tante. Angga juga pernah cerita kalau dia pernah mergokin Ayah sama Tante-Tante itu pas dia pulang sekolah. Padahal lebih cantikkan Mama ke mana-mana daripada Tante-Tante girang itu. Aku nggak ngerti deh kenapa Ayah bisa berpaling sama dia. Jadi Mama udah ya, jangan merasa bersalah lagi.” “Mama akan terus merasa bersalah kalau kamu tetep anti sama yang namanya laki-laki dan menikah. Apa perlu kita ke psikiater?” tanya sang Mama dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Menurutnya Luna tidak boleh terus dibiarkan seperti itu. “Kakak dibawa ke RSJ aja, Ma. Jangan ke psikiater, wkwk,” usul Angga yang tentu saja semakin menyulut amarah sang Kakak. “Apa sih, Ma? Terlalu berlebihan tau. Kamu lagi, Dek, dibawa ke RSJ emangnya Kakak sakit jiwa? Jangan ngadi-ngadi kamu. Nggak perlu pake acara ke psikiater segala, Ma. Luna nggak apa-apa,” ucap Luna dengan penuh keyakinan. “seriusan deh. I’m oke.. I’m fine..” “Kalau gitu secepatnya kamu harus kenalin pacar kamu ke Mama. Kamu harus punya pacar pokoknya.” “Mama ini gimana sih? Kan dari tadi aku udah bilang kalau aku paling anti sama yang namanya laki-laki dan cinta. Masih aja disuruh pacaran. Aku nggak ngerti lagi harus gimana,” ucap Luna dalam hati dengan mulut yang tanpa henti melahap sarapannya. Ia ingin sarapannya segera habis agar ia bisa segera kabur dan terbebas dari situasi yang menurutnya tak menyenangkan ini. “Iya deh iya. Tapi aku nggak janji, wkwk. Kalau gitu aku berangkat dulu ya, Mama cantik,” ucap Luna setelah ia menegak habis air minumnya. Tak ingin percakapannya semakin panjang, ia pun langsung bergegas bangkit dan pamit menuju kampus kesayangannya. “Kamu ini. Luna-Luna. Mama nggak ngerti deh sama kamu. Pokoknya Mama akan doain kamu, semoga suatu saat nanti kamu akan bucin banget sama yang namanya laki-laki. Sama suami kamu kelak. Pokoknya semoga kamu dan Angga bisa hidup bahagia sampai ke anak cucu.” Luna yang baru saja berjalan beberapa langkah tentu saja masih dapat mendengar perkataan sang Mama. “Mama ini, yang nggak akan lah. Orang aku nggak mau menikah. Aku nggak akan bucin sama yang namanya laki-laki. Amit-amit deh. Mikirinnya aja udah geli duluan. Lagian itu kayaknya cuma ada di drama-drama doang deh, Ma. Kehidupan rumah tangga itu rumit, kan? Yang pisah aja banyak, bahkan setiap tahun kasusnya selalu meningkat.” “Nggak boleh gitu, Kak. Ucapan seorang Ibu mustajab lho. Didoain baik kok gitu. Aamiinin kek. Angga justru pengen banget punya keluarga bahagia sampai ke anak cucu.” “Iya, iya, aamiin. Tapi aku nggak janji mau nikah, wkwk. Luna si gadis keren berangkat dulu semuanya..” Dan Luna lebih memilih untuk mempercepat langkah kakinya menuju pintu depan, setelah memamerkan beberapa pose yang menurutkan keren di hadapan sang Mama dan Angga. Meninggalkan sang Mama dan sang Adik yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan random yang ditunjukkan Luna. “Wkwk. Kak Luna, Kak Luna. Ada-ada aja sih.” “Kakak kamu itu lho, Ngga. Ajarin kek biar berubah jadi feminim. Mama nggak mau ya dia jadi jomblo seumur hidup gara-gara tingkah lakunya yang kayak gitu.” “Ya masa Angga yang ngajarin, Ma? Angga harus berpenampilan feminim gitu? Mama suka ngelucu deh.” “Hahaha, ya nggak gitu juga lah, Ngga. Bukan itu maksud Mama. Kita berdua kerja sama buat bikin Kakak kamu insyaf. Kamu ya pakai cara kamu sendiri.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.3K
bc

Everything

read
278.3K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.4K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
200.4K
bc

HYPER!

read
559.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook