TKOW 02

1712 Words
Di tempat yang berbeda, seorang wanita berusia sekitar 42 tahun sedang duduk di ruang tamu sambil menunggu putrinya yang entah pergi ke mana. Beberapa menit yang lalu, putrinya pamit untuk menyelesaikan sesuatu dan sampai detik ini belum juga kembali, dan itu membuatnya sedikit resah. Khawatir takut terjadi apa-apa. Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka. Seorang wanita muda dan cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah tertekuk kesal. Jasmine Rose Devanya berhambur memeluk satu-satunya orang tua yang dia miliki dalam hidupnya. Ya, Jasmine adalah putri dari Katherine Devanya. Wanita yang pernah berkaitan dengan masa lalu orang tua lelaki yang baru diteriaki oleh putrinya, Peter. "Ada apa sayang? Kenapa kau terlihat sedih dan kesal begitu?" tanya Kathe mengusap lembut rambut putrinya. Sebagai ibu, Kathe sangat mengerti dengan perasaan Jasmine yang saat ini nampak marah juga kesal secara bersamaan. "Aku bertemu dengan pria gila dan juga sombong, Ibu,” rengeknya "dan pria itu sudah memakan kuenya. Bagaimana si gila itu mau menggantinya? Mau minta maaf saja tidak! Bu ... Aku sangat kesal, kesal, kesal...!" lanjutnya sambil memukuli sofa. Dan Kathe yang melihatnya, hanya tersenyum lembut. "Aku sumpahi! Semoga pria gila itu sakit perut sampai tidak bisa bergerak untuk keluar dari toilet!" sungutnya dengan wajah memerah kesal. Kathe yang mendengar umpatan putrinya tertawa pelan. “Jangan berkata seperti itu Jasmine. Itu tidak baik sayang! Sudahlah tidak apa-apa. Lagi pula kue pria itu ada bersama kita. Kita bisa memakannya," ucap Kathe. Jasmine memilih mengangguk meskipun hatinya sakit. Di hari spesial ibunya, Jasmine tidak bisa memberikan ibunya kue yang enak dan cantik seperti yang sudah dia rencanakan sejak satu Minggu lalu. "Maafkan aku Ibu, aku belum bisa membahagiakanmu....” lirik Jasmine sambil menunduk menyembunyikan wajahnya yang penuh dengan air mata. Kehidupan Jasmine dan Kathe sangatlah susah. Tapi Kathe beruntung memiliki Jasmine. Jasmine anak yang penurut dan berjuang keras untuk kehidupan mereka. Kathe yang bekerja sebagai pemerah s**u dan Jasmine yang bertugas mengantarkannya ke kawasan di sekitar tempat tinggal mereka. Jasmine juga wanita yang pintar. Saat ini Jasmine masih kuliah untuk semester akhirnya. Dan biaya kuliahnya, Jasmine dapatkan karena prestasinya. Kathe mengangkat wajah Jasmine. Kathe tahu jika Jasmine sedang menyembunyikan air matanya. Jasmine memang selalu menangis dan sangat perasa jika hal itu berkaitan dengannya. Kathe mengusap air mata Jasmine dengan ibu jarinya. Kathe tersenyum lembut sambil menggeleng lemah. "Kata siapa sayang? Kau putri terbaik di dunia ini. Ibu sangat beruntung memilikimu," ucap Kathe lalu kembali memeluk putri semata wayangnya itu. "Jangan katakan itu, Ibu. Bahkan aku tidak bisa memberikanmu sepotong kue di hari ulang tahunmu. Hiks... hiks ... bagaimana Ibu bisa bilang jika aku ini putri terbaik? Aku merasa tidak ...” Jasmine berkata lirik sambil menggigit bibirnya dengan air mata berurai. Dulu, saat masih kecil. Jasmine ingat bagaimana ibunya Kathe bersusah payah bekerja di peternakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jasmine tahu ibunya sangat kesusahan. Jadi meskipun saat itu Jasmine kecil hanya ingin tahu bagaimana rasanya kue cokelat seperti yang dimakan oleh teman di sekolahnya. Jasmine tidak pernah meminta, Jasmine selalu menyembunyikan apapun yang dia inginkan dari ibunya. Jasmine selalu menikmati keinginannya itu lewat mimpinya saja. Jasmine tidak mau merepotkan ibunya. Karena baginya, ibunya adalah segala-galanya. "Ssssttt... Jangan katakan itu sayang. Kau selalu dekat dengan Ibu, sudah sangat membuat ibu bahagia. Kau putri yang sangat baik dan luar biasa, Ibu mencintaimu." Kathe mengusap rambut Jasmine lembut. Jasmine satu-satunya harta paling berharga yang dia miliki. Jasmine hanya mengangguk kemudian mengecup pipi ibunya. “Love You too.” Bayangan Kathe jatuh pada beberapa puluh tahun silam. Saat dia menjadi seorang jalang di London. Karena itu pula, dia memiliki Jasmine. Dan ke pergiannya ke Paris adalah karena seorang pria berkuasa yang sangat membencinya dan Kathe tidak mau sesuatu terjadi pada Jasmine putrinya. "Sekarang kita tidur, ya, sayang. Besok pagi, kau harus mengantar s**u, bukan?" lanjutnya dan Jasmine mengangguk. Ibu dan anak itu pun melangkah memasuki kamar mereka masing-masing. **** Jam 04:00 dini hari... Jika beberapa orang masih bergelung dalam selimutnya dan asyik dengan dunia mimpinya, mereka adalah orang yang beruntung karena memiliki segalanya dan tidak perlu bersusah payah bekerja di pagi-pagi buta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika biasanya seorang wanita muda, hanya akan diam duduk di rumah, berbelanja dengan teman-temannya dan menunggu uang yang akan mengalir ke rekeningnya, mereka patut mensyukurinya. Karena lain halnya dengan kehidupan Jasmine. Jasmine sudah terbiasa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan ibunya. Bahkan saat ini, Jasmine sedang mengayuh sepedanya di tengah dinginnya malam. Sudah menjadi keseharian Jasmine untuk mengantarkan koran dan s**u di kawasan perumahan itu. Setiap hari Jasmine bangun jam 4 pagi untuk menyelesaikan pekerjaannya, agar tak sampai telat kuliah. Jasmine berusaha untuk selalu disiplin dengan kuliahnya, dia tidak mau beasiswa yang dia dapatkan susah payah harus dicabut oleh pihak universitas. Satu persatu rumah di kawasan itu sudah Jasmine lewati. Keranjang sepedanya sudah sedikit ringan, jadi Jasmine akan lebih mudah mengayuh dengan beban yang ringan. "Huff! Tinggal 10 rumah lagi. Akhirnya pekerjaanku akan selesai," ucap Jasmine sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Senyuman cantik selalu terukir di bibirnya. Jasmine tidak pernah mengeluh dengan kehidupannya meskipun sangat sulit. Baginya hidup dengan kesederhanaan dan kerja keras adalah hal terindah. Jasmine mengeratkan jaketnya dan penutup kepalanya setelah menaruh botol s**u dan koran di depan rumah bercat putih pelanggannya tetapnya. Dia pun kembali mengayuh sepedanya melewati beberapa rumah hingga sampailah dia di rumah nomor 3 pelanggan terakhirnya. Jasmine mengedarkan pandangannya, dia menatap rumah itu dan ingatan tadi malam kembali terbayang olehnya. "Bukankah ini rumah pria gila dan sombong itu?" lirik Jasmine sambil membawa botol s**u dan koran ke depan rumah di depannya itu. Jasmine membuka pagar dan meletakkan s**u dan koran itu di meja samping pintu. Tempat biasa menaruh s**u. Saat akan meninggalkan halaman rumah Peter, mendadak Jasmine mendapatkan sebuah ide. "Aku harus memberi pria sombong itu pelajaran. Hitung-hitung untuk kue ibu dan ke tidak sopannya tadi malam ...." liriknya sambil tersenyum simpul. Jasmine membuka kran air di dekatnya hingga tanah kering di bawah kran itu berubah basah dan menjadi lumpur. "Rasakan ini pria sombong. Kali ini kau yang akan berteriak saat melihat mobilmu,” ucapnya sambil terkekeh. Jasmine mengambil lumpur itu dan melulurkannya di mobil Peter sambil terkikik geli. Kini, mobil yang awalnya bersih itu sudah penuh dengan lumpur. Tak lupa Jasmine menitipkan pesannya. "Hey pria gila penunggu rumah. Sebaiknya kurangi sifat gila dan sombongmu itu! Atau akibatnya akan lebih dari ini!" Jasmine kembali terkikik geli membaca tulisannya di kaca mobil itu. Dia pun segera pergi sebelum orang-orang memergokinya dan akan lebih parah jika pemilik rumah itu yang memergokinya. Jasmine mengambil sepedanya dan mengayuhnya meninggalkan rumah Peter. "Ya ampun. Kira-kira bagaimana reaksi pria sombong itu ya? Hihihi ... aku jadi penasaran," liriknya sambil meletakkan sepedanya dan masuk ke dalam rumah. Jasmine pergi ke dapur dan mengambil air dingin di kulkas. Meskipun masih pagi, keringat sudah membasahi tubuhnya. Jasmine meneguk air itu hingga habis. "Jasmine. Apa kau jatuh? Kenapa bajumu kotor? " tanya Kathe yang baru keluar dari kamar mandi. Jasmine hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Aku baik-baik saja ibu, aku akan bersiap untuk kuliah," jawabnya sambil melangkah meninggalkan Kathe yang menatap curiga padanya. "Jasmine, sarapanmu sudah siap. Ibu akan ke peternakan!" teriak Kathe dari dapur. "Baik ibuku yang cantik ..." jawab Jasmine dan Kathe pun meninggalkan rumahnya itu. Jasmine sudah menyelesaikan mandinya, hari ini dia kuliah pagi. Jasmine akan segera menyelesaikan kuliahnya, hanya tinggal skripsi akhirnya saja. Setelah kuliahnya berakhir, Jasmine akan mencari pekerjaan yang layak agar kehidupannya dan ibunya akan jauh lebih baik. "Jasmine. Semangat! Awali semuanya dengan senyuman, okay?" Jasmine mengikat rambutnya asal kemudian keluar dari kamarnya. Jasmine memakan sarapannya, hanya segelas cokelat panas dan sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Jasmine tak hentinya tersenyum, meskipun setiap pagi hanya menu itu yang dia makan, tapi masakan ibunya selalu yang terbaik. Setelah menyelesaikan sarapannya, Jasmine pun keluar dari rumahnya dan kembali mengayuh sepedanya untuk sampai di universitasnya. Sejak pagi buta tadi, Peter sudah bersepeda seperti hobinya sejak dulu. Mengelilingi kawasan yang menjadi tempat tinggalnya itu. Suasana yang tak pernah dia rasakan, membuat Peter berlama-lama mengelilingi kawasan itu hingga mentari sudah mulai nampak. Apalagi keindahan jalanan yang dihiasi daun Ivy dan wangi lavender, rasanya Peter ingin menghabiskan waktunya untuk bersepeda saja. Peter sudah sampai di depan rumah dan pandangan di depannya, membuat tangannya terkepal. Dia meletakkan sepedanya dan menghampiri mobilnya yang sudah sangat kotor dan berantakan. Peter sangat benci hal yang bernama kotor. Selama ini Peter selalu disiplin menjaga kebersihan semua benda yang dimilikinya dan tak ada satu pun yang boleh menyentuhnya "Arghh ... Sial! Siapa yang sudah melakukan hal menjijikkan ini!?" liriknya sambil memutari mobilnya. Lalu pandangannya tertuju pada tulisan dengan lumpur di kaca mobilnya. "Hey pria gila penunggu rumah. Sebaiknya kurangi sifat gila dan sombongmu itu! Atau akibatnya akan lebih dari ini!" "Sialan! Dia kira aku hantu! Mengataiku penunggu rumah seenaknya saja. Aku akan menemukan siapa pun yang sudah melakukan ini!" Peter mengacak-acak rambutnya kasar. Sepagi ini dia harus merasa kesal karena ulah seseorang. "Ada apa Peter? Ya tuhan, kenapa dengan mobilmu, Son?" tanya nenek Jessy yang sedang berdiri di samping pagar pembatas rumah. Setelah mendengar Peter yang mengumpat kasar dan melihat sendiri apa yang menjadi penyebabnya. "Apa di sini ada orang gila, Grandma?" tanya Peter sambil mengambil selang dan menghidupkan kran, lalu menyiram mobilnya. "Hahaha ... tidak ada, Son, di sini kawasan yang aman." Nenek Jessy tertawa mendengar pertanyaan Peter. lagi pula siapa yang tidak kesal jika melihat mobilnya di luluri dengan lumpur seperti itu. "Pasti ada, Grandma. Lalu siapa yang akan melakukan hal gila ini?" "Apa kau punya musuh, Peter?" tanya nenek Jessy sambil duduk di bangku halaman rumahnya. "Aku baru tinggal sehari di sini, Grandma, bukan, setengah abad ..." liriknya. Dan entah kenapa Peter sangat menyukai berbicara dengan wanita tua itu, hingga sifat dinginnya sedikit berkurang. "Kalau bukan musuh, ya pasti pengemar beratmu. Hihihi ..." nenek Jessy kembali terkikik geli kemudian masuk ke dalam rumahnya. Sedangkan Peter hanya mengembuskan napasnya pelan. Baru satu hari dia tinggal di perumahan itu dan sepagi ini dia harus mencuci mobilnya. “Lalu besok apa lagi?” pikirnya. Kegiatan mencuci mobilnya sudah selesai, lalu tawa misterius muncul di wajahnya. "Ohhh ... Aku lupa, aku bisa mengecek CCTV yang kupasang semalam ..." liriknya kemudian masuk ke dalam rumah. Belum sampai Peter di kamarnya, ponselnya sudah berdering. Peter mengambil ponselnya dan seperti biasa ayahnya Max pasti akan menghubunginya.. "Ya, Daddy— Apa!" ucapnya kaget setelah mengangkat sambungan telepon itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD